Dari
kajian sejarah kurikulum, kita mengetahui beberapa hal yang menjadi sumber atau
landasan inti penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum pertama bertolak
dari pekerjaan dan kehidupan orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak
bagi kehidupan orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari
kehidupan orang dewasa. Para pengembang kurikulum mendasarkan kurikulumnya atas
hasil anlisis pekerjaan dan kehidupan orang dewasa.
Dalam
pengembangan selanjutnya, sumber ini menjadi luas meliputi semua unsur
kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan
budaya, ia harus mempelajari budaya, maka budaya menjadi sumber utama isi
kurikulum. Budaya ini mencakup semua disiplin ilmu yang telah ditemukan dan
dikembangkan para pakar, nilai-nilai adat istiadat, perilaku, benda-benda, dan
lain-lain.
Sumber
lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan atau pengajaran, yang
belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan memberikan sesuatu kepada
anak, melainkan menumbuhkan potensi-potensi yang telah ada pada anak. Anak
menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber kurikulum. Ada tiga
pendekatan terhadap anak sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa,
perkembangan siswa, serta minat siswa. Jadi, ada pengembangan kurikulum
bertolak dari kebutuhan-kebutuhan siswa, tingkat-tingkat perkembangan siswa,
serta hal-hal yang diminati siswa.
Beberapa
pengembang kurikulum mendasarkan penentuan kurikulum kepada
pengalaman-pengalaman penyusunan kurikulum yang lalu. Pengalaman pengembangan
kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum kemudian. Hal lain yang
menjadi sumber penyusunan kurikulum adalah nilai-nilai. Beauchampp menegaskan
bahwa nilai dapat merupakan sumber penentuan keputusan yang dinamis. Pertanyaan
pertama yang muncul dalam kurikulum yang berdasarkan nilai adalah : Apakah yang
harus diajarkan di sekolah ? Ini merupakan pertanyaan tentang nilai.
Nilai-nilai apakah yang harus diberikan dalam pelaksanaan kurikulum?
Nilai-nilai apa yang digunakan sebagai kriteria penentuan kurikulum dan
pelaksanaan kurikulum.
Terakhir
yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan sosial-politik. Di
Amerika Serikat pemegang kekuasaan sosial-politik yang menentukan kebijaksanaan
dalam kurikulum adalah board of education lokal yang mewakili negara bagian. Di
Indonesia, pemegang kekuasaan sosial-politik dalam penentuan kurikulum adalah
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dalam pelaksanaanny dilimpahkan kepada
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah serta Dirjen Pendidikan tinggi bekerjasama
dengan Balitbangdikbud. Pada pendidikan dasar dan menengah, kekuasaan
penyusunan kurikulum sepenuhnya ada pada pusat, sedangkan pada perguruan tinggi
rektor diberi kekuasaan untuk menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam
penyusunan kurikulum
Sumber
Tim Pengembang MKDP
Kurikulum dan Pembelajaran. 2006. Kurikulum & Pembelajaran. Bandung
: UPI Press
Tim
Pengembang Ilmu Pendidikan. 2007. Ilmu & Aplikasi Pendidikan.
Bandung : PT Imperial Bhakti Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar