Secara etimologis, guru sering disebut pendidik. Dalam bahasa Arab, ada beberapa kata yang menunjukkan profesi ini, seperti mudarris, mua'alim, murabbi dan mua'addib, yang meski memiliki makna yang sama, namun masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda. Di samping kata-kata tersebut, juga sering digunakan kata ustadz atau syaikh. Penyebutan ini tidak terlepas dari rekomendasi Konferensi Pendidikan Internasional di Makkah pada tahun 1977, yang anatara lain merekomendasikan bahwa pengertian pendidikan mencakup tiga pengertian, yaitu tarbiyah, ta'lim, dan ta'dib. Maka pengertian guru atau pendidik mencakup murabbi, mu'allim dan mu'addib. (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993: 164)
Pengertian murabbi mengisyaratkan bahwa guru adalah orang yang memiliki sifat rabbani, artinya orang yang bijaksana, bertanggungjawab, berkasih sayang terhadap siswa dan mempunyai pengetahuan tentang rabb. Dalam pengertian mu'allim, ia mengandung arti bahwa guru adalah berilmu yang tidak hanya menguasai ilmu secara teoretik tetapi mempunyai komitmen yang tinggi dalam mengembangkan ilmu yang dimilikinya. Sedangkan dalam konsep ta'dib, terkandung pengertian integrasi antara ilmu dan amal sekaligus (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993: 164)
Secara termonologis, guru sering diartikan sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan siswa dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi (fithrah) siswa, baik potensi kognitif, potensi afektif, maupun potensi psikomotorik (Ramayulis, 2004: 86). Guru juga berarti orang dewasa yang bertanggungjawab memberikan pertolongan pada siswa dalam perkembangan jasmani dan ruhaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai hamba ('abd) dan khalifah Allah (khalifatullah), dan mampu sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individual yang mandiri (Ahmad Zayadi, 2005:25)
Pendidik yang pertama dan yang paling utama adalah orang tua di rumah. Mereka bertanggungjawab penuhi atas kemajuan perkembangan anak-anak mereka, karena pada dasarnya kesuksesan anak adalah sukses orangtua juga. Allah berfirman dalam Al-Quran: peliharalah dirimu dan keluargamau dari api neraka. (Qs at-Tahrim: 6).
Seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan yang semakin besar, maka urusan orangtua menjadi semakin kompleks. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomi, umumnya kedua orangtua harus bekerja di luar rumah. Akibatnya, mereka tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk mendidik anak-anak mereka di rumah. Dalam kondisi seperti ini, mereka menyerahkan pendidikan anak-anak mereka ke lembaga pendidikan, baik sekolah umum maupun madrasah. Namun demikian, menyerahkan anak ke lembaga pendidikan bukan berarti orangtua menjadi lepas tanggungjawab sebagai pendidik. Orangtua tetap mempunyai tanggungjawab dalam mendidik anak-anaknya dengan memberikan perhatian pada anak-anak mereka, bekerjasama dengan guru dan pihak lain di sekolah tempat anak-anak mereka menuntut ilmu.
Lalu, siapa sebenarnya guru itu? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita dapat membuka langsung Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dinyatakan dalam undang-undang, bahwa guru atau pendidik mencakup semua elemen yang ikut serta dalam mencerdaskan anak bangsa, sebagaimana dinyatakan dalam bab I pasal 1 ayat 6: Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktor, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Selanjutnya dalam bab XI pasal 39, dinyatakan bahwa pendidik (guru) adalah: Tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Hal ini dipertegas lagi dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab 1 Pasal 1 ayat 1, bahwa yang dimaksud dengan guru adalah: Pendidik profesional yang memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Secara normatif, guru adalah mereka yang bekerja di sekolah atau madrasah, mengajar, membimbing, melatih para siswa agar mereka memiliki kemampuan dan keterampilan untuk melanjutkan ke jenjang kehidupannya dengan baik. Inilah makna guru dalam arti sempit.
Secara umum dan dalam makna yang luas, guru adalah orang yang mengajari orang lain atau sekelompok orang, baik di lembaga pendidikan formal maupun lembaga pendidikan non-formal, bahkan di lingkungan keluarga sekalipun. Bukankah orangtua juga adalah pendidik bagi anak-anaknya? Ayah adalah pendidik, dan ibu pun adalah bagi anak-anaknya. Jika pemaknaannya demikian, maka bukan hanya guru (formal) saja yang harus memiliki kepribadian baik, tetapi juga para orangtua (sebagai guru informal) dan yang mengajar di lembaga lain (sebagai guru nonformal).
Sumber: Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru, Nuansa Cendekia, Bandung 2011. Dr. H. Chaerul Rochman, Heri Gunawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar