Minggu, 16 September 2012

MENGHUKUM ANAK DENGAN CARA HALUS DAN LEMBUT I JANGNA MEMANJAKAN ANAK DAN MENURUTI SEMUA KEMAUANNYA

MENGHUKUM ANAK DENGAN CARA HALUS DAN LEMBUT

A.    Keutamaan berlemah-lembut

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ الرِّفْقَ لاَيَكُوْنُ فِيْ شَيْئٍ إِلَّا زَانَهُ وَمَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْئٍ إِلَّا شَانَهُ

 “Tidaklah kelemahlembutan ada pada sesuatu kecuali akan menghiasainya dan tidaklah dicabut darinya melainkan akan memperjeleknya ” (HR. Bukhari 2594 dari ‘Aisyah radhiallahu’anha)

Sabda beliau shallallahu’aaihiw asallam,

مَنْ يُحْرَمُ الرِّفْقَ يُحْرَمُ الخَيْر
 
“Siapa saja yang dihalangi dari kelemahlembutan maka dihalangi pula dari kebaikan” (HR. Muslim 2542 dari Jabir bin Abdullah radhiallahu’anhu)

Juga sabda beliau shallallahu’alaihi wasallam,

إِنَّهُ مَنْ أُعْطِيَ حَظُّهُ مِنَ الرِّفْقِ فَقَدْ أُعْطِيَ حَظُّهُ مِنْ خَيْرِالدُّنْيَاوَالأَخِرَة
 
“Sungguh orang yang telah diberi bagian kelembutan berarti ia telah diberi bagian kebikan dunia dan akhirat” (HR. Ahmad 6/159 dari ‘Aisyah radhiallahu’anha)

Dan beliau bersabda,
إِذَا أَرَادَ اللهُ بِأَهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا أَدْخَلَ عَلَيْهِمُ الرِّفْقَ

“Jika Allah menginginkan kebaikan bagi sebuah anggota keluarga maka Dia akan memasukkan kelembutan kepada mereka” (HR. Ahmad 6/71, 6/104-105, hadits shahih)

Sabda beliau,
إِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ

“Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan mencintai kelembutan.” (HR. Muslim 2593 dari ‘Aisyah secara marfu’)

a.       Prinsip-Prinsip Pemberian Hukuman kepada anak yang harus menjadi perhatian orang tua, yaitu : 

1.       Adanya kepercayaan terlebih dahulu kemudian hukuman
Metode terbaik yang tetap harus diprioritaskan adalah memberikan kepercayaan kepada anak. Memberikan kepercayaan kepada anak berarti tidak menyudutkan mereka dengan kesalahan-kesalahannya, tetapi sebaliknya kita memberikan pengakuan bahwa kita yakin mereka tidak berniat melakukan kesalahan tersebut, mereka hanya khilaf atau mendapat pengaruh dari luar. Memberikan komentar-komentar yang mengandung kepercayaan, harus dilakukan terlebih dahulu ketika anak berbuat kesalahan. Hukuman, baik berupa caci maki, kemarahan maupun hukuman fisik lain, adalah urutan prioritas akhir setelah dilakukan berbagai cara halus dan lembut lainnya untuk memberikan pengertian kepada anak.

2.      Hukuman distandarkan pada perilaku
Sebagaimana halnya pemberian hadiah yang harus distandarkan pada perilaku, maka demikian halnya hukuman, bahwa hukuman harus berawal dari penilaian terhadap perilaku anak, bukan ’pelaku’ nya. Setiap anak bahkan orang dewasa sekalipun tidak akan pernah mau dicap jelek, meski mereka melakukan suatu kesalahan.

3.      Menghukum tanpa emosi
Kesalahan yang paling sering dilakukan orangtua dan pendidik adalah ketika mereka menghukum anak disertai dengan emosi kemarahan. Bahkan emosi kemarahan itulah yang menjadi penyebab timbulnya keinginan untuk menghukum. Dalam kondisi ini, tujuan sebenarnya dari pemberian hukuman yang menginginkan adanya penyadaran agar anak tak lagi melakukan kesalahan, menjadi tak efektif. Kesalahan lain yang sering dilakukan seorang pendidik ketika menghukum anak didiknya dengan emosi, adalah selalu disertai nasehat yang panjang lebar dan terus mengungkit-ungkit kesalahan anak. Dalam kondisi seperti ini sangat tidak efektif jika digunakan untuk memberikan nasehat panjang lebar, sebab anak dalam kondisi emosi sedang labil, sehingga yang ia rasakan bukannya nasehat tetapi kecerewetan dan omelan yang menyakitkan.

4.      Hukuman sudah disepakati
Sama seperti metode pemberian hadiah yang harus dimusyawarahkan dan didiologkan terlebih dahulu, maka begitu pula yang harus dilakukan sebelum memberikan hukuman. Adalah suatu pantangan memberikan hukuman kepada anak, dalam keadaan anak tidak menyangka ia akan menerima hukuman, dan ia dalam kondosi yang tidak siap. Mendialogkan peraturan dan hukuman dengan anak, memiliki arti yang sangat besar bagi si anak. Selain kesiapan menerima hukuman ketika melanggar juga suatu pembelajaran untuk menghargai orang lain karena ia dihargai oleh orang tuanya.

5.      Adanya tahapan pemberian hukuman.
Dalam memberikan hukuman tentu harus melalui beberapa tahapan, mulai dari yang teringan hingga akhirnya jadi yang terberat. Untuk itu kita perlu merujuk kepada al-Qur’an, seperti apa konsep tahapan hukuman yang dibicarakan disana. 

b.      Tahapan dalam memberi hukuman kepada anak, yaitu:
1.      Saat anak melakukan kesalahan kita boleh berpura-pura tidak tahu. Setelah itu berilah ia sindiran atau isyarat tentang kesalahan yang telah dikerjakannya. Hal ini dimaksudkan untuk member anak kesempatan berintrospeksi diri sambil melihat adakah ia segera membenahi kesalahannya. Dalam tahap ini kita tidak perlu membeberkan kesalahan itu dengan sikap yang sangat keras.

2.      Bila langkah pertama tidak menyadarkan anak, tegurlah anak anda secara halus. Sampaikan padanya penjelasan yang lembut tentang kesalahan dan mintalah berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Ini terlihat mudah. Bagi kita yang tidak terbiasa berkata lembut, mungkin karena berkarakter keras, cobalah untuk berlatih menahan diri. Kata-kata yang keras tidak selalu efektif bisa menyadarkan anak. Bisa jadi anak akan berontak dan pelan-pelan mencontoh sika keras kita. Sedangkan sikap keras kita suatu saat mungkin tidak lagi ampuh untuk menaklukkan anak hingga dibutuhkan sikap yang lebih keras lagi.

3.      Tegurlah anak dengan sikap yang tegas. Mohon dibedakan antara sikap tegas dengan sikap keras meskipun batas antara keduanya sangatlah tipis. Kita mungkin ingin berisikap tegas, tapi terlanjur keras. Atau kita bersikap keras dengan maksud ingin memberi ketegasan kepada anak. Sikap tegas selalu menggunakan kalimat yang jelas dan ringkas sehingga anak dapat dengan segera menangkap maksudnya. Intonasi atau tekanan kalimat dalam sikap tegas ini sama sekali jauh dari getaran yang menyudutkan anak. Intonasinya datar-datar saja tapi penuh wibawa dan tenaga. Sedangkan sikap keras bisa jadi menggunakan struktur kalimat yang sama dengan sikap tegas. Yang membedakannya adalah getaran suara yang didengar anak sungguh terasa menyakitkan hati. Anak jelas merasa disalahkan,, disudutkan, dipojokkan, atau apalah istilahnya, yang pasti ia merasa harga dirinya hancur oleh kalimat yang didengarnya itu.

Tentu saja yang harus kita lakukan adalah menegur anak dengan sikap tegas tanpa harus meluruhkan harga dirinya. Orangtua atau pendidik perlu berlatih kapan dan bagaimana ia bersikap tegas. Berikaplah sesuai waktunya, dan jangan berlebihan.

Untuk itu kembali kualitas emosi orangtua atau pendidik diuji. Ia boleh marah tapi tidak benar-benar marah. Marah yang ditampilkan dihadapan anak hanyalah bentuk ekspresi luaran saja, sementara otak hari dan hati tetap dingin dan terjaga kendalinya. Bila kita bisa mengendalikan diri, maka sikap tegas akan muncul dengan sendirinya. Pilihan kata-kata kita akan terjaga. Intonasi dan getasran suara akan dengan sendirinya menyesuaikan kondisi hati yang tetap dingin dan jauh dari emosi yang sesunggunya.

4.      Ini langkah terakhir bila langkah pertama sampai ketiga tetap saja tidak menyadarkan anak dari kesalahannya. Ialah dengan memukul. Tetapi bukan memukul dengan kekerasan, tetapi memukul dengan kasih sayang. Pukulan ini merupakan pilihan terakhir serangkaian usaha kita mendidik anak. Pukulan bukan satu-satunya cara yang paling utama. Pukulan tetaplah sikap pamungkas dari usaha kita menyadarkan anak. Dengan demikian kita tidak diperkenankan main pukul sembarangan sebelum melalui tahapan penyadaran. Sekali lagi hal ini bukanlah legitimisi bahwa kita boleh memukul anak. Jika terpaksa harus menggunakan pukulan, kita harus memukul dengan menggunakan perasaan hati. Dapat kita pahami teryata yang penting bukan seberapa kuat kita memukul anak. Sebuah pukulan itu sendiri baik yang lembut apalagi yang kuat, sudah sangat menusuk hati anak. 

    Oleh karena itu, menjadi tidak penting memerhatikan kuat lemahnya pukulan, toh anak sudah merasa dirugikan. Akan sangat bijaksana apabila kita menggunakan efek dari pukulan ini tidak untuk benar-benar menyakiti fisik anak. Jelasnya, jangan pernah memukul anak dengan tujuan untuk memukul itu sendiri, apalagi dengan mengerahkan tenaga orang dewasa. Pukullah dengan menyertakan perasaan hati yang dipenuhi oleh kasih sayang.


JANGNA MEMANJAKAN ANAK DAN MENURUTI SEMUA KEMAUANNYA

Khaulah binti Hakim berkata, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya anak itu bisa menjadi penyebab kikir, pengecut, bodoh, dan sedih.”Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Gantungkanlah pecut di tempat yang bisa dilihat oleh keluarga kalian.”

Jadi, di balik kecintaan dan kasih sayang orang tua kepada anaknya, Rasulullah tidak menginginkan adanya sikap memanjakan secara berlebihan dan memperturutkan semua keinginan anak. Sehingga sang anak nanti akan berbuat sesukanya dan menuruti semua yang diinginkannya, tanpa ada yang melarangnya.

Orang tua yang bersikap seperti ini sama dengan melakukan tindak kejahatan yang besar terhadap anaknya sendiri. Sikap memanjakan dan memberikan kasih sayang yang berlebihan ini mengakibatkan anak merasa tidak pernah ada yang melarang bila berbuat kesalahan serta sama sekali tidak pernah dibiasakan untuk taat kepada Allah dan memelihara batasan-batasan hukum-Nya.

    A.      Efek Negatif Akibat Memanjakan Anak
Ada sebuah peribahasa The Child is Father of The Man atau anak adalah ayah dari lelaki. Jika dimaknai, maksud dari peribahasa itu ialah anak yang dimanjakan oleh orangtuanya. Peribahasa di atas sudah menjadi fenomena sejak zaman dahulu kala. Para orangtua umumnya bersikap memanjakan anak-anak mereka. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa anak berkedudukan seperti raja di dalam sebuah keluarga. Tidak peduli keluarga itu keluarga kaya, keluarga menengah, keluarga sederhana, bahkan keluarga miskin sekalipun.

Anak kerap dinomorsatukan secara pelayanan, dipenuhi segala kebutuhannya, bagaimana pun caranya. Nyaris setiap orangtua selalu berusaha menjawab (memenuhi) segala keinginan anak-anak mereka. Anak memang segala-galanya bagi orangtua. Kehadiran anak dijadikan mitos sebagai pembawa rezeki dan kebahagiaan dalam keluarga. Kepada anak orangtua menaruh harapan-harapan, agar anak kelak memberikan kebanggaan dan kebahagiaan. Harapan orangtua, anak dapat hidup lebih baik dari diri mereka secara moril dan materil. Maka tak jarang orangtua yang menjadikan anak mereka asset keluarga. Orangtua yang terlalu berharap berlebihan kepada anaknya sesungguhnya telah membebani hidup anak, sebab anak akan merasa terpasung dalam menentukan sikap sesuai dengan keinginannya (niat dan bakatnya).

Atas hal itu, orangtua pun mempunyai cara-cara tersendiri dalam merawat, menjaga, dan mendidik anak-anak mereka. Demi mencapai harapan-harapan mereka, seringkali cara mendidik yang dilakukan orangtua kurang tepat. Masalah utamanya karena orangtua kurang memiliki pengetahuan dan wawasan yang memadai dalam mendidik putera puterinya. 

Ada tipe orangtua yang karena rasa sayangnya yang begitu besar pada sang anak, bersikap lunak dengan memperturutkan semua keinginan anak. Mereka tidak mau untuk mengatakan 'tidak' pada anak. Anak terbiasa tanpa kesulitan atau hambatan apapun untuk mendapatkan keinginannya. Jika butuh sesuatu tinggal mengatakannya pada orangtua. Anak tidak terbiasa dengan ujian.

Ada pula orang tua yang tidak memperbolehkan anak melakukan jenis pekerjaan rumah. Seperti merapikan tempat tidurnya dan membereskan mainannya. Tentu saja hal ini menjadikan anak tidak terampil karena tidak terbiasa dilatih di rumah. Padahal dengan bekerja, anak dapat mengenal rasa lelah dan menghargai waktu istirahatnya. Pekerjaan di dalam rumah merupakan ajang latihan agar mampu bekerja dan bertanggungjawab dengan pekerjaannya kelak.

Amat keliru orangtua yang menganggap bahwa dengan memberikan tugas-tugas atau meminta anak untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga merupakan pemberian beban pada anak. Padahal mengikutsertakan anak dalam bekerja di dalam rumah merupakan suatu bentuk pengakuan yang memang dicari anak. Anak justru akan merasa diakui, dihargai, memiliki manfaat bagi orang lain.

Ada beberapa hal yang patut ditanamkan bagi anak, yaitu sikap membantu, mampu kerja sama, dermawan, suka menolong dan bertanggung jawab. Bahkan orangtua dapat juga mendidik mental dan spiritual anak mereka, bukan hanya secara motorik. Tak ada salahnya orangtua mengajak anaknya untuk memikirkan dan memahami tentang berbagai hal, seperti perihal keluarga, tetangga, lingkungan sekitar yang terkena musibah, agama, atau kondisi bangsa dan negara. Dengan sikap seperti itu berarti orangtua telah mendidik anak untuk menjadi insan yang peka terhadap permasalahan, memiliki sikap respek terhadap diri dan lingkungannya. 

Pada umumnya anak-anak bersikap manja pada orang dewasa terutama pada orangtua mereka. Namun, hendaknya sikap-sikap itu diatasi dengan mengarahkan dan melatih agar sikap tersebut tidak mendominasi dalam diri anak. Seiring pertambahan usia yang semula kanak-kanak akan tumbuh menjadi remaja, kemudian menjadi manusia dewasa yang nota bene mau tidak mau harus sudah memiliki sikap tanggung jawab terhadap kehidupannya. Jika sikap manja dipertahankan hingga usia menjelang dewasa, tentu hal tersebut akan membawa dampak kurang baik. 

Anak manja akan cenderung bermasalah dibandingkan dengan anak yang tidak manja atau terlatih mandiri. Anak manja kerap mempunyai sikap tidak siap menghadapi peraturan-peraturan di lingkungannya dan tidak peduli dengan tanggung jawab sosial. Misalnya di lingkungan sekolah, saat guru memberikan tugas, anak tersebut akan merasa terbebani, bahkan tidak sedikit yang menolak tugas. Hal ini terjadi karena ia tidak biasa disusahkan, tidak peka dengan lingkungannya. Ia lebih terbiasa dibebaskan dari tugas-tugas, biasa dinomorsatukan, dan biasa dibantu. 

Pada akhirnya anak manja jadi cenderung untuk bersikap licik, mementingkan dirinya saja, tidak menghargai kepentingan orang lain, tidak sabar terhadap sesuatu, mudah rapuh dan putus asa, sulit untuk mandiri, dan lebih banyak menuntut hak-hak mereka. Mereka juga akan mengalami kesulitan dalam bergaul. 

Menghadapi kenyataan ini, orangtua ataupun guru masih dapat mengatasinya dengan mengajak berbicara secara terbuka, memberikan contoh-contoh kehidupan, memberikan wawasan untuk bergaul di masyarakat dengan semestinya. Lalu berikan pendidikan dan pelatihan yang memadai guna membentuk sikap-sikap yang baik pada diri anak. Tidak membiarkan anak bersikap yang salah merupakan tugas utama orangtua, namun tidak cukup dengan kata-kata, melainkan dengan contoh secara langsung. Anak-anak umunya bosan dinasehati, bosan dimarahi, bosan mendengarkan larangan-larangan. Cara yang efektif untuk mengatasinya yaitu dengan contoh nyata. Anak lebih cenderung untuk meniru yang dilihatnya dari pada yang didengarnya. Sesungguhnya niat dan sikap orangtua terhadap anak akan membentuk sifat dan sikap yang identik di dalam diri anak-anak. 

      B.       Bahaya Terlalu Memanjakan Anak
Hati-hati jika Anda terlalu memanjakan anak. Perlakuan Anda tersebut ternyata dapat menimbulkan efek tidak baik di kemudian hari. Anak akan menjadi pribadi yang rapuh, tidak bertanggungjawab, tumpul kepekaan sosialnya, dan egois. Padahal saya yakin seratus persen Anda tidak menginginkan anak Anda berkepribadian seperti itu. Mumpung belum terlambat, segera ubah perlakuan terhadap anak-anak Anda. Ajari mereka bersikap mandiri sejak kecil. Paling tidak, saat anak sudah memasuki usia Sekolah Dasar ia harus sudah belajar mandiri. Tidak perlu terlalu muluk-muluk, berikan ia tanggungjawab yang mudah dulu. Seperti menyiram bunga, menguras bak mandi, merapikan tempat tidur, dll. Bertahap namun pasti Anda bisa memberikan tanggungjawab yang lebih besar seiring dengan perkembangan usianya. 

Seringkali, orang tua menomorsatukan anak dalam hal pelayanan. Segala kebutuhan anak selalu dipenuhi bagaimana pun caranya. Kehadiran anak dijadikan mitos sebagai pembawa rezeki dan kebahagiaan dalam keluarga. Orangtua menaruh harapan-harapan kepada anak-anaknya agar mereka memberikan kebanggaan dan kebahagiaan. Banyak orang tua berharap anak-anaknya dapat hidup lebih baik dari diri mereka secara moril dan materil sehingga tidak jarang orangtua menjadikan anak-anaknya sebagai aset keluarga. Orangtua yang terlalu berharap berlebihan kepada anaknya sesungguhnya justru membebani hidup anak itu sendiri. Sebab anak akan merasa terpasung dalam menentukan sikap sesuai dengan keinginannya (niat dan bakatnya). 

Atas hal itu, orangtua pun mempunyai cara-cara tersendiri dalam merawat, menjaga, dan mendidik anak-anak mereka. Demi mencapai harapan-harapan mereka, seringkali cara mendidik yang dilakukan orangtua kurang tepat. Masalah utamanya karena orangtua kurang memiliki pengetahuan dan wawasan yang memadai dalam mendidik putera puterinya. 

Ada tipe orangtua yang karena rasa sayangnya yang begitu besar pada sang anak, bersikap lunak dengan memperturutkan semua keinginannya. Mereka tidak tega untuk mengatakan 'tidak' pada anak. Akibatnya, anak terbiasa tanpa kesulitan atau hambatan apapun untuk mendapatkan keinginannya. Hal itu membuat pribadi mereka menjadi rapuh dan tidak tahan uji. Walaupun sebenarnya orang tua tahu bahwa hidup itu penuh ujian dan masalah tapi tetap saja memanjakan anak-anaknya secara berlebihan. Padahal keterampilan dalam menghadapi masalah dan ujian itulah yang sebenarnya perlu ditanamkan kepada anak sejak mereka masih kecil. Agar kelak mereka mampu menghadapi masalah dan ujian yang lebih besar lagi. 

Mengikuti tips dari Mas Ricky mengenai Efek Parasit Dalam Bisnis Internet, beberapa waktu yang lalu saya membaca ebook mengenai biografi orang-orang yang sukses dalam hidup seperti KH. Abdullah Gymnastiar, Ciputra, Puspo Wardoyo, Bill Gates, dll. Dari situ saya dapat mengambil satu benang merah bahwa sejak kecil mereka dididik dan dibiasakan oleh orangtuanya untuk bersikap mandiri. Mereka sudah terbiasa merasakan susahnya hidup, menghargai uang, dan menghargai waktu sejak kecil. Tidak jarang mereka diajak orangtuanya untuk membantu berjualan di toko keluarga, merawat tanaman di kebun, atau menjajakan kue keliling kampung. Walaupun kebanyakan orang tua mereka tidak berpendidikan formal, namun mereka tahu bagaimana cara mendidik anak-anaknya di rumah. Hal itu sangat berbeda dengan zaman sekarang yang rata-rata orangtua berpendidikan tinggi namun seringkali salah dalam mendidik anak-anaknya di rumah. Hingga, tidak jarang anak sekarang masih sangat tergantung dengan orang tuanya saat ia sudah dewasa bahkan sudah menikah sekalipun.

      C.      Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Anak
Dalam sebuah keluarga, tentunya yang sangat berperan adalah ayah dan ibu (orang tua) dalam mendidik anak. Apa saja yang harus dilakukan oleh ayah dan ibu sebagai sebuah keluarga yang ideal dalam mendidik dan mengembangkan potensi/kemampuan anak-anak :

a.       Memahami makna mendidik.
Sebagai orang tua harus memahami benar apa makna dari mendidik sehingga tidak berpendapat bahwa mendidik adalah melarang, menasehat atau memerintah si anak. Tetapi harus dipahami bahwa mendidik adalah proses memberi pengertian atau pemaknaan kepada si anak agar si anak dapat memahami lingkungan sekitarnya dan dapat mengembangkan dirinya secara bertanggung jawab. 

Proses memberi pengertian atau pemaknaan ini dapat melalui komunikasi maupun teladan/tindakan, contoh : jika ingin anak disiplin maka orang tua dapat memberi teladan kepada si anak akan hal-hal yang baik dan beretika atau orang tua menciptakan komunikasi dengan si anak yang dialogis dengan penuh keterbukaan, kejujuran dan ketulusan. Apabila kita mengedepankan sikap memerintah, menasehat atau melarang maka langsung ataupun tidak akan berdampak pada sikap anak yang bergaya otoriter dan mau menang sendiri. Kiranya orang tua dapat mengambil pesan moral dari sajak yang ditulis oleh Dorothy Law Nolte dengan judul “Anak Belajar dari Kehidupannya”.

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia akan belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia akan belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia akan belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia akan belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia akan belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia akan belajar menaruh kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia akan belajar menghargai dirinya. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia akan belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Ada hubungan kausal antara bagaimana orang tua mendidik anak dengan apa yang diperbuat anak. Atau ibaratnya apa yang orang tua tabur itulah yang nanti akan dituai. Peran orang tua dalam mendidik anak tidak dapat tergantikan secara total oleh lembaga-lembaga persekolahan atau institusi formal lainnya. Karena bagaimanapun juga tanggung jawab mendidik anak ada pada pundak orang tua.

b.      Hindari mengancam, membujuk atau menjanjikan hadiah
Dalam mendidik anak jangan memakai cara membujuk dengan menjanjikan hadiah karena hal ini akan melahirkan ketergantungan anak terhadap sesuatu hal baru dia melakuka sesuatu. Hal ini akan mematikan motivasi, kreatifitas, insiatif dan pengertian serta kemandirian mereka terhadap hal-hal yang harus dia kerjakan. Contoh : menjanjikan hadiah kalau nilai sekolahnya baik, atau mengancam tidak memberi hadiah bila nilainya rendah. 

c.       Hindari sikap otoriter, acuh tak acuh, memanjakan dan selalu khawatir
Seorang anak akan dapat mandiri apabila dia punya ruang dan waktu baginya untuk berkreasi sesuai dengan kemampuan dan rasa percaya diri yang dimilikinya. Ini harus menjadi perhatian bersama karena hal tersebut dapat muncul dari sikap orang tuanya sendiri yang sadar atau tidak sadar ditampakkan pada saat interaksi terjadi antara ayah dan ibu dengan anak. Sehingga anak-anak akan termotivasi untuk mengaktualisasika potensi yang ada pada dirinya tanpa adanya tekanan atau ketakutan.

d.      Memahami bahasa non verbal
Memarahi anak yang melakukan kesalahan adalah sesuatu yang tidak efektif melainkan kita harus mendalami apa penyebab si anak melakukan kesalahan dan memahami perasaan si anak. Oleh karena itu perlu dikembangkan bahasa non verbal sebagai suatu upaya efektif untuk memahami masalah dan perasaan si anak. Bahasa non verbal adalah dengan memberi sentuhan, pelukan, menatap, memberi senyuman manis atau meletakkan tangan di bahu untuk menenangkan si anak, sehingga si anak merasa nyaman untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan atau perasaannya.

e.       Membantu anak memecahkan persoalan secara bersama.
Pada kondisi tertentu dibutuhkan keterlibatan kita sebagai orang tua untuk memecahkan masalah yang dihadapi si anak. Dalam hal membantu anak memecahkan persoalan anak, kita harus melakukannya dengan tetap menjunjung tinggi kemandiriannya.

f.       Menjaga keharmonisan dalam keluarga.
Ayah dan Ibu sering bertengkar dan berselisih bahkan melakukan kekerasan di depan anak-anak, sehingga anak-anak mencontoh dengan bertindak tidak menghargai teman sebayanya atau melakukan kekerasan pula pada temannya.

Demikian beberapa hal yang mestinya dijadi perhatian oleh para orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Diakui bahwa hal tersebut di atas dapat ditambahkan dengan hal lain yang positif agar menjadi perbendaharaan pengetahuan dalam mendidik, namun yang terutama dari semua itu adalah orang tua harus “bagaimana menciptakan dan membangun komunikasi yang efektif” dengan anak. Karena hal ini akan secara langsung menjaga dan memelihara kedekatan secara emosional dengan anaknya sehingga dapat mencegah perilaku menyimpang dari si anak. Dalam komunikasi juga perlu ditanamkan sikap optimisme pada anak, mengembangkan sikap keterbukaan pada anak dan perlu mengajarkan tata krama pada anak.

      D.    Pengaruh negatif bagi anak bila terlalu dimanjakan
Ada banyak hal yang merupakan Pengaruh negatif bagi anak bila terlalu dimanjakan. Berikut ini adalah beberapa dari hal, diantaranya :
 
         a.       Kurang Peka atau kurang inisiatif
Karena anak telah terbiasa dilayani, ini akan membuat anak menjadi kurang peka. Kurang adanya inisiatif untuk melakukan atau menyelesaikan sesuatu yang bermanfaat.
        b.      Anak akan menjadi malas
Bila Anda terus membiarkan anak menjadi manja, anak cenderung akan menjadi seorang yang pemalas, sulit untuk menyelesaikan pekerjaan, tugas, atau tanggungjawab yang sebenarnya dapat dia selesaikan.
       c.       Kecerdasan Emosional Menjadi Rendah
Hilangnya rasa empati, menghargai, dan hilangnya rasa tanggung jawab akan membuat kecerdasan emosianal sang anak menjadi rendah. Sikap ini tentunya membuat sang anak menjadi sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari orang lain.
      d.      Sulit untuk bersosialisasi
Salah satu akibat dari anak yang terlalu dimanja adalah akan membuat Ia sulit untuk bersosialisasi. Hubungan dengan teman-temannya biasanya akan menjadi seperti seorang majikan dan anak buah.

      E.     Cara menghadapi anak yang manja
Ada beberapa cara yang harus ditempuh oleh orang tua  dalam menghadapi anak yang manja, diantaranya :
      a.       Orang tua harus mempunyai kemauan untuk tidak lagi memanjakan anak. Perilaku manja salah satunya karena selama ini apa saja yang mereka inginkan selalu dituruti. Mulailah untuk tidak memanjakan anak dan ajarkan hidup mandiri dari hal-hal yang kecil,  Misalnya biasakan anak mengambil baju seragam sendiri, mengambil makan atau minum sendiri.
      b.      Orang tua harus dapat lebih mengerti tentang perasaan anak. Caranya adalah, buatlah anak menjadi suka menceritakan tentang dirinya atau pengalamannya. Ketika komunikasi sedang berlangsung, tunjukkan perasaan bahwa orang tua mengerti dan sangat memahami perasaan sang anak. Buatlah sang anak percaya diri dengan kemampuannya.
    c.       Jangan membandingkan anak dengan orang lain atau sebaliknya. Tanamkan kepadanya agar selalu berpikir positif terhadap apapun dan jangan lupa untuk selalu membesarkan hatinya.
    d.      Berilah perhatian. Ajak sang anak untuk melakukan aktifitas-aktifitas yang dia suka. Apabila ada permasalahan dengan saudaranya, jangan selalu dibenarkan dan jangan pula selalu disalahkan. Katakan dengan lembut agar dia dapat menghargai dan menyayangi saudaranya.
    e.       Orangtua harus dapat memupuk kepercayaan diri sang anak agar dapat mandiri. Jangan biarkan anak ketergantungan terhadap orangtua ataupun dengan orang lain. Selalu berikan kesempatan dan kebebasan untuknya melakukan sesuatu yang ke depannya akan bermanfaat positif. Ini sangat penting karena anak akan dapat melakukan sesuatu apabila dia bisa melakukannya.
   f.       Didiklah anak agar dapat berbaur dengan lingkungan sekitar dan teman-temannya. Hal ini akan membuatnya menjadi lebih bersemangat untuk berkreatifitas.
     g.      Menghargai kemampuan anak. Biarkan Ia melakukan sesuatu atau mencoba mengatai permasalahan yang dia hadapi. Jangan selalu diberi bantuan, terutama mengekang sang anak untuk tidak melakukan apapun.
Orang tua harus konsisten untuk tidak memanjakan anak, tidak hanya satu atau dua hari saja lalu kembali memanjakan mereka.



Daftar Pustaka

Tharsyah, Adnan.2006.”16 Jalan Kebahagiaan Sejati”. Jakarta : Hikmah
Munir, Abdullah.2006.”Spiritual Teaching”.Yogyakarta: Insan Madani

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...