Sebagai disiplin ilmu
yang otonom, psikologi agama memiliki ruang lingkup pembahasannya tersendiri
yang dibedakan dari disiplin ilmu yang mempelajari masalah agama yang lainnya.
Sebagai contoh, dalam tujuannnya psikologi agama dan ilmu perbandingan agama
memiliki tujuan yang tak jauh berbeda, yakni mengembangkan pemahaman terhadap
agama dengan mengaplikasikan metode-metode penelitian yang bertipe bukan agama
dan bukan teologis. Bedanya adalah, bila ilmu perbandingan agama cenderung
memusatkan perhatiaannya pada agama-agama primitif dan eksotis tujuannya adalah
untuk mengembangkan pemahaman dengan memperbandingkan satu agama dengan agama
lainnya. Sebaliknya psikologi agama, seperti pernyataan Robert H Thouless,
memusatkan kajiannya pada agama yang hidup dalam budaya suatu kelompok atau
masyarakat itu sendiri. Kajiannya terpusat pada pemahaman terhadap perilaku
keagamaan tersebut dengan menggunakan pendekatan psikologi (Robert H Thouless,
1992:25).
Berkenaan dengan hal
ini, lebih lanjut, Zakiah Daradjat (1970:12-15) menyatakan bahwa lapangan
penelitian psikologi agama mencakup proses beragama, perasaan dan kesadaran
beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari
keyakinan agama yang dianut. Oleh karena itu,
menurut Zakiah Daradjat, ruang lingkup kajian psikologi agama meliputi:
1. Bermacam-macam
emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama
orang biasa (umum), seperti rasa lega dan tentram sehabis shalat; rasa lepas
dari ketegangan bathin sesudah berdoa atau membaca ayat-ayat suci; perasaan
tenang, pasrah dan menyerah setelah berdzkir dan ingat kepada allah ketika
mengalami kesedihan dan kekecewaan.
2. Bagaimana
pengalaman dan perasaan seseorang secara individual terhadap tuhannya, misalnya
rasa tentram dan kelegaan bathin.
3. Mempelajari,
meneliti dan menganalisis pengaruh
kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati (akhirat) pada tiap-tiap orang.
4. Meneliti dan
mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan
dengan syurga dan neraka, serta dosa dan pahala yang turut member pengaruh
terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
5. Meneliti dan
mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci
untuk kelegaan bathinnya.
Semuanya itu menurut Zakiah
Daradjat tercakup dalam kesadaran agama (religious counsciousness) dan
pengalaman agama (religious experience). Yang dimaksud dengan kesadaran
agama adalah bagian /segi agama yang hadir (terasa) dalam pikiran yang
merupakan aspek menthal dari aktivitas agama. Sedangkan pengalaman agama adalah
unsur perasaan dalam kesadaran beragama, yaitu perasaan yang membawa kepada
keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah). Karenanya, psikologi agama
tidak mencampuri segala bentuk permasalahan yang menyangkut pokok keyakinan
suatu agama, termasuk tentang benar salahnya atau masuk akal dan tidaknya
keyakinan agama (1970:12-15).
Dengan demikian psikologi
agama menurut Zakiah Daradjat adalah mempelajari kesadaran agama pada seseorang
yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindak agama orang itu dalam
hidupnya (1970:15). Persoalan pokok dalam psikologi agama adalah kajian terhadap kesadaran agama
dan tingkah laku agama, (kata Robert H. Thouless: 11).
Hasil kajian psikologi
agama tersebut ternyata dapat dimanfaatkan dalam berbagai lapangan kehidupan
seperti untuk kepentingan politik, misalnya; dalam upaya mempertahankan polotik
penjajahan Belanda di tanah air. Di bidang industri, ajaran agama mengandung nilai-nilai
moral yang dapat menyadarkan para buruh / buruh dari perbuatan yang tak terpuji
dan merugikan perusahaan. Dalam membangun negaranya, unuk membangkitkan
perasaan dan kesadaran beragama. Dalam bidang psikoterapi, pengobatan pasien di
rumah-rumah sakit dan penyuluhan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Demikian
pula dalam lapangan pendidikan psikologi agama dapat difungsikan pada pembinaan
moral dan mental keagamaan peserta didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar