1.
Pengertian
Nilai Rujukan Kurikulum (Curriculum Value
Orientations)
Nilai rujukan (value orientations) pada dasarnya merupakan seperangkat keaykinan,
nilai dan gagasan yang dijadikan kerangka pikir untuk perncanaan kurikulum dan
yang mendasari tindakan pada semua tahap pengembangan kurikulum. Dalam konteks
pengembangan kurikulum, value
orientations dapat dibagi menjadi dua kategori:
a. Nilai
Rujukan Kurikulum (curriculum value
orientations)
b. Nilai
Rujukan Kurikulum Guru (Teacher’s curriculum value orientations) atau sering disederhankan istilahnya dengan
sebutan nilai rujukan guru atau teacher
value orientation (TVO)
Istilah nilai rujukan kurikulum (curriculum value orientations) diartikan
sebagai nilai rujukan yang digunakan dalam rangka mengembangkan ide dan dokumen
kurikulum oleh para pembuat kebijakan dan pengembang kurikulum pada tingkat
nasional (Jewett, Ennis dan Bain, 1995:23; Hasan, 2001:4). Sementara itu
istilah nilai rujukan guru (Teacher’s
curriculum value orientations) diartikan sebagai nilai rujukan yang
digunakan untuk mengembangkan proses implementasi kurikulum oleh para pelaksana
kurikulum pada tingkat satuan pendidikan atau sekolah dan sifatnya individual.
Istilah nilai rujukan kurikulum (curriculum value orientations) di
Indonesia dapat kita temukan dalam buku “Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup”
yang disebut dengan istilah “orientasi
pendidikan” dan orientasi pendidikan tersebut penekanannya pada kecakapan
hidup atau life skills.
Sebagai nilai yang sifatnya individual,
tidak mengherankan apabila nilai rujukan guru tidak sejalan dengan nilai
rujukan kurikulum sebagaimana diharapkan oleh para pengembang kurikulum tingkat
nasional. Mc Neil (1990: 103) dan Hasan (2001:7) mengemukakan, kurikulum
sebagai proses dapat merupakan kurikulum yang berbeda sama sekali dengan
keduanya (kurikulum sebagai ide dan kurikulum sebagai dokumen). Demikian juga
tidak terlalu mengherankan apabila dalam kenyataan menunjukkan bahwa setiap guru
memiliki nilai rujukan yang berbeda312 Cakrawala Pendidikan.
Jewet (1994:62) mengembangkan nilai rujukan
guru pendidikan jasmani (penjas) ke dalam lima kategori, yaitu social reconstruction, disciplinary mastery,
learning process, self actualization, dan ecological integration. Secara garis besar deskripsi dari
masing-masing nilai rujukan tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Disciplinary
mastery
Merupakan
nilai rujukan yang paling tradisional yang menempatkan prioritas utamanya pada penguasaan
subject matter. Contoh: model pendidikan gerak (Rink, 2002), model pendidikan
kebugaran (Aliance American for Health, Physical Education, Recreation, and
Dance, 1999); Teaching Children Games (Belka (1994), dan Sport Education (Siedentop,
1994).
b.
Social
reconstruction
Merupakan
nilai rujukan yang menempatkan prioritas utamanya pada penguasaan keterampilan soaial,
kerjasama dan kepemimpinan, pada saat sekarang lebih diarahkan pada pemecahan
masalah diskriminasiras, tingkatan sosial, gender, physical ability, dan penampilan
fisik.
c.
The
learning process
Lebih
menekankan pada proses belajar. Nilai rujukan ini didasarkan pada premis yang
menyatakan bahwa oleh karena volume pengetahuan yang besar dan perubahan yang
cepat akibat teknologi, maka pengembangan keterampilan proses untuk terus
belajar sama pentingnya dengan pengembangan keterampilan apa yang dipelajari.
d. Self-actualization
Merupakan
suatu nilai rujukan yang terpusat pada siswa yang menekankan pada otonomi
individu, pertumbuhan individu, dan penentuan arah individu sendiri.
Keputusankeputusan pembelajaran difokuskan sekitar untuk membantu siswa meraih potensinya
(Jewet, 1994:57).
e. Ecological integration
Pada
dasarnya menempatkan self-actualization sebagai bagian yang integral dari
lingkungan yang selalu berubah secara konstan. Belajar diperoleh melalui
kerjasama dengan orang lain di dalam sebuah lingkungan tertentu untuk membantu
siswa menciptakan kehidupan di masa yang akan datang yang akan dilaluinya.
Contoh model kurikulum Penjas yang didasarkan pada nilai rujukan ini adalah The
Personal Meaning (Jewett, 1994:61; Jewett, Bain, dan Ennis, 1995:35).
Nilai rujukan kurikulum (curriculum value orientations) di Indonesia di 313 Determinan
terhadap Kecenderungan Nilai Rujukan Guru Pendidikan Jasmani disebut dengan
istilah “orientasi pendidikan” (Depdiknas, 2003a:9). Orientasi pendidikan tersebut
penekanannya pada Life Skills atau
kecakapan hidup yang diartikan sebagai “kemampuan dan keberanian untuk
menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari
dan menemukan solusi untuk mengatasinya” (Depdiknas, 2003a: 10).
Kecakapan
hidup ini di dalamnya terdiri dari empat dimensi, yaitu: kecakapan personal,
sosial, akademik dan kecakapan profesional/vokasional. Komponen kecakapan hidup
ini sama dengan komponen kompetensi sebagaimana tertera dalam Kepmen No. 19
Tahun 2005. Dalam buku konsep pendidikan kecakapan hidup (Depdiknas, 2003a:9), dominasi
nilai rujukan penjas di Indonesia dideskripsikan bahwa di Sekolah Dasar
sebagian besar pendidikan difokuskan pada pembekalan kecakapan generik
(kecakapan social dan personal) dan sebagian kecil pada pembekalan kecakapan
spesifik (kecakapan akademik dan vokasional).
2. Sumber Nilai Rujukan
Kurikulum
Nilai
rujukan dikembangkan berdasarkan tiga sumber yang sering disebut sebagai sumber
kurikulum. Tyler (1950), Steinhart (1992) mengungkapkan tiga sumber kurikulum
yaitu:
a. Materi
(Subject Matter)
b. Individu
(individual)
c. Masyarakat
(Society)
Mengingat
sumber kurikulum tersebut berifat absolut, sementara dalam kenyataan nilai
rujukan kurikulum seringkali merupakan gabungan dari dua atau lebih sumber
kurikulum, maka para ahli kurikulum mengembangkan istilah lain yang lebih
bersifat relatif yaitu nilai rujukan (value
orientations). Istilah nilai rujukan ini diungkapkan dan diklasifikasikan
secara berbeda oleh para ahli kurikulum (Jewett, 1994).
Schubert
(1986) dalam buku Curriculum: Perspective,
Paradigm, and Possibility mengungkapkan value
orientations dalam istilah “curriculum
orientations” dan mengklasifikasikannya ke dalam tiga nilai rujukan, yaitu:
intelectual traditionalist, social
behaviorist dan experimentalist. Nilai rujukan intelectual traditionalist terfokus pada pengembangan intelektual
individu dengan memelihara dan memanfaatkan berbagai gagasan besar
kehidupan (life’s great ideas) yang sudah dilakukan dan ditemukan oleh para
pendahulu yang dituangkan dalam literatur liberal
arts tradition. Sumber kurikulum intelectual
traditionalist lebih cenderung merupakan perpaduan antara subject matter dan individual.
Nilai
rujukan social behaviorist terfokus
pada pengembangan masyarakat agrikultur dan industri ke masyarakat pasca
industri dengan memanfaatkan keterampilan dan pengetahuan operasional, yang
berdasarkan hasil kajian ilmiah berguna bagi masyarakat dan kehidupan modern.
Para siswa dipersiapkan untuk memasuki kehidupan tersebut. Sumber kurikulum social behaviorist lebih cenderung
merupakan perpaduan antara subject matter
dan masyarakat (society).
Kurikulum
experimentalist terfokus pada
pengembangan minat manusia yang paling dasar (the most fundamental human interests), yaitu personal and collective liberty that seeks equality and justice dengan
memanfaatkan variasi pengalaman dan gagasan yang diperoleh setiap individu yang
terlibat dalam proses pendidikan. Siswa harus diberi kesempatan untuk
merekonstrusi pengalaman, mengkaji kemungkinan makna, dan menginterprestasikan
kegunaannya berdasarkan maknanya sendiri. Namun demikian pengembangan
individual bukanlah merupakan akhir melainkan merupakan pusat (center) dari masyarakat sehingga
keduanya bisa tumbuh. Sumber kurikulum experimentalist
lebih cenderung merupakan perpaduan
antara individu dan masyarakat (society).
Keterkaitan
antara nilai rujukan kurikulum dengan kurikulum dapat dilihat pada dokumen
Ketentuan Umum Kurikulum 2004 dan Pengantar Kurikulum 2004, sebagai “Upaya
peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh..”. Pengembangan
aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup
(life-skills) yang diwujudkan melalui
pencapaian kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri dan
berhasil di masa datang”.
Dari
uraian tersebut dapatlah dikatakan bahwa substansi dari nilai rujukan kurikulum
di Indonesia pada dasarnya adalah kecakapan hidup yang dalam dokumen kurikulum
direalisasikan melalui pencapaian kompetensi sesuai dengan mata pelajaran
masing-masing.
Social reconstruction
muncul sebagai nilai rujukan dalam pengembangan kurikulum pada tahun 1940-an di
AS, pada saat perang dunia kedua ketika keterampilan kerjasama dan kepemimpinan
sangat dibutuhkan. Pandangan ini menempatkan kurikulum sekolah sebagai
kendaraan untuk menciptakan sebuah masyarakat yang lebih baik. Prioritas utama
diarahkan pada kebutuhan masyarakat dari pada kebutuhan individu. Perkembangan
penerapan nilai rujukan social reconstruction pada saat sekarang lebih
diarahkan pada pemecahan masalah diskriminasi ras, tingkatan sosial, gender,
physical ability, dan penampilan fisik.
Self- actualization
merupakan suatu nilai rujukan yang terpusat pada siswa yang menekankan pada
otonomi individu, pertumbuhan individu dan penentuan arah individu sendiri.
Keputusan-keputusan pembelajaran difokuskan sekitar untuk membantu siswa meraih
potensinya.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar.
2007. “Manajemen Perkembangan Kurikulum”.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan
Pembelajaran. (2006). “Kurikulum dan Pembelajaran”. UPI Press Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar