Jumat, 14 September 2012

Nilai Rujukan Kurikulum I Pengertian Nilai Rujukan Kurikulum (Curriculum Value Orientations) I Sumber Nilai Rujukan Kurikulum



  
1.      Pengertian Nilai Rujukan Kurikulum (Curriculum Value Orientations)
Nilai rujukan (value orientations) pada dasarnya merupakan seperangkat keaykinan, nilai dan gagasan yang dijadikan kerangka pikir untuk perncanaan kurikulum dan yang mendasari tindakan pada semua tahap pengembangan kurikulum. Dalam konteks pengembangan kurikulum, value orientations dapat dibagi menjadi dua kategori:

a.       Nilai Rujukan Kurikulum (curriculum value orientations)
b.      Nilai Rujukan Kurikulum Guru (Teacher’s curriculum value orientations)  atau sering disederhankan istilahnya dengan sebutan nilai rujukan guru atau teacher value orientation (TVO)

Istilah nilai rujukan kurikulum (curriculum value orientations) diartikan sebagai nilai rujukan yang digunakan dalam rangka mengembangkan ide dan dokumen kurikulum oleh para pembuat kebijakan dan pengembang kurikulum pada tingkat nasional (Jewett, Ennis dan Bain, 1995:23; Hasan, 2001:4). Sementara itu istilah nilai rujukan guru (Teacher’s curriculum value orientations) diartikan sebagai nilai rujukan yang digunakan untuk mengembangkan proses implementasi kurikulum oleh para pelaksana kurikulum pada tingkat satuan pendidikan atau sekolah dan sifatnya individual.

Istilah nilai rujukan kurikulum (curriculum value orientations) di Indonesia dapat kita temukan dalam buku “Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup” yang disebut dengan istilah “orientasi pendidikan” dan orientasi pendidikan tersebut penekanannya pada kecakapan hidup atau life skills.

Sebagai nilai yang sifatnya individual, tidak mengherankan apabila nilai rujukan guru tidak sejalan dengan nilai rujukan kurikulum sebagaimana diharapkan oleh para pengembang kurikulum tingkat nasional. Mc Neil (1990: 103) dan Hasan (2001:7) mengemukakan, kurikulum sebagai proses dapat merupakan kurikulum yang berbeda sama sekali dengan keduanya (kurikulum sebagai ide dan kurikulum sebagai dokumen). Demikian juga tidak terlalu mengherankan apabila dalam kenyataan menunjukkan bahwa setiap guru memiliki nilai rujukan yang berbeda312 Cakrawala Pendidikan.

 Jewet (1994:62) mengembangkan nilai rujukan guru pendidikan jasmani (penjas) ke dalam lima kategori, yaitu social reconstruction, disciplinary mastery, learning process, self actualization, dan ecological integration. Secara garis besar deskripsi dari masing-masing nilai rujukan tersebut adalah sebagai berikut.

a.      Disciplinary mastery
Merupakan nilai rujukan yang paling tradisional yang menempatkan prioritas utamanya pada penguasaan subject matter. Contoh: model pendidikan gerak (Rink, 2002), model pendidikan kebugaran (Aliance American for Health, Physical Education, Recreation, and Dance, 1999); Teaching Children Games (Belka (1994), dan Sport Education (Siedentop, 1994). 

b.      Social reconstruction
Merupakan nilai rujukan yang menempatkan prioritas utamanya pada penguasaan keterampilan soaial, kerjasama dan kepemimpinan, pada saat sekarang lebih diarahkan pada pemecahan masalah diskriminasiras, tingkatan sosial, gender, physical ability, dan penampilan fisik. 

c.       The learning process
Lebih menekankan pada proses belajar. Nilai rujukan ini didasarkan pada premis yang menyatakan bahwa oleh karena volume pengetahuan yang besar dan perubahan yang cepat akibat teknologi, maka pengembangan keterampilan proses untuk terus belajar sama pentingnya dengan pengembangan keterampilan apa yang dipelajari. 

d.      Self-actualization
Merupakan suatu nilai rujukan yang terpusat pada siswa yang menekankan pada otonomi individu, pertumbuhan individu, dan penentuan arah individu sendiri. Keputusankeputusan pembelajaran difokuskan sekitar untuk membantu siswa meraih potensinya (Jewet, 1994:57). 

e.       Ecological integration
Pada dasarnya menempatkan self-actualization sebagai bagian yang integral dari lingkungan yang selalu berubah secara konstan. Belajar diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain di dalam sebuah lingkungan tertentu untuk membantu siswa menciptakan kehidupan di masa yang akan datang yang akan dilaluinya. Contoh model kurikulum Penjas yang didasarkan pada nilai rujukan ini adalah The Personal Meaning (Jewett, 1994:61; Jewett, Bain, dan Ennis, 1995:35). 

  Nilai rujukan kurikulum (curriculum value orientations) di Indonesia di 313 Determinan terhadap Kecenderungan Nilai Rujukan Guru Pendidikan Jasmani disebut dengan istilah “orientasi pendidikan” (Depdiknas, 2003a:9). Orientasi pendidikan tersebut penekanannya pada Life Skills atau kecakapan hidup yang diartikan sebagai “kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya” (Depdiknas, 2003a: 10). 

Kecakapan hidup ini di dalamnya terdiri dari empat dimensi, yaitu: kecakapan personal, sosial, akademik dan kecakapan profesional/vokasional. Komponen kecakapan hidup ini sama dengan komponen kompetensi sebagaimana tertera dalam Kepmen No. 19 Tahun 2005. Dalam buku konsep pendidikan kecakapan hidup (Depdiknas, 2003a:9), dominasi nilai rujukan penjas di Indonesia dideskripsikan bahwa di Sekolah Dasar sebagian besar pendidikan difokuskan pada pembekalan kecakapan generik (kecakapan social dan personal) dan sebagian kecil pada pembekalan kecakapan spesifik (kecakapan akademik dan vokasional). 

2.      Sumber Nilai Rujukan Kurikulum
Nilai rujukan dikembangkan berdasarkan tiga sumber yang sering disebut sebagai sumber kurikulum. Tyler (1950), Steinhart (1992) mengungkapkan tiga sumber kurikulum yaitu:

a.       Materi (Subject Matter)
b.      Individu (individual)
c.       Masyarakat (Society)

Mengingat sumber kurikulum tersebut berifat absolut, sementara dalam kenyataan nilai rujukan kurikulum seringkali merupakan gabungan dari dua atau lebih sumber kurikulum, maka para ahli kurikulum mengembangkan istilah lain yang lebih bersifat relatif yaitu nilai rujukan (value orientations). Istilah nilai rujukan ini diungkapkan dan diklasifikasikan secara berbeda oleh para ahli kurikulum (Jewett, 1994).

Schubert (1986) dalam buku Curriculum: Perspective, Paradigm, and Possibility mengungkapkan value orientations dalam istilah “curriculum orientations” dan mengklasifikasikannya ke dalam tiga nilai rujukan, yaitu: intelectual traditionalist, social behaviorist dan experimentalist. Nilai rujukan intelectual traditionalist terfokus pada pengembangan intelektual individu dengan memelihara dan memanfaatkan berbagai gagasan besar kehidupan  (life’s great ideas) yang sudah dilakukan dan ditemukan oleh para pendahulu yang dituangkan dalam literatur liberal arts tradition. Sumber kurikulum intelectual traditionalist lebih cenderung merupakan perpaduan antara subject matter dan individual.

Nilai rujukan social behaviorist terfokus pada pengembangan masyarakat agrikultur dan industri ke masyarakat pasca industri dengan memanfaatkan keterampilan dan pengetahuan operasional, yang berdasarkan hasil kajian ilmiah berguna bagi masyarakat dan kehidupan modern. Para siswa dipersiapkan untuk memasuki kehidupan tersebut. Sumber kurikulum social behaviorist lebih cenderung merupakan perpaduan antara subject matter dan masyarakat (society).

Kurikulum experimentalist terfokus pada pengembangan minat manusia yang paling dasar (the most fundamental human interests), yaitu personal and collective liberty that seeks equality and justice dengan memanfaatkan variasi pengalaman dan gagasan yang diperoleh setiap individu yang terlibat dalam proses pendidikan. Siswa harus diberi kesempatan untuk merekonstrusi pengalaman, mengkaji kemungkinan makna, dan menginterprestasikan kegunaannya berdasarkan maknanya sendiri. Namun demikian pengembangan individual bukanlah merupakan akhir melainkan merupakan pusat (center) dari masyarakat sehingga keduanya bisa tumbuh. Sumber kurikulum experimentalist lebih cenderung merupakan  perpaduan antara individu dan masyarakat (society).

Keterkaitan antara nilai rujukan kurikulum dengan kurikulum dapat dilihat pada dokumen Ketentuan Umum Kurikulum 2004 dan Pengantar Kurikulum 2004, sebagai “Upaya peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh..”. Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup (life-skills) yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri dan berhasil di masa datang”.

Dari uraian tersebut dapatlah dikatakan bahwa substansi dari nilai rujukan kurikulum di Indonesia pada dasarnya adalah kecakapan hidup yang dalam dokumen kurikulum direalisasikan melalui pencapaian kompetensi sesuai dengan mata pelajaran masing-masing.

Social reconstruction muncul sebagai nilai rujukan dalam pengembangan kurikulum pada tahun 1940-an di AS, pada saat perang dunia kedua ketika keterampilan kerjasama dan kepemimpinan sangat dibutuhkan. Pandangan ini menempatkan kurikulum sekolah sebagai kendaraan untuk menciptakan sebuah masyarakat yang lebih baik. Prioritas utama diarahkan pada kebutuhan masyarakat dari pada kebutuhan individu. Perkembangan penerapan nilai rujukan social reconstruction pada saat sekarang lebih diarahkan pada pemecahan masalah diskriminasi ras, tingkatan sosial, gender, physical ability, dan penampilan fisik.

Self- actualization merupakan suatu nilai rujukan yang terpusat pada siswa yang menekankan pada otonomi individu, pertumbuhan individu dan penentuan arah individu sendiri. Keputusan-keputusan pembelajaran difokuskan sekitar untuk membantu siswa meraih potensinya.


DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 2007. “Manajemen Perkembangan Kurikulum”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. (2006). “Kurikulum dan   Pembelajaran”. UPI Press Bandung.

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...