Landasan
Psikologis Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang
berasal dari psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana
perkembangan peserta didik, serta bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar
itu terdapat dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan dalam pengembangan
kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi
perkembangan dapat diartikan sebagai berikut “ ... That branch of psychology
which studies processes of pra and post natal growth and the maturation of
behavior.” Artinya, psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi yang
mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum maupun setelah kelahiran
berikut kematangan perilaku. (J.P. Chaplin, 1979).
Sementara itu, Ross Vasta, dkk. (1992) mengemukakan bahwa psikologi
perkembangan adalah “ Cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laku
dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi
sampai mati.” Pemahaman peserta didik sangat penting dalam pengembangan
kurikulum. Melalui kajian tentang perkembangan peserta didik, diharapkan upaya
pendidikan yang dilakukan sesuai dengan karakteristik peserta didik, baik
penyesuaian dari segi kemampuan yang harus dicapai, materi atau bahan yang
harus disampaikan, proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian
dari segi evaluasi pembelajaran.
a.
Perkembangan
Peserta Didik dan Kurikulum
Setiap individu akan melalui fase-fase perkembangan dalam
kehidupannya. Beberapa ahli mengemukakan fase-fase yang berbeda untuk
menggambarkan perkembangan individu menurut tahapan, antara lain :
1)
Menurut
Hurlock :
§ Fase Prenatal : sebelum lahir, yaitu masa konsepsi sampai 9 bulan
§ Fase Infancy : orok, yaitu lahir sampai 10-14 hari
§ Fase Childhood : kanak-kanak, yaitu 2 tahun sampai remaja
§ Fase Adolescence/ puberty : 11-13 tahun sampai usia 21 tahun
2)
Menurut
Rousseau :
§ Usia Pengasuhan : 0,0 – 2,0 tahun
§ Masa Pendidikan Jasmani dan Pancaindra : 2,0 – 12,0 tahun
§ Periode Pendidikan Awal : 12,0 – 15,0 tahun
§ Periode Pendidikan Watak dan Pendidikan Agama : 15,0 –20,0
Adapun
fase-fase perkembangan individu menurut Usia, antara lain:
1)
Menurut
Syamsu Yusuf :
§ Masa Usia Prasekolah : 0,0 – 6 tahun
§ Masa Usia Sekolah Dasar : 6,0 – 12 tahun
§ Masa Usia Sekolah Menengah : 12,0 – 18 tahun
Pemahaman
tentang perkembangan peserta didik sebagaimana diuraikan di atas berimplikasi
terhadap pengembangan kurikulum, antara lain :
1)
Setiap
peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat,
minat, dan kebutuhannya
2)
Disamping
disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari
setiap anak di sekolah, juga perlu disediakan pelajaran pilihan yang sesuai
dengan minat anak
3)
Lembaga
pendidikan hendaknya menyediakan bahan ajar baik yang bersifat kejuruan maupun
akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk
melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya
4)
Kurikulum
memuat tujuan-tujuan yang mengandung aspek pengetahuan, nilai/ sikap, dan
keterampilan yang menggambarkan pribadi yang utuh lahir dan batin
b.
Psikologi
Belajar dan Pengembangan Kurikulum
Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu
belajar. Psikologi belajar erat kaitannya dengan teori belajar. Teori-teori
balajar berdasarkan pendekatan psikologis adalah upaya mengenali kondisi
objektif terhadap individu anak yang sedang engalami proses belajar dalam
rangka pertumbuhan dan perkemabngan menuju kedewasaan..
Pendekatan terhadap belajar berdasarkan satu teori tertentu
merupakan asumsi yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaannya berkaitan
dengan aspek-aspek dan akibat yang mungkin ditimbulkannya. Sedikitnya ada tiga
jenis teori belajar yang berkembang dewasa ini dan memiliki pengaruh terhadap
pengembangan kurikulum di Indonesia pada khususnya. Teori belajar tersebut
ialah :
1)
Teori
Psikologi Kognitif (Kognitivisme)
Teori psikologi kognitif dikenal dengan cognitif gestalt field.
Teori belajar ini adalah teori insight. Aliran ini bersumber dari Psikologi
Gestalt Field. Menurut mereka belajar adalah proses mengembangkan insight atau
pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman terjadi apabila individu
menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada di lingkungan,
termasuk struktur tubuhnya sendiri.
Berdasarkan teori perkembangan kognitif dari Piaget, guru mempunyai
peranan dalam proses belajar mengajar sebagai berikut :
§ Merancang program, menata lingkungan yang kondusif, memilih materi
pelajaran, dan mengendalikan aktivitas murid untuk melakukan inkuiri dan
interaksi dengan lingkungan
§ Mendiagnosis tahap perkembangan murid, menyajikan permasalahan kepada
murid yang sejajar dengan tingkat perkembangannya
§ Mendorong perkembangan murid ke arah perkembangan berikutnya dengan
cara memberikan latihan, bertanya dan mendorong murid untuk melakukan
eksplorasi (Y. Suyitno, 2007 : 101-102)
2)
Teori
Psikologi Behavioristik
Teori ini berangkat dari asumsi bahwa anak atau individu tidak
memiliki/ membawa potensi apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak
ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan. Lingkunganlah yang
membentuknya, baik lingkungan keluarga, sakolah dan masyarakat, lingkungan
manusia, alam, budaya maupun religi. Teori ini tidak mengakui sesuatu yang
bersifat mental. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati
dan menekankan pada pengaruh faktor eksternal pada diri individu.
Peranan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan teori
psikologi behavioristik adalah sebagai berikut :
§ Mengindentifikasi perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam
rumusan yang spesifik
§ Mengindentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses belajar.
Bentuk-bentuk kompetensi yang diharapkan dalam bidang studi dijabarkan secara
spesifik dalam tahap-tahap kecil. Penguasaan keterampilan melalui tahap-tahap
ini sebagai tujuan yang akan dicapai dalam proses belajar
§ Mengindentifikasi reinforce yang memadai. Reinforce dapat berbentuk
mata pelajaran, kegiatan belajar, perhatian dan penghargaan, dan
kegiatan-kegiatan yang dipilih siswa
§ Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan dengan jalan memperlemah
pola perilaku yang dikehendaki (Y. Suyitno, 2007 : 106)
3)
Teori
Psikologi Humanistik
Tokoh teori ini adalah Abraham H. Maslow dan Carl R. Roger. Teori
ini berpandangan bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri,
oleh faktor internal, dan bukan oleh faktor lingkungan. Karena itu teori ini
disebut juga dengan “ self theory.” Manusia yang mencapai puncak
perkembangannya adalah yang mampu mengaktualisasikan dirinya, mampu
mengembangkan potensinya dan merasa dirinya itu utuh, bermakna, dan berfungsi
atau full functioning person (Y. Suyitno, 2007 : 103)
Teori humanistik menolak proses mekanis dalam belajar, karena
belajar adalah suatu proses mengembangkan pribadi secara utuh. Keberhasilan
siswa dalam belajar tidak ditentukan oleh guru atau faktor-faktor eksternal
lainnya, akan tetapi oleh siswa itu sendiri. Belajar melibatkan faktor
intelektual dan emosional. Aliran ini percaya bahwa dorongan untuk belajar dari
dalam diri sendiri (motivasi intrinsik). Carl R. Roger (Y. Suyitno, 2007 : 103)
mengemukakan prinsip-prinsip belajar berdasarkan teori psikologi humanistik
sebagi berikut :
§ Manusia mempunyai dorongan untuk belajar, dorongan ingin tahu,
melakukan eksplorasi dan mengasimilasi pengalaman baru
§ Belajar akan bermakna, apabila yang dipelajari itu relevan dengan
kebutuhan anak
§ Belajar diperkuat dengan jalan mengurangi ancaman eksternal seperti
hukuman, sikap merendahkan murid, mencemoohkan, dan sebagainya
§ Belajar dengan inisiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan
pribadi, baik intelektual maupun perasaan
§ Sikap berdiri sendiri, kreativitas dan percaya diri diperkuat
dengan penilaian diri sendiri. Penilaian dari luar merupakan hal yang sekunder
Bertentangan
dengan teori behavioristik yang lebih menekankan artisipasi aktif guru dalam
belajar, peranan guru menurut teori belajar behavioristik adalah sebagai
pembimbing, sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan kepada siswa dalam
belajar. Menurut Carl R. Rogers, peran guru sebagai fasilitator dapat
dijabarkan sebagi berikut :
§ Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif dan sikap positif
terhadap belajar
§ Membantu siswa mengklasifikasikan tujuan belajar, dan guru
memberikan kesempatan secara bebas kepada siswa untuk menyatakan apa yang
hendak dan ingin mereka pelajari
§ Membantu siswa mengembangkan dorongan dan tujuannya sebagai
kekuatan untuk belajar
§ Menyediakan sumber-sumber belajar, termasuk juga menyediakan
dirinya sebagai sumber belajar bagi siswa. (Y. Suyitno, 2007 : 104)
DAFTAR
PUSTAKA
Kurniasih dan Syaripudin, Tatang. (2007). Landasan Filosofis
Pendidikan dan Landasan Pendidikan. Bandung: Sub Koordinator MKPD Landasan
Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Mudyahardo, Redja. (2001). Landasan-landaan Filosofis
Pendidikan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.
Nasution, S. (1993), Pengembangan Kurikulum. Bandung: Citra
Aditya Bakti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar