Jumat, 14 September 2012

Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum I Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum I Psikologi Belajar dan Pengembangan Kurikulum


     Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar itu terdapat dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan dapat diartikan sebagai berikut “ ... That branch of psychology which studies processes of pra and post natal growth and the maturation of behavior.” Artinya, psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan perilaku. (J.P. Chaplin, 1979).

Sementara itu, Ross Vasta, dkk. (1992) mengemukakan bahwa psikologi perkembangan adalah “ Cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai mati.” Pemahaman peserta didik sangat penting dalam pengembangan kurikulum. Melalui kajian tentang perkembangan peserta didik, diharapkan upaya pendidikan yang dilakukan sesuai dengan karakteristik peserta didik, baik penyesuaian dari segi kemampuan yang harus dicapai, materi atau bahan yang harus disampaikan, proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari segi evaluasi pembelajaran.

a.      Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum
Setiap individu akan melalui fase-fase perkembangan dalam kehidupannya. Beberapa ahli mengemukakan fase-fase yang berbeda untuk menggambarkan perkembangan individu menurut tahapan, antara lain :
1)      Menurut Hurlock :
§  Fase Prenatal : sebelum lahir, yaitu masa konsepsi sampai 9 bulan
§  Fase Infancy : orok, yaitu lahir sampai 10-14 hari
§  Fase Childhood : kanak-kanak, yaitu 2 tahun sampai remaja
§  Fase Adolescence/ puberty : 11-13 tahun sampai usia 21 tahun
2)      Menurut Rousseau :
§  Usia Pengasuhan : 0,0 – 2,0 tahun
§  Masa Pendidikan Jasmani dan Pancaindra : 2,0 – 12,0 tahun
§  Periode Pendidikan Awal : 12,0 – 15,0 tahun
§  Periode Pendidikan Watak dan Pendidikan Agama : 15,0 –20,0
Adapun fase-fase perkembangan individu menurut Usia, antara lain:
1)      Menurut Syamsu Yusuf :
§  Masa Usia Prasekolah : 0,0 – 6 tahun
§  Masa Usia Sekolah Dasar : 6,0 – 12 tahun
§  Masa Usia Sekolah Menengah : 12,0 – 18 tahun
Pemahaman tentang perkembangan peserta didik sebagaimana diuraikan di atas berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum, antara lain :
1)      Setiap peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya
2)      Disamping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, juga perlu disediakan pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak
3)      Lembaga pendidikan hendaknya menyediakan bahan ajar baik yang bersifat kejuruan maupun akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya
4)      Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung aspek pengetahuan, nilai/ sikap, dan keterampilan yang menggambarkan pribadi yang utuh lahir dan batin
b.      Psikologi Belajar dan Pengembangan Kurikulum
Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar. Psikologi belajar erat kaitannya dengan teori belajar. Teori-teori balajar berdasarkan pendekatan psikologis adalah upaya mengenali kondisi objektif terhadap individu anak yang sedang engalami proses belajar dalam rangka pertumbuhan dan perkemabngan menuju kedewasaan..
Pendekatan terhadap belajar berdasarkan satu teori tertentu merupakan asumsi yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaannya berkaitan dengan aspek-aspek dan akibat yang mungkin ditimbulkannya. Sedikitnya ada tiga jenis teori belajar yang berkembang dewasa ini dan memiliki pengaruh terhadap pengembangan kurikulum di Indonesia pada khususnya. Teori belajar tersebut ialah :
1)      Teori Psikologi Kognitif (Kognitivisme)
Teori psikologi kognitif dikenal dengan cognitif gestalt field. Teori belajar ini adalah teori insight. Aliran ini bersumber dari Psikologi Gestalt Field. Menurut mereka belajar adalah proses mengembangkan insight atau pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman terjadi apabila individu menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada di lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri.
Berdasarkan teori perkembangan kognitif dari Piaget, guru mempunyai peranan dalam proses belajar mengajar sebagai berikut :
§  Merancang program, menata lingkungan yang kondusif, memilih materi pelajaran, dan mengendalikan aktivitas murid untuk melakukan inkuiri dan interaksi dengan lingkungan
§  Mendiagnosis tahap perkembangan murid, menyajikan permasalahan kepada murid yang sejajar dengan tingkat perkembangannya
§  Mendorong perkembangan murid ke arah perkembangan berikutnya dengan cara memberikan latihan, bertanya dan mendorong murid untuk melakukan eksplorasi (Y. Suyitno, 2007 : 101-102)
2)      Teori Psikologi Behavioristik
Teori ini berangkat dari asumsi bahwa anak atau individu tidak memiliki/ membawa potensi apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan. Lingkunganlah yang membentuknya, baik lingkungan keluarga, sakolah dan masyarakat, lingkungan manusia, alam, budaya maupun religi. Teori ini tidak mengakui sesuatu yang bersifat mental. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati dan menekankan pada pengaruh faktor eksternal pada diri individu.

Peranan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan teori psikologi behavioristik adalah sebagai berikut :
§  Mengindentifikasi perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam rumusan yang spesifik
§  Mengindentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses belajar. Bentuk-bentuk kompetensi yang diharapkan dalam bidang studi dijabarkan secara spesifik dalam tahap-tahap kecil. Penguasaan keterampilan melalui tahap-tahap ini sebagai tujuan yang akan dicapai dalam proses belajar
§  Mengindentifikasi reinforce yang memadai. Reinforce dapat berbentuk mata pelajaran, kegiatan belajar, perhatian dan penghargaan, dan kegiatan-kegiatan yang dipilih siswa
§  Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan dengan jalan memperlemah pola perilaku yang dikehendaki (Y. Suyitno, 2007 : 106)
3)      Teori Psikologi Humanistik
Tokoh teori ini adalah Abraham H. Maslow dan Carl R. Roger. Teori ini berpandangan bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh faktor internal, dan bukan oleh faktor lingkungan. Karena itu teori ini disebut juga dengan “ self theory.” Manusia yang mencapai puncak perkembangannya adalah yang mampu mengaktualisasikan dirinya, mampu mengembangkan potensinya dan merasa dirinya itu utuh, bermakna, dan berfungsi atau full functioning person (Y. Suyitno, 2007 : 103)
Teori humanistik menolak proses mekanis dalam belajar, karena belajar adalah suatu proses mengembangkan pribadi secara utuh. Keberhasilan siswa dalam belajar tidak ditentukan oleh guru atau faktor-faktor eksternal lainnya, akan tetapi oleh siswa itu sendiri. Belajar melibatkan faktor intelektual dan emosional. Aliran ini percaya bahwa dorongan untuk belajar dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik). Carl R. Roger (Y. Suyitno, 2007 : 103) mengemukakan prinsip-prinsip belajar berdasarkan teori psikologi humanistik sebagi berikut :
§  Manusia mempunyai dorongan untuk belajar, dorongan ingin tahu, melakukan eksplorasi dan mengasimilasi pengalaman baru
§  Belajar akan bermakna, apabila yang dipelajari itu relevan dengan kebutuhan anak
§  Belajar diperkuat dengan jalan mengurangi ancaman eksternal seperti hukuman, sikap merendahkan murid, mencemoohkan, dan sebagainya
§  Belajar dengan inisiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan pribadi, baik intelektual maupun perasaan
§  Sikap berdiri sendiri, kreativitas dan percaya diri diperkuat dengan penilaian diri sendiri. Penilaian dari luar merupakan hal yang sekunder
Bertentangan dengan teori behavioristik yang lebih menekankan artisipasi aktif guru dalam belajar, peranan guru menurut teori belajar behavioristik adalah sebagai pembimbing, sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan kepada siswa dalam belajar. Menurut Carl R. Rogers, peran guru sebagai fasilitator dapat dijabarkan sebagi berikut :
§  Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif dan sikap positif terhadap belajar
§  Membantu siswa mengklasifikasikan tujuan belajar, dan guru memberikan kesempatan secara bebas kepada siswa untuk menyatakan apa yang hendak dan ingin mereka pelajari
§  Membantu siswa mengembangkan dorongan dan tujuannya sebagai kekuatan untuk belajar
§  Menyediakan sumber-sumber belajar, termasuk juga menyediakan dirinya sebagai sumber belajar bagi siswa. (Y. Suyitno, 2007 : 104)


DAFTAR PUSTAKA
Kurniasih dan Syaripudin, Tatang. (2007). Landasan Filosofis Pendidikan dan Landasan Pendidikan. Bandung: Sub Koordinator MKPD Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Mudyahardo, Redja. (2001). Landasan-landaan Filosofis Pendidikan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.
Nasution, S. (1993), Pengembangan Kurikulum. Bandung: Citra Aditya Bakti

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...