Rabu, 26 September 2012

Kedudukan dan Peranan Guru dalam Pandangan Islam



            A.    Pengertian dan Fungsi Guru dalam Pendidikan
          Secara etimologis, guru sering disebut pendidik. Dalam bahasa arab, ada beberapa kata yang menunjukan profesi ini seperti, mudarris, mua’allim, murabbi dan mu’addib, yang meski memiliki makna yang sama, namun masing-masing mempunyai karakteristik  yang berbeda. Disamping kata-kata tersebut, juga sering digunakan kata ustadz atau syaikh. Penyebutan ini tidak terlepas dari rekomendasi Konferensi Pendidikan Internasional di Makkah pada tahun 1977, yang antara lain merekomendaikan bahwa pengertian pendidikan mencakup tiga pengertian, yaitu tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Maka pengertian guru atau pendidik mencakup murabbi, mu’allim dan mu’addib. (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993: 164).

                      Pengertian Murabbi mengisyaratkan bahwa guru adalah orang yang memiliki sifat rabbani, artinya orang yang bijaksana, bertanggungjawab, berkasih sayang terhadap siswa dan mempunyai pengetahuan tentang rabb. Dalam pengertian mu’allim, ia mengandung arti bahwa guru adalah orang berilmu yang tidak hanya menguasai ilmu secara teoretik tetapi mempunyai komitmen yang tinggi dalam mengembangkan ilmu yang dimilikinya. Sedangkan dalam konsep ta’dib, terkandung pengertian integrasi antara ilmu dan amal sekaligus (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993: 164)

                    Secara terminologi, guru sering diartikan sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan siswa dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi (fithrah) siswa, baik potensi kignitif, potensi apektif, maupun potensi psikomotorik (Ramayulis, 2004: 86). Guru juga berarti orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada siswa dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai hamba (‘abd) dan khalifah Allah (khalifatullah) dan mampu sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individual yang mandiri (Ahmad Zayadi, 2005: 25).[1]

          Peran dan fungsi yang cukup berat untuk diemban ini tentu saja membutuhkan sosok seorang guru atau pendidik yang utuh dan tahu dengan kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang pendidik. Pendidik itu harus mengenal Allah dalam arti yang luas dan Rasul serta memahami risalah yang dibawanya serta mengamalkannya.Fungsi pendidik :

1.      Sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengjaran dan melaksnakan program yang telah disusun dan penialain setelah program itu dilaksnakan
2.      Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil,  seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia
3.      Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. Menyangkut upaya pengarhan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang dilakukan itu.[2]

     B.     Kedudukan dan Fungsi Guru Menurut Ajaran Islam
                 Agama islam memposisikan guru atau pendidik pada kedudukan yang mulia. Para pendidik diposisikan sebagai bapak ruhani (spiritual father) bagi anak didiknya. Ia memberikan santapan ruhani dengan ilmu dan pembinaan akhlak mulia (al-akhlaq al-karimah) dan meluruskannya. Oleh karena itu, pendidik mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, bahkan tinta seorang alim (guru) lebih berharga dari pada darah para syuhada. Keutamaan seorang guru atau pendidik disebabkan oleh tugas mulia yang diembannya. Tugas yang diemban guru (dalam ajaran islam) hampir sama dengan tugas seorang Rasul. Hal ini, misalnya, tertera dalam sebuah syair karya Syauqi: Berdiri dan hormatilah guru dan berdirilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Raasul (Al-Abrasy, 1987: 135).

                 Dari pandangan itu, dipahami bahwa tugas guru merupakan pewaris Nabi (warasat al-anbiya), yang pada hakikatnya mengemban misi rahmatan lil ‘alamin(membawa rahmat bagi seluruh alam), yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal sholeh dan bermoral tinggi.

                 Untuk melaksnakan tugas sebagai warasat al-anbiya , gur hendaklah bertolak pada amar ma’ruf (memerintah kepada yang baik) yang diimbangi dengan nahi an al-munkar (mencegah kemunkaran/kejelekan), menjadikan prinsip tauhid sebagai pusat kegiatan penyebaran misi Iman, Islam dan Ihsan. Dengan demikian, menurut Al-ghazali, tugas utama guru adalah menyempurnakan, membersihkan dan menyucikan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sejalan dengan pendapat ini, An-Nahlawi mengatakan bahwa ada dua tugas utama guru, yaitu pertama, fungsi penyucian, yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara dan pengembang fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran, yakni menginternalisasikan kepada manusia.

     C.     Kompetensi Guru Menurut Ajaran Islam
                 Dalam Undang- Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dinyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan ruhani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi pendidik pada satuan pendidikan dasar dan menengah sekurang-kurangnya strata satu (S1) atau diploma empat (D IV). Kemudian, dalam ayat 10 dinyatakan bahwa kompetensi guru adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru meliputi:

a.       Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi, pemahaman, evaluasi hasil belajar dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya.
b.      Kompetensi kepribadi adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil dan dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi siswa dan berakhlak mulia.
c.       Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara lua dan mendalam yang memungkinkan membimbing siswa memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam SNP.
d.      Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomnukasi dan bergaul secara efektif dengan siswa, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali dan masyarakat sekitar.


[1] Chaerul Rochman dan Heri Gunawan, Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru, (Bandung:  Nuansa Cendekia, 2011) Cet. Ke-I , h. 23-24
[2] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010) Cet.Ke-8, h. 63

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...