Rabu, 26 September 2012

Pengetahuan Sebagai Materi Pendidikan dalam Perspektif Islam


      1.      Pengertian Materi Pendidikan
            Materi disebut pula bahan ajar,materi ini dapat didefinisikan sebagai segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud dapat berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.Pengertian bahan ajar yang lain yaitu bahan ajar merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru atau instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.

                 Bahan ajar juga dapat diartikan sebagai seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak tertulis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.Bahan Ajar atau learning material, merupakan materi ajar yang dikemas sebagai bahan untuk disajikan dalam proses pembelajaran. Bahan pembelajaran dalam penyajiannya berupa deskripsi yakni berisi tentang fakta-fakta dan prinsip-prinsip, norma yakni berkaitan dengan aturan, nilai dan sikap, serta seperangkat tindakan/keterampilan motorik. Dengan demikian, bahan pembelajaran pada dasarnya berisi tentang pengetahuan, nilai, sikap, tindakan dan keterampilan yang berisi pesan, informasi, dan ilustrasi berupa fakta, konsep, prinsip, dan proses yang terkait dengan pokok bahasan tertentu yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

                 Materi Tarbiyah (Tarbiyah: Pendidikan atau Pembinaan) adalah materi yang disusun secara sistematis dan terstruktur untuk mempermudah para da'i dalam membimbing dan membina umat Islam. Materi Tarbiyah disampaikan dalam suatu kelompok kajian kecil seperti dahulu yang dijalankan oleh Rasulullah dan para sahabat. Pembagian kelompok kecil-kecil ini sangat efektif dalam membentuk kepribadian seorang muslim. Hal ini dikarenakan seorang Murabbi bisa dengan mudah memantau akhlak dan ibadah dari mutarabbinya. Suatu hal yang sulit dilakukan pada kegiatan tabligh yang melibatkan massa besar.

                 Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai. Yang termasuk jenis materi fakta adalah nama-nama obyek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, dsb. 

Termasuk materi konsep adalah pengertian, definisi, ciri khusus, komponen atau bagian suatu obyek.Dalam Al-qur’an pun dijelaskan bahwa materi utama dalam pendidikan islam adalah Al-qur’an
مَا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى
“Kami tidak menurunkan Al Qur'an ini kepadamu agar kamu menjadi susah”.(Q.S Thaha:2)


       2.      Konsepsi Islam tentang Pengetahuan 
Islam menghendaki umatnya untuk memiliki ilmu pengetahuan, baik ilmu pegetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum. Dalam pandangan Islam, ilmu itu tergolong suci. Ilmu merupakan barang yang sangat berharga bagi kehidupan seseorang, Ilmu itu bagaikan lampu atau cahaya. Bahwa tidak dapat seseorang berjalan di malam yang gelap, kecuali dengan lampu. Demikian pula halnya, tidak dapat seseorang membedakan yang baik dengan yang buruk, kecuali dengan ilmu. Islam tidak hanya cukup memerintahkan untuk menuntut ilmu, tetapi menghendaki agar seseorang itu terus-menerus belajar.Manusia hidup di dunia perlu senantiasa menyesuaikan dengan alam, dan perkembangan zaman terus berkembang, maka manusia akan tertinggal oleh zaman, sehingga tidak dapat hidup layak sesuai dengan tuntutan zaman. Ilmu dunia yang terlalu luas ini memungkinkan manusia tersesat. Oleh karena itu, perlu diimbangi dengan ilmu agama untuk memilih dan memilih mana yang baik dan yang benar, untuk mengetahui mana yang haram dan mana yang halal. 

Ilmu pengetahuan umum yang berhubungan dengan masalah-masalah keduniaan juga manfaatnya bagi masyarakat tidak berbeda dengan manfaat ilmu agama, asalkan digunakan sejalan dengan tuntunan agama. Manusia dengan akalnya diberikan oleh Allah kemampuan untuk menyerap sejumlah ilmu pengetahuan, walaupun hanya sedikit saja dibandingkan dengan kesempurnaan ilmu Allah, akan tetapi tetap harus berpegang kepada kebenaran untuk mencari ridho Allah SWT.Islam merupakan agama yang mengagunkan ilmu pengetahuan. Pandangan Islam terhadap Ilmu Pengetahuan sangat signifikan. Hal ini tampak pada syarat keislaman seseorang bahwasanya ia harus menggunakan otaknya untuk berfikir dan menerima wahyu/ ajaran Islam. Islam sangat memuliakan ilmu pengetahuan bahkan wahyu yang pertamakali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah keharusan membaca yaitu melihat, meneliti huruf dan alam.

Dalam surah al-‘Alaq ayat 1-5 disebutkan:
 “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.

                 Perintah untuk menuntut ilmu pengetahuan tersebut sangat jelas bahwa Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan. Islam sangat melarang taqlidu-l a’ma namun mewajibkan ummatnya untuk al-ittiba’. Taqlidu-l a’ma dan al-ittiba’ memiliki arti yang berbeda. Taqlidu-l a’ma berarti hanya mengikuti orang-orang sebelumnya, mengikuti apa yang dikerjakan orang yang lebih tua tanpa tahu ilmunya dan mengerti dasarnya, sebaliknya al-ittiba’ adalah mengikuti orang-orang terdahulu namun dengan disertai ilmu pengetahuan tentangnya, bukan hanya mengekor tapi tahu apa, mengapa, bagaimana dan untuk apa syariat/ ajaran yang diterimanya.sebagaimana firman Allah.

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran 190-191)

Dengan ilmu pengetahuan, Allah telah memuliakan manusia. Adam ’alaihis salam, bapak kita semua, diangkat derajatnya oleh Allah diatas para malaikat karena Allah telah menganugerahkan kepadanya ilmu pengetahuan, yang tidak diberikan kepada para malaikat. Allah juga berjanji bahwa Dia akan mengangkat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Semua ini mempertegas kemuliaan orang yang berilmu pengetahuan.

3.      Jenis dan Klasifikasi Pengetahuan Manusia Menurut Islam 

Ada beberapa pengetahuan yang dimiliki manusia yaitu:
1.      Pengetahuan Biasa(Common Sense)
Pengertian biasa sering diartikan dengan good sense karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Dengan common sense, semua orang sampai kepada keyakinan secara umum tentang sesuatu dimana mereka akan.berpendapat sama.

2.      Ilmu
Menurut Titus, ilmu diartikan sebagai common sense yang diatur dan diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau peristiwa-peristiwa dengan menggunakan meode observasi yang teliti dan kritis.

3.      PengetahuanFilsafat

4.      Pengetahuan Religi

Secara umum, pengetahuan manusia dikelompokan menjadi tiga.
1.      Pengetahuan sains (pengetahuan ilmiah)
Pengetahuan sains adalah pengetahuan yang logis dan dapat dibuktikan secara empiris. Jadi dalam pengetahuan sains logis dan empiris itu tidak bisa dipisahkan. Dari sini dapat juga diketahui bahwa objek yang dapat diteliti dari pengetahuan sains hanyalah objek empiris, sebab ia harus menghasilkan bukti empiris. Pengetahuan ilmiah yang benar diucapkan dalam pernyataan-pernyataan yang benar. Tujuan pengetahuan ini adalah untuk menemukan pengetahuan yang benar mengenai berbagai keadaan alam semesta.

Secara garis besar, sains dibagi menjadi dua, yaitu sains kealaman dan sains sosial. Sains kealaman diantaranya astronomi, fisika, kimia, ilmu bumi, ilmu hayat. Sedangkan yang termasuk sains sosial yaitu, sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, dan politik.

2.      Pengetahuan filsafat
Pengetahuan filsafat adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metode rasional dan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional, mengandung kebenaran rasio meskipun tidak perlu dapat dibuktikan secara empiris. Objek penelitian filsafat adalah sesuatu yang abstrak, dan memiliki paradigm rasional.

3.      Pengetahuan mistik atau pengetahuan agama
Pengetahuan mistik adalah pengetahuan yang tidak dapat dipahami rasio. Maksudnya adalah hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat dipahami oleh rasio. Pengetahuan ini kadang-kadang memiliki bukti empiris tetapi kebanyakan tidak dapat dibuktikan secara empiris. Menurut Ahmad Tafsir, pengetahuan mistik adalah sejenis pengetahauan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, tidak juga secara logis. 

                 Ibn Taimiyyah membagi ilmu dari aspek yang sama dengan pola yang sama. Cuma penamaannya, syar’iyyah dan ‘aqliyyah. Syar’iyyah yang dimaksudkan adalah yang berurusan dengan persoalan agama dan ketuhanan, adapun ‘aqliyyah adalah yang tidak diperintahkan oleh syara’ dan tidak pula diisyaratkan olehnya.Sementara syaikh al-’Utsaimin membahasakannya dengan ilmu syar’î dan nazarî. Ilmu syar’î adalah fiqh (pemahaman) terhadap kitab Allah dan sunnah Rasulullah saw, sementara ilmu nazarî adalah ilmu shinâ’ah (perindustrian) dan yang berkaitan dengannya.

                 Oliver Leaman menjelaskan lebih lanjut, berdasar pada acuan al-Qur`an inilah maka kemudian ilmu pengetahuan dalam Islam ada dua jenis: ‘Ilm yang mengungkap ‘alam syahadah atau alam yang sudah diakrabi dan terpapar dalam sains alam; dan ma’rifah yang mendedahkan ‘alam al-gha`ib atau alam yang tersembunyi dan karenanya lebih dari sekadar pengetahuan proposisional (propositional knowledge). Cara memperoleh pengetahuan jenis kedua ini adalah melalui wahyu.

                 Klasifikasi seperti ini penting untuk diterapkan agar tidak terjadi “kekacauan ilmu”. Ketika agama diukur oleh akal dan indera (induktif), maka yang lahir adalah sofisme modern. Demikian juga, ketika sains dicari-cari pembenarannya dari dalil-dalil agama, maka yang lahir kelak pembajakan dalil-dalil agama. Terdapat berbagai jenis ilmu pengetahuan. Auguste Comte menyusun suatu ensiklopedi ilmu pengetahuan dengan mengklasifikasikan ilmu atas dasar tingkat kompleksitas gejala-gejala yang dihadapi, yaitu : matematika (yang menjadi dasar semua ilmu), astronomi, fisika, kimia dan biologi.

                 Para filosof muslim membedakan ilmu kepada ilmu yang berguna dan tak berguna. Kategori ilmu yang berguna mereka memasukkan ilmu-ilmu duniawi, seperti kedokteran, fisika, kimia, geografi, logika, etika, bersama disiplin-disiplin yang khusus mengenai keagamaan. Ilmu sihir, alkemi dan numerology (ilmu nujum dengan menggunakan bilangan) dimasukkanke dalam golongan cabang ilmu yang tidak berguna. Klasifikasi ini memberikan makna implisit menolak adanya sekularisme, karena wawasan Yang Kudus tidak menghalang-halangi orang untuk menekuni ilmu-ilmu pengetahuan duniawi secara teoritis dan praktis.

Al-Farabi membuat klasifikasi ilmu secara filosofis ke dalam beberapa wilayah, seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam, metafisika, ilmu politik, dan terakhir yurispedensi dan teologi dialektis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religius (Ilahiyah) dalam bentuk kalam dan fikih lansung mengikuti perincian ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam, metafisika dan ilmu politik.

                 Sedangkan Al-Ghazali secara filosofis membagi ilmu membagi dari aspek ghard (tujuan/kegunaan) pada syar’iyyah dan ghair syar’iyyah ke dalam ilmu syar’iyyah dan ilmu aqliyyah .Syar’iyyah yang dimaksud adalah yang berasal dari Nabi SAW, sedangkan ghair syar’iyyah adalah yang dihasilkan oleh akal seperti ilmu hitung, dihasilkan oleh eksperimen seperti kedokteran, atau yang dihasilkan oleh pendengaran seperti ilmu bahasa. Oleh Al-Ghazali ilmu yang terakhir ini disebut juga sebagai ilmu ghair syar’iyyah. Klasifikasi Al-Ghazali ilmu syar’iyyah dan ilmu ‘aqliyyah:

1.      Ilmu Syar’iyyah
1) Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-Ushul)
a.       Ilmu tentang keesaan Tuhan (al-Tauhid)
b.      Ilmu tentang Kenabian
c.       Ilmu tentang akhirat atau eskatologis
d.      Ilmu tentang sumber pengetahuan religius. Yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah (primer), ijma’, dan tradisi para sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori;
a)      Ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat)
b)      ilmu-ilmu pelengkap, terdiri dari ilmu Qur’an, ilmu riwayat al-Hadis, ilmu ushul fiqih, dan biografi para tokoh.

2)      Ilmu tentang Cabang-cabang (Furu’)
a.       Ilmu tentang kewajiban manusia kepada Tuhan (Ibadah)
b.      Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat
c.       Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (ilmu akhlak)

2.      Ilmu Aqliyyah
a.       Matematika: aritmatika, geometri, astronomi, dan astrologi, music
b.      Logika
c.       Fisika /Ilmu alam: kedokteran, meteorologi, mineralogi, kimia
d.      Ilmu tentang wujud di luar alam, atau metafisika: Ontologi
a)      Pengetahuan tentang esensi, sifat, dan aktifitas Ilahi
b)      Pengetahuan tentang substansi-substansi sederhana
c)      Ilmu tentang dunia halus
d)     Ilmu tentang kenabian dan fenomena kewalian ilmu tentang mimpi
e)      Teurgi (nairanjiyyat), ilmu ini menggunakan kekuatan-kekuatan bumi untuk menghasilkan efek tampak seperti supernatural

                 Begitu juga Quthb al-Din membedakan jenis ilmu menjadi ulum hikmy dan ulum ghair hikmy. Ilmu nonfilosofis menurutnya dipandang sinonim dengan ilmu religius, karena dia menganggap ilmu itu berkembang dalam suatu peradaban yang       memiliki syar’iyyah.Pemakaian istilah ghair oleh Al-Ghazali dan Quthb al-Din untuk ilmu intelektual berarti, bagi keduanya ilmu syar’iyyah lebih utama dan lebih berperan sebagai basis (landasan) untuk menamai setiap ilmu lainnya.

                 Dr. Muhammad Al-Bahi membagi ilmu dari segi sumbernya terbagi menjadi dua,
1.      ilmu yang bersumber dari Tuhan
2.      ilmu yang bersumber dari manusia.
     Al-Jurjani membagi ilmu menjadi dua jenis, yaitu:
1.      ilmu Qadim
2.      ilmu hadis (baru)
Ilmu Qadim adalah Ilmu Allah yang jelas sangat berbeda dari ilmu hadis (baru) yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya.
                
 4.   Pengetahuan Yang Harus Menjadi Materi Pendidikan dalam Islam
            Menurut pandangan Islam pendidikan harus mengutamakan pendidikan keimanan. Pendidikan di sekolah juga demikian. Sejarah telah membuktikan bahwa pendidikan yang tidak atau kurang memperhatikan pendidikan keimanan akan menghasilkan lulusan yang kurang baik akhlaknya. Akhlak yang rendah itu akan sangat berbahaya bagi kehidupan bersama, dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan bersama. Bahkan, ini dapat menghancurkan negara dan dunia. Lulusan sekolah yang kurang kuat imannya akan sangat sulit menghadapi kehidupan pada zaman yang benar-benar global di masa mendatang.

                 Oleh sebab itu, mengingat pentingnya pendidikan Islam terutama bagi generasi muda, semua elemen bangsa perlu membumikan kembali pendidikan Islam di sekolah-sekolah baik formal maupun informal. Ada tiga hal yang harus secara serius dan konsisten diajarkan kepada anak didik, yaitu: 

a.       pendidikan akidah/keimanan. Ini merupakan hal yang sangat penting untuk mencetak generasi muda masa depan yang tangguh dalam imtak (iman dan takwa) dan terhindar dari aliran atau perbuatan yang menyesatkan kaum remaja, seperti Islam radikal. Penyalagunaan narkoba dan pergaulan bebas (freesex) yang akhir-akhir ini sangat dikhawatirkan orang tua.

b.      pendidikan ibadah. Ini merupakan hal yang sangat penting untuk diajarkan kepada anak-anak kita untuk membangun generasi muda yang punya komitmen dan terbiasa melaksanakan ibadah. Seperti salat, puasa, membaca Alquran yang saat ini hanya dilakukan minoritas generasi muda kita. Bahkan, tidak sedikit anak remaja yang sudah berani meninggalkan ibadah-ibadah wajibnya dengan sengaja. Di sini peran orang tua dalam memberikan contoh dan teladan yang baik bagi anak-anaknya sangat diperlukan.

c.       pendidikan akhlakul karimah. Ini merupakan hal yang harus sungguh-sungguh mendapat perhatian ekstra dari semua pihak, terutama para orang tua dan para pendidik baik lingkungan sekolah maupun di luar sekolah (keluarga). Dengan pendidikan akhlakul karimah akan melahirkan generasi rabani, atau generasi yang bertakwa, cerdas, dan berakhlak mulia.

                 Penanaman pendidikan Islam bagi generasi muda bangsa tidak akan bisa berjalan secara optimal kalau tidak ada keterlibatan serius dari semua pihak. Oleh sebab itu, semua elemen bangsa (pemerintah, tokoh agama, masyarakat, pendidik, orang tua dan sebagainya) harus memiliki niat dan keseriusan untuk melakukan ini. Harapannya, generasi masa depan bangsa ini adalah generasi yang berintelektual tinggi dan berakhlak mulia

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...