1. Pengertian Materi Pendidikan
Materi
disebut pula bahan ajar,materi ini dapat didefinisikan sebagai segala bentuk
bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan
kegiatan belajar-mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud dapat berupa bahan
tertulis maupun bahan tidak tertulis.Pengertian bahan ajar yang lain yaitu
bahan ajar merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru atau
instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.
Bahan
ajar juga dapat diartikan sebagai seperangkat materi yang disusun secara
sistematis baik tertulis maupun tidak tertulis sehingga tercipta lingkungan
atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.Bahan Ajar atau learning
material, merupakan materi ajar yang dikemas sebagai bahan untuk disajikan
dalam proses pembelajaran. Bahan pembelajaran dalam penyajiannya berupa
deskripsi yakni berisi tentang fakta-fakta dan prinsip-prinsip, norma yakni
berkaitan dengan aturan, nilai dan sikap, serta seperangkat
tindakan/keterampilan motorik. Dengan demikian, bahan pembelajaran pada
dasarnya berisi tentang pengetahuan, nilai, sikap, tindakan dan keterampilan
yang berisi pesan, informasi, dan ilustrasi berupa fakta, konsep, prinsip, dan
proses yang terkait dengan pokok bahasan tertentu yang diarahkan untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
Materi Tarbiyah (Tarbiyah: Pendidikan atau Pembinaan) adalah materi yang
disusun secara sistematis dan terstruktur untuk mempermudah para da'i dalam
membimbing dan membina umat Islam. Materi Tarbiyah disampaikan
dalam suatu kelompok kajian kecil seperti dahulu yang dijalankan oleh Rasulullah
dan para sahabat. Pembagian kelompok kecil-kecil ini sangat efektif dalam
membentuk kepribadian seorang muslim. Hal ini dikarenakan seorang Murabbi bisa dengan
mudah memantau akhlak dan ibadah dari mutarabbinya. Suatu hal yang sulit
dilakukan pada kegiatan tabligh yang melibatkan massa besar.
Bahan
ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis
besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari
siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara
terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta,
konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai. Yang termasuk
jenis materi fakta adalah nama-nama obyek, peristiwa sejarah, lambang, nama
tempat, nama orang, dsb.
Termasuk
materi konsep adalah pengertian, definisi, ciri khusus, komponen atau bagian
suatu obyek.Dalam Al-qur’an pun dijelaskan bahwa materi utama dalam pendidikan
islam adalah Al-qur’an
مَا
أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى
“Kami tidak menurunkan Al Qur'an ini
kepadamu agar kamu menjadi susah”.(Q.S Thaha:2)
Islam menghendaki umatnya untuk memiliki ilmu
pengetahuan, baik ilmu pegetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum. Dalam
pandangan Islam, ilmu itu tergolong suci. Ilmu merupakan barang yang sangat
berharga bagi kehidupan seseorang, Ilmu itu bagaikan lampu atau cahaya. Bahwa
tidak dapat seseorang berjalan di malam yang gelap, kecuali dengan lampu.
Demikian pula halnya, tidak dapat seseorang membedakan yang baik dengan yang
buruk, kecuali dengan ilmu. Islam tidak hanya cukup memerintahkan untuk
menuntut ilmu, tetapi menghendaki agar seseorang itu terus-menerus
belajar.Manusia hidup di dunia perlu senantiasa menyesuaikan dengan alam, dan
perkembangan zaman terus berkembang, maka manusia akan tertinggal oleh zaman,
sehingga tidak dapat hidup layak sesuai dengan tuntutan zaman. Ilmu dunia yang
terlalu luas ini memungkinkan manusia tersesat. Oleh karena itu, perlu
diimbangi dengan ilmu agama untuk memilih dan memilih mana yang baik dan yang
benar, untuk mengetahui mana yang haram dan mana yang halal.
Ilmu pengetahuan umum yang berhubungan dengan
masalah-masalah keduniaan juga manfaatnya bagi masyarakat tidak berbeda dengan
manfaat ilmu agama, asalkan digunakan sejalan dengan tuntunan agama. Manusia
dengan akalnya diberikan oleh Allah kemampuan untuk menyerap sejumlah ilmu
pengetahuan, walaupun hanya sedikit saja dibandingkan dengan kesempurnaan ilmu
Allah, akan tetapi tetap harus berpegang kepada kebenaran untuk mencari ridho
Allah SWT.Islam merupakan agama yang mengagunkan
ilmu pengetahuan. Pandangan Islam terhadap Ilmu Pengetahuan sangat signifikan. Hal ini tampak
pada syarat keislaman seseorang bahwasanya ia harus menggunakan otaknya untuk
berfikir dan menerima wahyu/ ajaran Islam. Islam sangat memuliakan ilmu
pengetahuan bahkan wahyu yang pertamakali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah keharusan
membaca yaitu melihat, meneliti huruf dan alam.
Dalam
surah al-‘Alaq ayat 1-5 disebutkan:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.Yang mengajar (manusia) dengan perantaran
kalam.Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Perintah
untuk menuntut ilmu pengetahuan tersebut sangat jelas bahwa Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan. Islam sangat melarang taqlidu-l
a’ma namun mewajibkan ummatnya untuk al-ittiba’.
Taqlidu-l a’ma dan al-ittiba’ memiliki arti yang berbeda. Taqlidu-l
a’ma berarti hanya mengikuti orang-orang sebelumnya, mengikuti apa
yang dikerjakan orang yang lebih tua tanpa tahu ilmunya dan mengerti dasarnya,
sebaliknya al-ittiba’ adalah mengikuti orang-orang
terdahulu namun dengan disertai ilmu pengetahuan tentangnya, bukan hanya
mengekor tapi tahu apa, mengapa, bagaimana dan untuk apa syariat/ ajaran yang
diterimanya.sebagaimana firman Allah.
إِنَّ فِي
خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ
لِّأُوْلِي الألْبَابِ
الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً
سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya
Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau,
Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (QS. Ali
Imran 190-191)
Dengan ilmu pengetahuan, Allah telah memuliakan
manusia. Adam ’alaihis salam, bapak kita semua, diangkat derajatnya oleh Allah
diatas para malaikat karena Allah telah menganugerahkan kepadanya ilmu
pengetahuan, yang tidak diberikan kepada para malaikat. Allah juga berjanji
bahwa Dia akan mengangkat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu
pengetahuan beberapa derajat. Semua ini mempertegas kemuliaan orang yang
berilmu pengetahuan.
3. Jenis dan Klasifikasi Pengetahuan
Manusia Menurut Islam
Ada
beberapa pengetahuan yang dimiliki manusia yaitu:
1.
Pengetahuan Biasa(Common Sense)
Pengertian biasa sering
diartikan dengan good sense karena
seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Dengan common sense,
semua orang sampai kepada keyakinan secara umum tentang sesuatu dimana mereka
akan.berpendapat sama.
2. Ilmu
Menurut Titus, ilmu diartikan sebagai common sense yang diatur dan diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau peristiwa-peristiwa dengan menggunakan meode observasi yang teliti dan kritis.
Menurut Titus, ilmu diartikan sebagai common sense yang diatur dan diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau peristiwa-peristiwa dengan menggunakan meode observasi yang teliti dan kritis.
3. PengetahuanFilsafat
4. Pengetahuan
Religi
Secara umum,
pengetahuan manusia dikelompokan menjadi tiga.
1.
Pengetahuan sains (pengetahuan
ilmiah)
Pengetahuan sains adalah
pengetahuan yang logis dan dapat dibuktikan secara empiris. Jadi dalam
pengetahuan sains logis dan empiris itu tidak bisa dipisahkan. Dari sini dapat
juga diketahui bahwa objek yang dapat diteliti dari pengetahuan sains hanyalah
objek empiris, sebab ia harus menghasilkan bukti empiris. Pengetahuan ilmiah
yang benar diucapkan dalam pernyataan-pernyataan yang benar. Tujuan pengetahuan
ini adalah untuk menemukan pengetahuan yang benar mengenai berbagai keadaan
alam semesta.
Secara garis besar, sains dibagi
menjadi dua, yaitu sains kealaman dan sains sosial. Sains kealaman diantaranya astronomi,
fisika, kimia, ilmu bumi, ilmu hayat. Sedangkan yang termasuk sains sosial
yaitu, sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, dan politik.
2.
Pengetahuan filsafat
Pengetahuan filsafat adalah
pengetahuan yang diperoleh melalui metode rasional dan dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional, mengandung kebenaran rasio meskipun
tidak perlu dapat dibuktikan secara
empiris. Objek penelitian filsafat adalah sesuatu yang abstrak, dan memiliki
paradigm rasional.
3.
Pengetahuan mistik atau
pengetahuan agama
Pengetahuan mistik adalah pengetahuan
yang tidak dapat dipahami rasio. Maksudnya adalah hubungan sebab akibat yang
terjadi tidak dapat dipahami oleh rasio. Pengetahuan ini kadang-kadang memiliki
bukti empiris tetapi kebanyakan tidak dapat dibuktikan secara empiris. Menurut
Ahmad Tafsir, pengetahuan mistik adalah sejenis pengetahauan yang tidak dapat
dibuktikan secara empiris, tidak juga secara logis.
Ibn
Taimiyyah membagi ilmu dari aspek yang sama dengan pola yang sama. Cuma
penamaannya, syar’iyyah dan ‘aqliyyah. Syar’iyyah yang dimaksudkan
adalah yang berurusan dengan persoalan agama dan ketuhanan, adapun ‘aqliyyah adalah yang tidak
diperintahkan oleh syara’ dan tidak pula diisyaratkan olehnya.Sementara syaikh
al-’Utsaimin membahasakannya dengan ilmu syar’î dan nazarî. Ilmu syar’î adalah
fiqh (pemahaman) terhadap kitab Allah dan sunnah Rasulullah saw, sementara ilmu
nazarî adalah ilmu shinâ’ah (perindustrian) dan yang berkaitan dengannya.
Oliver
Leaman menjelaskan lebih lanjut, berdasar pada acuan al-Qur`an inilah maka
kemudian ilmu pengetahuan dalam Islam ada dua jenis: ‘Ilm yang mengungkap ‘alam syahadah atau alam yang sudah
diakrabi dan terpapar dalam sains alam; dan ma’rifah
yang mendedahkan ‘alam al-gha`ib
atau alam yang tersembunyi dan karenanya lebih dari sekadar pengetahuan
proposisional (propositional knowledge).
Cara memperoleh pengetahuan jenis kedua ini adalah melalui wahyu.
Klasifikasi
seperti ini penting untuk diterapkan agar tidak terjadi “kekacauan ilmu”.
Ketika agama diukur oleh akal dan indera (induktif), maka yang lahir adalah sofisme modern. Demikian juga, ketika
sains dicari-cari pembenarannya dari dalil-dalil agama, maka yang lahir kelak
pembajakan dalil-dalil agama. Terdapat
berbagai jenis ilmu pengetahuan. Auguste Comte menyusun suatu ensiklopedi ilmu
pengetahuan dengan mengklasifikasikan ilmu atas dasar tingkat kompleksitas
gejala-gejala yang dihadapi, yaitu : matematika (yang menjadi dasar semua
ilmu), astronomi, fisika, kimia dan biologi.
Para
filosof muslim membedakan ilmu kepada ilmu yang berguna dan tak berguna.
Kategori ilmu yang berguna mereka memasukkan ilmu-ilmu duniawi, seperti
kedokteran, fisika, kimia, geografi, logika, etika, bersama disiplin-disiplin
yang khusus mengenai keagamaan. Ilmu sihir, alkemi dan numerology (ilmu nujum
dengan menggunakan bilangan) dimasukkanke dalam golongan cabang ilmu yang tidak
berguna. Klasifikasi ini memberikan makna implisit menolak adanya sekularisme,
karena wawasan Yang Kudus tidak menghalang-halangi orang untuk menekuni
ilmu-ilmu pengetahuan duniawi secara teoritis dan praktis.
Al-Farabi membuat klasifikasi ilmu
secara filosofis ke dalam beberapa wilayah, seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu
alam, metafisika, ilmu politik, dan terakhir yurispedensi dan teologi
dialektis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religius (Ilahiyah) dalam bentuk
kalam dan fikih lansung mengikuti perincian ilmu-ilmu filosofis, yakni
matematika, ilmu alam, metafisika dan ilmu politik.
Sedangkan
Al-Ghazali secara filosofis membagi ilmu membagi dari
aspek ghard (tujuan/kegunaan) pada syar’iyyah dan ghair syar’iyyah ke dalam ilmu syar’iyyah dan ilmu
aqliyyah
.Syar’iyyah yang dimaksud adalah yang berasal dari
Nabi SAW, sedangkan ghair syar’iyyah
adalah yang dihasilkan oleh akal seperti ilmu hitung, dihasilkan oleh
eksperimen seperti kedokteran, atau yang dihasilkan oleh pendengaran seperti
ilmu bahasa. Oleh Al-Ghazali ilmu yang terakhir ini disebut juga
sebagai ilmu ghair syar’iyyah. Klasifikasi Al-Ghazali ilmu syar’iyyah dan ilmu
‘aqliyyah:
1.
Ilmu
Syar’iyyah
1) Ilmu tentang prinsip-prinsip
dasar (al-Ushul)
a.
Ilmu tentang keesaan Tuhan
(al-Tauhid)
b.
Ilmu tentang Kenabian
c.
Ilmu tentang akhirat atau
eskatologis
d.
Ilmu tentang sumber pengetahuan
religius. Yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah (primer), ijma’, dan tradisi para
sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori;
a)
Ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat)
b)
ilmu-ilmu pelengkap, terdiri dari
ilmu Qur’an, ilmu riwayat al-Hadis, ilmu ushul fiqih, dan biografi para tokoh.
2)
Ilmu tentang Cabang-cabang (Furu’)
a.
Ilmu tentang kewajiban manusia
kepada Tuhan (Ibadah)
b.
Ilmu tentang kewajiban manusia
kepada masyarakat
c.
Ilmu tentang kewajiban manusia kepada
jiwanya sendiri (ilmu akhlak)
2.
Ilmu
Aqliyyah
a.
Matematika: aritmatika, geometri,
astronomi, dan astrologi, music
b.
Logika
c.
Fisika /Ilmu alam: kedokteran, meteorologi,
mineralogi, kimia
d.
Ilmu tentang wujud di luar alam,
atau metafisika: Ontologi
a)
Pengetahuan tentang esensi, sifat,
dan aktifitas Ilahi
b)
Pengetahuan tentang substansi-substansi
sederhana
c)
Ilmu tentang dunia halus
d)
Ilmu tentang kenabian dan fenomena
kewalian ilmu tentang mimpi
e)
Teurgi (nairanjiyyat), ilmu ini menggunakan kekuatan-kekuatan bumi untuk menghasilkan
efek tampak seperti supernatural
Begitu
juga Quthb al-Din membedakan jenis ilmu menjadi ulum hikmy dan ulum ghair
hikmy. Ilmu nonfilosofis menurutnya dipandang sinonim dengan ilmu religius,
karena dia menganggap ilmu itu berkembang dalam suatu peradaban
yang memiliki syar’iyyah.Pemakaian istilah
ghair oleh Al-Ghazali dan Quthb al-Din untuk ilmu intelektual berarti, bagi
keduanya ilmu syar’iyyah lebih utama
dan lebih berperan sebagai basis (landasan) untuk menamai setiap ilmu lainnya.
Dr. Muhammad Al-Bahi membagi ilmu dari segi sumbernya terbagi menjadi dua,
1.
ilmu yang bersumber dari Tuhan
2.
ilmu yang bersumber dari manusia.
Al-Jurjani
membagi ilmu menjadi dua jenis, yaitu:
1.
ilmu Qadim
2.
ilmu hadis (baru)
Ilmu Qadim adalah Ilmu Allah yang
jelas sangat berbeda dari ilmu hadis (baru) yang dimiliki manusia sebagai
hamba-Nya.
4. Pengetahuan
Yang Harus Menjadi Materi Pendidikan dalam Islam
Menurut
pandangan Islam pendidikan harus mengutamakan pendidikan keimanan. Pendidikan
di sekolah juga demikian. Sejarah telah membuktikan bahwa pendidikan yang tidak
atau kurang memperhatikan pendidikan keimanan akan menghasilkan lulusan yang
kurang baik akhlaknya. Akhlak yang rendah itu akan sangat berbahaya bagi
kehidupan bersama, dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan bersama. Bahkan,
ini dapat menghancurkan negara dan dunia. Lulusan sekolah yang kurang kuat
imannya akan sangat sulit menghadapi kehidupan pada zaman yang benar-benar
global di masa mendatang.
Oleh
sebab itu, mengingat pentingnya pendidikan Islam terutama bagi generasi muda,
semua elemen bangsa perlu membumikan kembali pendidikan Islam di
sekolah-sekolah baik formal maupun informal. Ada tiga hal yang harus secara
serius dan konsisten diajarkan kepada anak didik, yaitu:
a.
pendidikan akidah/keimanan. Ini
merupakan hal yang sangat penting untuk mencetak generasi muda masa depan yang
tangguh dalam imtak (iman dan takwa) dan terhindar dari aliran atau perbuatan
yang menyesatkan kaum remaja, seperti Islam radikal. Penyalagunaan narkoba dan
pergaulan bebas (freesex) yang
akhir-akhir ini sangat dikhawatirkan orang tua.
b.
pendidikan ibadah. Ini merupakan
hal yang sangat penting untuk diajarkan kepada anak-anak kita untuk membangun
generasi muda yang punya komitmen dan terbiasa melaksanakan ibadah. Seperti
salat, puasa, membaca Alquran yang saat ini hanya dilakukan minoritas generasi
muda kita. Bahkan, tidak sedikit anak remaja yang sudah berani meninggalkan
ibadah-ibadah wajibnya dengan sengaja. Di sini peran orang tua dalam memberikan
contoh dan teladan yang baik bagi anak-anaknya sangat diperlukan.
c.
pendidikan akhlakul karimah. Ini
merupakan hal yang harus sungguh-sungguh mendapat perhatian ekstra dari semua
pihak, terutama para orang tua dan para pendidik baik lingkungan sekolah maupun
di luar sekolah (keluarga). Dengan pendidikan akhlakul karimah akan melahirkan
generasi rabani, atau generasi yang bertakwa, cerdas, dan berakhlak mulia.
Penanaman pendidikan Islam bagi
generasi muda bangsa tidak akan bisa berjalan secara optimal kalau tidak ada
keterlibatan serius dari semua pihak. Oleh sebab itu, semua elemen bangsa
(pemerintah, tokoh agama, masyarakat, pendidik, orang tua dan sebagainya) harus
memiliki niat dan keseriusan untuk melakukan ini. Harapannya, generasi masa
depan bangsa ini adalah generasi yang berintelektual tinggi dan berakhlak mulia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar