Pendekatan pembelajaran humanistik memandang manusia sebagai subyek
yang bebas merdeka untuk menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggungjawab
penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Pendekatan yang
lebih tepat digunakan dalam pembelajaran yang humanistik adalah pendekatan
dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak peserta didik
untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif. Pendidik tidak bertindak
sebagai guru melainkan fasilitator dan partner dialog; pendekatan reflektif
mengajak peserta didik untuk berdialog dengan dirinya sendiri; sedangkan
pendekatan ekspresif mengajak peserta didik untuk mengekspresikan diri dengan
segala potensinya (realisasi dan aktualisasi diri). Dengan demikian pendidik
tidak mengambil alih tangung jawab, melainkan sekedar membantu dan mendampingi
peserta didik dalam proses perkembangan diri, penentuan sikap dan pemilahan
nilai-nilai yang akan diperjuangkannya.
Pendidikan yang humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama-tama
dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara
pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah.
Relasi ini berkembang dengan pesat dan menghasilkan buah-buah pendidikan jika
dilandasi oleh cinta kasih antar mereka. Pribadi-pribadi hanya berkembang
secara optimal dan relatif tanpa hambatan jika berada dalam suasana yang penuh
cinta (unconditional love), hati yang penuh pengertian (understanding heart)
serta relasi pribadi yang efektif (personal relationship). Dalam mendidik
seseorang kita hendaknya mampu menerima diri sebagaimana adanya dan kemudian
mengungkapkannya secara jujur (modeling). Mendidik tidak sekedar menransfer
ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada para peserta didik, namun
merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuhkembangkan dirinya secara
optimal.
Mendidik yang efektif pada dasarnya merupakan kemampuan seseorang
menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga pendidik memiliki relasi bermakna
antara pendidikan dengan para peserta didik sehingga mereka mampu menumbuh
kembangkan dirinya menjadi pribadi dewasa dan matang. Pendidikan yang efektif
adalah yang berpusat pada siswa atau pendidikan bagi siswa. Dasar pendidikannya
adalah apa yang men- “dunia”, minat, dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik.
Pendidik membantu peserta didik untuk menemukan, mengembangkan dan mencoba
mempraktikkan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki (the learners-centered
teaching). Ciri utama pendidikan yang berpusat pada siswa adalah bahwa pendidik
menghormati, menghargai dan menerima siswa sebagaimana adanya. Komunikasi dan
relasi yang efektif sangat diperlukan dalam model pendidikan yang berpusat pada
siswa, sebab hanya dalam suasana relasi dan komunikasi yang efektif, peserta
didik akan dapat mengeksplorasi dirinya, mengembangkan dirinya dan kemudian
mem- “fungsi” -kan dirinya di dalam masyarakat secara optimal.
Tujuan sejati dari pendidikan seharusnya adalah pertumbuhan dan
perkembangan diri peserta didik secara utuh sehingga mereka menjadi pribadi
dewasa yang matang dan mapan, mampu menghadapi berbagai masalah dan konflik
dalam kehidupan sehari-hari. Agar tujuan ini dapat tercapai maka diperlukan
sistem pembelajaran dan pendidikan yang humanistik serta mengembangkan cara
berpikir aktif-positif dan keterampilan yang memadai (income generating
skills). Pendidikan dan pembelajaran yang bersifat aktif-positif dan
berdasarkan pada minat dan kebutuhan siswa sangat penting untuk memperoleh
kemajuan baik dalam bidang intelektual, emosi/perasaan (EQ), affeksi maupun
keterampilan yang berguna untuk hidup praktis. Tujuan pendidikan pada
hakikatnya adalah memanusiakan manusia muda (N. Driyarkara). Pendidikan
hendaknya membantu peserta didik untuk bertumbuh dan berkembang menjadi
pribadi-pribadi yang lebih bermanusiawi (semakin “penuh” sebagai manusia),
berguna dan berpengaruh di dalam masyarakatnya, yang bertanggungjawab dan
bersifat proaktif dan kooperatif. Masyarakat membutuhkan pribadi-pribadi yang
handal dalam bidang akademis, keterampilan atau keahlian dan sekaligus memiliki
watak atau keutamaan yang luhur. Singkatnya pribadi yang cerdas, berkeahlian,
namun tetap humanis.
Pendekatan humanistik dalam kurikulum didasarkan atas asumsi-asumsi
yang berikut:
a. Siswa akan lebih giat lagi belajar dan bekerja bila harga dirinya
dikembangkan sepenuhnya.
b. Siswa yang diturutsertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya.
c. Hasil belajar akan meningkatkan dalam suasana belajar yang diliputi
oleh rasa saling mempercayai, saling membantu dan bebas dari ketegangan yang
berlebihan.
d. Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggung
jawab kepada siswa atas kegiatan belajarnya.
Dari beberapa literatur pendidikan, ditemukan beberapa model
pembelajaran yang humanistik ini yakni: humanizing of the classroom, active
learning, quantum learning, quantum teaching, dan the accelerated learning.
1. Humanizing of the classroom ini dilatarbelakangi oleh kondisi
sekolah yang otoriter, tidak manusiawi, sehingga banyak menyebabkan peserta
didik putus asa, yang akhirnya mengakhiri hidupnya alias bunuh diri. Kasus ini
banyak terjadi di Amerika Serikat dan Jepang. Humanizing of the classroom ini
dicetuskan oleh John P. Miller yang terfokus pada pengembangan model
“pendidikan afektif”. Pendidikan model ini bertumpu pada tiga hal: menyadari
diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah,
mengenali konsep dan identitas diri, dan menyatupadukan kesadaran hati dan
pikiran. Perubahan yang dilakukan tidak terbatas pada substansi materi saja,
tetapi yang lebih penting pada aspek metodologis yang dipandang sangat
manusiawi.
2. Active learning dicetuskan oleh Melvin L. Silberman. Asumsi
dasar yang dibangun dari model pembelajaran ini adalah bahwa belajar bukan
merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar
membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan
belajar itu aktif, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Mereka
mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah dan menerapkan apa
yang mereka pelajari. Dalam active learning, cara belajar dengan mendengarkan
saja akan cepat lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit,
dengan cara mendengarkan, melihat, dan mendiskusikan dengan siswa lain akan
paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan akan memperoleh
pengetahuan dan keterampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbaik
adalah dengan mengajarkan. Belajar aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan,
dan menarik. Active learning menyajikan 101 strategi pembelajaran aktif yang
dapat diterapkan hampir untuk semua materi pembelajaran.
3. Quantum learning merupakan cara pengubahan bermacam-macam
interaksi, hubungan dan inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar momen
belajar. Dalam prakteknya, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik
pemercepatan belajar dan neurolinguistik dengan teori, keyakinan, dan metode
tertentu. Quantum learning mengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan
potensi nalar dan emosinya secara jitu akan mampu membuat loncatan prestasi
yang tidak bisa terduga sebelumnya. Dengan metode belajar yang tepat siswa bisa
meraih prestasi belajar secara berlipat-ganda. Salah satu konsep dasar dari
metode ini adalah belajar itu harus mengasyikkan dan berlangsung dalam suasana
gembira, sehingga pintu masuk untuk informasi baru akan lebih besar dan terekam
dengan baik.
4. Quantum teaching berusaha mengubah suasana belajar yang monoton
dan membosankan ke dalam suasana belajar yang meriah dan gembira dengan
memadukan potensi fisik, psikis, dan emosi siswa menjadi suatu kesatuan
kekuatan yang integral. Quantum teaching berisi prinsip-prinsip sistem
perancangan pengajaran yang efektif, efisien, dan progresif berikut metode
penyajiannya untuk mendapatkan hasil belajar yang mengagumkan dengan waktu yang
sedikit. Dalam prakteknya, model pembelajaran ini bersandar pada asas utama
bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkanlah dunia kita ke dunia mereka.
Pembelajaran, dengan demikian merupakan kegiatan full content yang melibatkan
semua aspek kepribadian siswa (pikiran, perasaan, dan bahasa tubuh) di samping
pengetahuan, sikap, dan keyakinan sebelumnya, serta persepsi masa mendatang.
Semua ini harus dikelola sebaik-baiknya, diselaras-kan hingga mencapai harmoni
(diorkestrasi).
5. The accelerated learning merupakan pembelajaran yang
di-percepat. Konsep dasar dari pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran itu
berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan. Pemilik konsep ini, Dave
Meier menyarankan kepada guru agar dalam mengelola kelas menggunakan pendekatan
Somatic, Auditory, Visual, dan Intellectual (SAVI). Somatic dimaksudkan sebagai
learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan berbuat). Auditory
adalah learning by talking and hearing (belajar dengan berbicara dan
mendengarkan). Visual diartikan learning by observing and picturing (belajar
dengan mengamati dan mengambarkan). Intellectual maksudnya adalah learning by
problem solving and reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan
refleksi).
Bobbi DePorter menganggap accelerated learning dapat memungkinkan
siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal
dan dibarengi kegembiraan. Cara ini menyatukan unsur-unsur yang sekilas tampak
tidak mempunyai persamaan, tampak tidak mempunyai persamaan, misalnya hiburan,
permainan, warna, cara berpikir positif, kebugaran fisik dan kesehatan
emosional. Namun semua unsur ini bekerja sama untuk menghasilkan pengalaman
belajar yang efektif.
Aspek-Aspek Kemanusiaan Pembelajaran Humanistik Manusia adalah
makhluk multidimensional yang dapat ditelaah dari berbagai sudut pandang.
Eduart Spranger (1950), melihat manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani.
Yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah aspek kerohaniannya.Manusia
akan menjadi sungguh-sungguh manusia kalau ia mengembangkan nilai-nilai rohani
(nilai-nilai budaya), yang meliputi: nilai pengetahuan, keagamaan, kesenian,
ekonomi, kemasyarakatan dan politik. Howard Gardner (1983) menelaah manusia dari
sudut kehidupan mentalnya khususnya aktivitas inteligensia (kecerdasan).
Menurutnya, manusia memiliki 7 macam kecerdasan yaitu:
1. Kecerdasan matematis/logis: yaitu kemampuan penalaran ilmiah,
penalaran induktif/deduktif, berhitung/angka dan pola-pola abstrak.
2. Kecerdasan verbal/bahasa: yaitu kemampuan yang berhubungan
dengan kata/bahasa tertulis maupun lisan. (sebagian materi pelajaran di sekolah
berhubungan dengan kecerdasan ini).
3. Kecerdasan interpersonal: yaitu kemampuan yang berhubungan
dengan keterampilan berelasi dengan orang lain, berkomunikasi antar pribadi.
4. Kecerdasan fisik/gerak/badan: yaitu kemampuan mengatur gerakan
badan, memahami sesuatu berdasar gerakan.
5. Kecerdasan musikal/ritme: yaitu kemampuan penalaran ber-dasarkan
pola nada atau ritme. Kepekaan akan suatu nada atau ritme.
6. Kecerdasan visual/ruang/spasial: yaitu kemampuan yang
meng-andalkan penglihatan dan kemampuan membayangkan obyek. Kemampuan
menciptakan gambaran mental.
7. Kecerdasan intrapersonal: yaitu kemampuan yang berhubungan
dengan kesadaran kebatinannya seperti refleksi diri, kesadaran akan hal-hal
rohani.
Kecerdasan inter dan intra personal ini selanjutnya oleh Daniel
Goleman (1995) disebut dengan kecerdasan emosional. Ternyata pula bahwa
sebagian besar kegiatan kecerdasan logis matematis dan kecerdasan verbal bahasa
dilakukan dibelahan otak kiri. Sedangkan kegiatan kecerdasan lainnya dilakukan
pada otak kanan (intra personal, interpersonal, visual-ruang, gerak-badan, dan
musik-ritme). Penting pula dengan demikian bahwa nilai akademik dan tingkah
laku dibedakan. Hukuman akademik dan hukuman “kepribadian” dipisahkan. Sayang
bahwa hanya kecerdasan logis-matematis dan verbal-bahasa yang dikembangkan di
sekolah, sedangkan yang lainnya hanya sedikit sekali.
Hal ini tentu merugikan siswa sebab tidak semua bakat dan
kemampuannya dieksplorasi dan dikembangkan, dan juga fatal bagi sebagian siswa
yang memiliki kelebihan kecerdasan di otak kanan. Betapa pentingnya dalam dunia
pendidikan kita mengusahakan proses pembelajaran dan pendidikan yang
mengembangkan aktivitas baik otak kanan maupun otak kiri,yang mengembangkan
semua aspek kemanusiaan perseorangan.
Sumber :
Nasution. 2006. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta ; PT. Bumi Aksara
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi
Aksara
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Pengembangan Kurikulum teori dan
Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum dan pembelajaran Filosofi Teori
dan Prakrtek. Bandung : Pakar Raya
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran.2011. Kurikulum
Pembelajaran. Bandung : Raja Grafindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar