Senin, 28 April 2014

Metode Filsafat I Metode Ilmiah




Mari kita kembali kepada apa yang diketahui sebagai metode ilmiah juga seperti yang sekarang dipergunakan dalam investigasi atau penelitian ilmiah dan juga dalam berpikir reflektif pada kehidupan sehari-hari kita. Belakangan kita bisa menanyakan apakah metode ini dapat digunakan dalam filsafat, dan jika bisa apakah metode ini dapat digunakan dalam filsafat, dan jika bisa apakah jalan ini yang terbaik atau hanya sekedar metode semata. Dewey dalam buku kecilnya How We think, telah memberi kita satu pembahasan yang jelas tentang prosedur berpikir reflektif. Berpikir reflektif dimulai ketika ada beberapa persoalan yang sukar untuk dipecahkan atau sulit untuk ditemukan, seperti ketika, menempuh jalan asing seperti dialami oleh seorang musafir atau pelancong yang datang ketempat di mana terdapat persimpangan jalan. Dia akan berpikir meskipun jika dia tidak pernah melakukan kegiatan berpikir sebelumnya. Kemudian dia akan memutuskan jalan mana yang akan di tempuh. Ini adalah persoalan kecil tetapi filsafat menawari kita persoalan yang lebih besar namun metode pemecahannya sama.

Pertama kita harus menganlisa situasi dengan hati-hati dan mengumpulkan semua fakta yang berhubungan dengannya, selama itu bisa kita kumpulkan. Kemudian kita harus adil dan jujur serta tanpa menyertakan prasangka apa pun dalam pengamatan  kita tentang berbagai fakta. Upaya mengeliminasi pada kesamaan dan persamaan personal, pilihan dan perasaan kita, pada suka dan ketidaksukaan kita dan pada sistem religius dan tradisional kita ini sangat sulit. Kegagalan dalam mengamati ini merupakan sumber kerusakan dalam banyak kasus berfilsafat pada zaman lampau. Prasangka telah menyesatkan kita dalam berpikir reflektif tentang kehidupan sehari-hari kita dan telah menyebabkan juga banyaknya kesalahan dalam sain. Tidak ada kemajuan dalam sain atau filsafat dapat dibuat jika kita sendiri mengerjakan lebih dulu beberapa teori yang diidam-idamkan.

Dalam kehidupan sehari-hari ketika beberpa masalah menghadirkan dirinya sendiri, kita mungkin jatuh kembali dalam kebiasaan atau budaya lama dalam mengambil keputusannya. Sebagian besar dari kita telah memiliki beberapa “sistem” yang sudah jadi. Kita juga biasanya memiliki beberapa koleksi pavorit tentang gagasan yang telah kita lupakan dari tradisi, pusaka sosial, partai politik, gereja, mesjid, ulama atau berharap dari beberapa buku yang telah menekan kita dalam-dalam dan dari beberapa “gerakan” baru dalam puisi, fiksi popular, mungkin juga dari sebuah sinetron keren (impressive) dalam layar kaca lantas kita memecahkan dengan bergitu saja masalah yang mengacau dan menyulitkan dengan hanya merujuk pada sistem ini. Hal ini sangat mungkin bahwa dalam cara kita memecahkan atau menyelesaikan pertanyaan dan persoalan, kita akan dengan kuat dipengaruhi oleh perasaan personal, harapan dan dorongan kita. Beberapa kerumitan emosional (“emotional complex”) akan menentukan pertanyaan bagi kita.

Di dalam filasafat dan sain pemikiran reflektif kita harus dibebaskan dari berbagai kesalahan “sistem” ini dan berbagai kepentingan subjektif, sebagaimana Francis Bacon menyebut mereka itu merupakan idola atau berhala (idols) gua, teater, pasar atau kesukuan. Kebebasan dari prasangka ini merupakan sesuatu yang ideal karena sangat susah untuk direalisasikan.

Di dalam filsafat sikap tidak memihak ini secara keseluruhan tetap lebih sulit dibanding di dalam sain meskipun beberapa dari kita mencapainya. Tetapi sejauh ini mungkin semua persoalan apakah dalam filsafat atau dalam sain harus di dekati dengan semangat minat ilmiah yang asli yang motifnya adalah mempertajam hasrat atau dorongan untuk mengetahui yaitu keinginan tahu secara ilmiah yang sungguh-sungguh nyata.

Sumber : Buku Filsafat

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...