Pendekatan
belajar (approach to learning) dan
strategi atau kiat melaksanakan pendekatan serta metode belajar termasuk faktor-faktor
yang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Sering terjadi
seorang siswa yang memilki kemampuan ranah cipta (kognitif) yang lebih tinggi
daripada teman-temannya, ternyata hanya mampu mencapai hasil yang sama dengan
yang dicapai teman-temannya. Bahkan, bukan hal yang mustahil jika suatu saat
siswa cerdas tersebut mengalami kemerosotan prestasi sampai ke titik yang lebih
rendah daripada prestasi temannya yang berkapasitas rata-rata.
Sebaliknya,
seorang siswa yang sebenarnya hanya memiliki kemampuan ranah cipta rata-rata
atau sedang, dapat mencapai puncak prestasi (sampai batas optimal kemampuannya)
yang memuaskan, lantaran menggunakan pendekatan belajar yang efisisen dan
efektif. Konsekuensi positifnya ialah harga diri (self-esteem) siswa tersebut melonjak hingga setara dengan
teman-temannya, yang beberapa orang di antaranya mungkin berkapasitas kognitif
lebih tinggi.
1.
EFISIENSI
BELAJAR
Pada
umumnya orang melakukan usaha atau bekerja dengan harapan memeroleh hasil yang
banyak tanpa mengeluarkan biaya, tenaga, dan waktu yang banyak pula, atau
dengan kata lain efisien. Efisiensi adalah sebuah konsep yang mencerminkan
perbandingan terbaik antara usaha dengan hasilnya (Gie, 1985). Dengan demikian,
ada dua macam efisiensi yang dapat dicapai siswa, yaitu: 1) efisiensi usaha
belajar; 2) efisiensi hasil belajar.
A.
Efisiensi
usaha belajar
Suatu
kegiatan belajar dapat dikatakan efisien kalau prestasi belajar yang diinginkan
dapat dicapai dengan usahan yang hemat atau minum. Usaha dalam hal ini segala
sesuatu yang digunakan untuk mendapat hasil belajar yang memuaskan, seperti:
tenaga dan pikiran, waktu, peralatan belajar, dan lain-lain hal yang relevan
dengan kegiatan belajar.
B.
Efisiensi
Hasil Belajar
Selanjutnya,
sebuah kegiatan belajar dapat pula dikatakan efisien apabila dengan usaha
belajar tertentu memberikan prestasi belajar tinggi.
2.
RAGAM
PENDEKATAN BELAJAR
Banyak
pendekatan belajar yang dapat Anda ajarkan kepada siswa untuk mempelajari
bidang studi atau materi pelajaran yang sedang mereka tekuni, dari yang paling
klasik sampai yang paling modern. Di antara pendekatan-pendekatan belajar yang
dipandang representatif (mewakili) yang klasik dan modern itu ialah: 1)
pendekatan hukum Jost; 2) pendekatan Ballar & Clancy; dan 3) pendekatan
Biggs.
A.
Pendekatan
Hukum Jost
Menurut
Reber (1988), salah satu asumsi penting yang mendasari Hukum Jost (Jost’s Law)
adalah siswa yang lebih sering mempraktikan materi pelajaran akan lebih mudah
memanggil kembali memori lama yang berhubungan dengan materi yang sedang ia
tekuni. Selanjutnya berdasarkan asumsi Hukum Jost itu maka belajar dengan kiat
5 x 3 adalah lebih baik daripada 3 x 5 walaupun hasil perilaku kedua kiat
tersebut sama.
Maksudnya,
mempelajari sebuah materi atau bidang studi, seperti bahasa Inggris, dengan
alokasi waktu 3 jam per hari selama 5 hari akan lebih efektif daripada
mempelajarai materi tersebut dengan alokasi waktu 5 jam sehari tetapi hanya
selama 3 hari. Perumpamaan pendekatan belajar dengan cara mencicil seperti
contoh di atas hingga kini masih dipandang cukup berhasil guna terutama untuk
materi-materi yang bersifat hafalan atau pembiasaan keterampilan tertentu
misalnya keterampilan berbahasa Inggris.
B.
Pendekatan
Ballard & Clanchy
Menurut
Ballard & Clanchy (1990), pendekatan belajar siswa pada umumnya dipengaruhi
oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan (attitude
to knowledge). Ada dua macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu:
1) sikap melestarikan materi yang sudah ada (conserving); dan 2) sikap memperluas materi (extending).
Siswa
yang bersikap conserving pada umumnya menggunakan pendekatan belajar
“reproduktif” (bersifat menghasilkan kembali fakta dan informasi). Sedangkan
siswa yang bersikap extending,
biasanya menggunakan pendekatan belajar “analitis” (berdasakan pemilahan dan
interpretasi fakta dan informasi). Bahkan di antara mereka yang bersikap extending cukup banyak yang menggunakan
pendekatan belajar yang lebih ideal yaitu pendekatan spekulatif (berdasarkan
pemikiran mendalam), yang bukan saja bertujuan menyerap pengetahuan melainkan
juga mengembangkannya.
C.
Pendekatan
Biggs
Menurut
hasil penelitian Biggs (1991), pendekatan belajar siswa dapat dikelompokkan ke
dalam tiga prototipe (bentuk dasar), yakni:
1. pendekatan
surface (permukaan/bersifat
lahiriah).
2. pendekatan
deep (mendalam)
3. pendekatan
achieving (pencapaian prestasi
tinggi).
John
B. Biggs, seorang profesor kognitif (cognitivist)
yang berpengalaman mengepalai Jurusan Pendidikan Universitas Hongkong itu
menyimpulkan bahwa prototipe-prototipe pendekatan belajar tadi pada umumnya
digunakan para siswa berdasarkan motifnya, bukan karena sikapnya terhadap
pengetahuan. Namun, agaknya patut diduga bahwa antara motif siswa dengan
sikapnya terhadap pengetahuan ada keterkaitan.
Siswa
yang menggunakan pendekatan surface
misalnya, mau belajar karena dorongan dari luar (ekstrinsik) antara lain takut
tidak lulus yang mengakibatkan dia malu. Oleh karena itu, gaya belajarnya
santai, asal hafal, dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam.
Sebaliknya,
siswa yang menggunakan deep biasanya
mempelajari materi karena memang dia tertarik dan merasa membutuhkannya
(intrinsik). Oleh karena itu, gaya belajarnya serius dan berusaha memahami
materi secara mendalam serta memikirkan cara mengaplikasikannya. Bagi siswa
ini, lulus dengan nilai baik itu penting, tetapi yang lebih penting memiliki
pengetahuan yang banyak dan bermanfaat bagi kehidupannya.
Sementara
itu, siswa yang menggunakan pendekatan achieving
pada umumnya dilandasai oleh motif ekstrinsik yang berciri khusus yang disebut
“ego-enchancement” yaitu ambisi
pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara
meraih indeks prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih serius
daripada siswa-siswa yang memakai pendekatan-pendekatan lainnya. Dia memiliki
keterampilan belajar (study skills)
dalam arti sangat cerdik dan efisien dalam mengatur waktu, ruang kerja, dan
penelaahan isi silabus. Baginya, berkompetisi dengan teman-teman dalam meraih
nilai tertinggi adalah penting, sehingga ia sangat disiplin, rapi dan
sistematis serta berencana maju ke depan (plans
ahead).
3.
METODE
BELAJAR SQ3R
Untuk
melengkapi uraian mengenai pendekatan dan strategi belajar sebagaimana tersebut
di muka, berikut ini penyusun sajikan sebuah cara mempelajari teks (wacana),
khususnya yang terdapat dalam buku, artikel ilmiah, dan laporan penelitian.
Kiat yang secara spesifik dirancang untuk memahami isi teks itu disebur metode
SQ3R yang dikembangkan oleh Francis P. Robinson di Universitas Negeri Ohio
Amerika Serikat. Metode tersebut bersifat praktis dan dapat diaplikasikan dalam
berbagai pendekatan belajar.
SQ3R
pada prinsipnya merupakan singkatan langkah-langkah mempelajari teks yang
meliputi:
1. Survey,
maksudnya memeriksa atau meneliti atau mengidentifikasi seluruh teks;
2. Question,
maksudnya menyusun daftar pertanyaan yang relevan dengan teks;
3. Read,
maksudnya membaca teks secara aktif untuk mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang telah tersusun;
4. Recite,
maksudnya menghafal setiap jawaban yang telah ditemukan;
5. Review,
maksudnya meninjau ulang seluruh jawaban atas pertanyaan yang tersusun pada
langkah kedua dan ketiga.
Langkah pertama,
dalam melakukan aktivitas survey, Anda perlu membantu dan mendorong siswa untuk
memeriksa atau meneliti secara singkat seluruh struktur teks. Tujuannya, agar
siswa mengetahui panjangnya teks, judul bagian (heading) dan judul subbagian (sub-heading),
istilah, kata kunci, dan sebagainya. Dalam melakukan survey, siswa dianjurkan
menyiapkan pensil, kertas, dan alat pembuat ciri (berwarna kuning, hijau, dan
sebagainya) seperti stabile untuk menandai bagian-bagian tertentu.
Bagian-bagian penting dan akan dijadikan bahan pertanyaan, perlu ditandai untuk
memudahkan proses penyusunan daftar pertanyaan, perlu ditandai untuk memudahkan
proses penyusunan daftar pertanyaan pada langkah selanjutnya.
Langkah kedua,
Anda seyogianya memberi petunjuk atau contoh kepada para siswa untuk menyusun
pertanyaan-pertanyaan yang jelas, singkat, dan relevan dengan bagian-bagian
teks yang telah ditandai pada langkah pertama. Jumlah pertanyaan bergantung
pada panjang-pendeknya teks, dan kemampuan siswa dalam memahami teks yang
sedang dipelajari. Jika teks yang sedang dipelajari siswa berisi hal-hal yang
sebelumnya sudah diketahui, mungkin mereka hanya perlu membuat beberapa
pertanyaan. Sebaliknya, apabila latar belakang pengetahuan siswa tidak
berhubungan dengan isi teks, maka ia perlu menyusun pertanyaan
sebanyak-banyaknya.
Langkah ketiga,
Anda seyogianya menyuruh siswa membaca secara aktif dala rangka mencari jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan yang telah tersusun. Dalam hal ini, membaca secara
aktif juga berarti membaca yang difokuskan pada paragraf-paragaraf yang
diperkirakan mengandung jawaban-jawaban yang diperkirakan relevan dengan
pertanyaan tadi.
Langkah keempat,
seyogianya Anda menyuruh menyebutkan lagi jawaban-jawaban atas pertanyaan yang
telah tersusun. Latihlah siswa untuk tidak membuka catatan jawaban. Jika sebuah
pertanyaan tak terjawab, siswa tetap disuruh menjawab pertanyaan berikutnya.
Demikian seterusnya, hingga seluruh pertanyaan, termasuk yang belum terjawab,
dapat diselesaikan dengan baik.
Langkah kelima,
pada langkah terakhir (review) Anda
seyogianya menyuruh siswa meninjau ulang seluruh pertanyaan dan jawaban secara
singkat.
Alokasi
waktu yang diperlukan untuk memahami sebuah teks dengan metode SQ3R, mungkin
tidak banyak berbeda dengan mempelajari teks secara biasa (tanpa metode SQ3R).
Akan tetapi, hasil pembelajaran siswa dengan menggunakan SQ3R dapat diharapkan
lebih memuaskan, karena dengan metode ini siswa menjadi pembaca aktif dan
terarah langsung pada intisari atau kandungan-kandaungan pokok yang tersirat
dan tersurat dalam teks.
Sumber
: Buku Psikologi Pendidikan, Muhibbin Syah.