Download Filenya Di Sini
Pedoman Penyusunan Tes Uraian
Agar diperoleh soal-soal bentuk uraian yang dikatakan memadai sebagai alat penilaian hasil belajar, hendaknya diperhatikan hal-hal berikut:
1) Hendaknya soal-soal tes dapat meliputi ide-ide pokok dari bahan yang diteskan, dan kalau mungkin disusun soal yang sifatnya komprehensif.
2) Hendaknya soal tidak mengambil kalimat-kalimat yang disalin langsung dari buku atau catatan
3) Pada waktu menyusun, soal-soal itu sudah dilengkapi dengan kunci jawaban serta pedoman penilaiannya
4) Hendaknya diusahakan agar pertanyaan bervariasi antara “Jelaskan”, “Mengapa”, “Bagaimana”, “Sebenarnya jauh”, agar dapat diketahui lebih jauh penguasaan siswa terhadap bahan.
5) Hendaknya rumusan soal dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh siswa
6) Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yang dikehendaki oleh penyusun tes. Untuk ini pertanyaan tidak boleh terlalu umum, tetapi harus spesifik.
Pemberian Skor Tes Uraian
Memeriksa jawaban soal-soal uraian tidak semudah tes objektif sekalipun telah ada kunci jawabannya. Setiap jawaban soal uraian harus dibaca seluruhnya sebelum diberi skor sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
Ada dua cara pemeriksaan jawaban soal uraian. Cara pertama ialah diperiksa seorang demi seorang untuk semua soal, kemudian diberi skor. Cara kedua ialah diperiksa nomor demi nomor untuk semua siswa, kemudian diberi skor, dan setelah selesai baru soal nomor dua, dst. Cara kedua memang memakan waktu lama, tetapi akan lebih objektif sebab jawaban setiap nomor untuk setiap siswa dapat diketahui dan dibandingkan. Cara kedua lebih baik daripada cara pertama, namun resikonya cukup berat bagi guru, apalagi jika jumlah siswa cukup banyak. Memeriksa jawaban soal uraian jangan dipaksakan selesai pada saat itu, tetapi lakukan secara bertahap. Hal ini penting untuk mencegah kelelahan sehingga pemeriksaan tidak objektif lagi. Guru harus sabar dalam memeriksa jawaban siswa, tidak emosional, lebih-lebih bila menghadapi tulisan siswa yang tak dapat dibaca, bahasa yang berbelit-belit, sistematika berpikirnya yang tidak teratur, dll.
Skoring bisa digunakan dalam berbagai bentuk, misalnya skala 1-4 atau 1-10, bahkan bisa pula 1-100. Namun, yang paling umum digunakan adalah 1-4 atau 1-10. Dengan demikian, guru tidak memberi angka nol terhadap jawaban yang salah. Gunakan sistem bobot dalam memberikan nilai terhadap jawaban siswa untuk setiap nomor. Bobot nilai bisa menggunakan skala 1-10. Misalnya untuk soal kategori mudah diberi bobot dua, soal kategori cukup diberi bobot tiga, dan soal kategori sulit diberi bobot lima sehingga jumlah bobot itu 10. Contoh: diberikan lima soal uraian. Nomor satu soal kategori mudah; nomor 2,3, dan 4 soal kategori sedang; dan nomor lima soal kategori sukar. Sebagai hasil penilian diperoleh data sebagai berikut:
Siswa Ali:
Nomor soal | Nilai yang diperoleh | Bobot nilai | Total nilai |
1 2 3 4 5 | 4 3 3 4 2 | 2 3 3 3 5 | 8 9 9 12 10 |
· Nilai rata-rata sebelum diberi bobot adalah 16/5 = 3,2
· Nilai rata-rata setelah diberi bobot adalah 48/16 = 3.0
Siswa Beni
Nomor soal | Nilai yang diperoleh | Bobot nilai | Total nilai |
1 2 3 4 5 | 2 3 3 4 4 | 2 3 3 3 5 | 8 9 9 12 20 |
· Nilai rata-rata sebelum diberi bobot adalah 16/5 = 3,2
· Nilai rata-rata setelah diberi bobot adalah 54/16 = 3,33
Kedua siswa diatas, bila dinilai tanpa pembobotan, menunjukkan prestasi yang sama, yakni 3,2. Namun, jika diberi bobot, ternyata Beni lebih tinggi, yakni memperoleh nilai 3,33 sedangkan Ali hanya 3,0. Sebabnya ialah Beni menjawab sempurna soal sulit dan Ali menjawab sempurna nomor mudah. Oleh sebab itu, penghargaan kepada siswa yang dapat menjawab soal sulit lebih tinggi ketimbang kepada siswa yang menjawab soal mudah.
Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa Beni lebih mampu daripada Ali sekalipun kedua-duanya mendapat nilai keseluruhan yang sama.
Dalam menilai kebenaran jawaban soal-soal bentuk uraian dipertimbangkan beberapa aspek, antara lain kebenaran isi sesuai dengan kaidah-kaidah materi yang ditanyakan, sistematika atau uraian logis dari kerangka berpikirnya yang dilihat dari penyajian gagasan jawaban, dan bahasa yang digunakan dalam mengekspresikan buah pikirannya.
Sistem penilaian yang digunakan untuk soal-soal uraian pada dasarnya sama dengan bentuk lain, yakni dapat menggunakan penilaian acuan norma dan atau penilaian acuan patokan. Pada tahap-tahap permulaan, dengan maksud mendorong motivasi siswa terhadap penggunaan tes uraian dan membiasakan mereka dengan soal bentuk uraian, ada baiknya digunakan penilaian acuan norma, yakni membandingkan posisi siswa dengan prestasi kelompoknya. Dengan sistem ini, memberi skor tinggi sekalipun jawabannya kurang memuaskan asalkan konsisten untuk semua siswa, tidak akan mempengaruhi posisi siswa dibandingkan dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, tidak merugikan penilaian, bahkan sebaliknya memotivasi belajar para siswa. Sebaliknya, bila digunakan penilaian acuan patokan jawaban yang tidak benar dinilai rendah dan krieria keberhasilan masih jauh dari jangkauan, bisa menyebabkan gagalnya semua siswa. Hal ini bisa melemahkan motivasi dan semangat belajar siswa. Sungguhpun demikian, penggunaan penilaian acuan norma yang terus-menerus dan berlebihan juga ada kelemahannya, yakni kurang meningkatkan hasil pendidikan. Oleh sebab itu, kedua sistem penilaian tersebut sebaiknya digunakan secara bergantian dan berkesinambungan.
Setelah mengkaji hakikat dari soal bentuk uraian baik yang berkenaan dengan keunggulan maupun dengan kelemahannya, kiranya cukup bijaksana apabila bentuk tes ini digunakan di semua tingkat pendidikan agar kualitas pendidikan nasioanal lebih meningkat lagi. Hal ini disebabkan oleh telah terlalu jenuhnya penggunaan tes objektif sehingga soal-soal bentuk objektif telah dianggap mudah menjawabnya dan para siswa kurang mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian di sekolah. Di lain pihak, kemapuan yang diungkapkan melalui bentuk tes uraian tidak hanya mencakup berpikir logis, tetapi juga kemampuan berbahasa para siswa. Dimensi-dimensi tes uraian lebih luas dan bisa mencakup semua aspek kognitif secara seimbang di samping membiasakan para siswa belajar penuh pemahaman dan mempersiapkan diri secara matang manakala menghadapi ulangan dan ujian-ujian yang diberikan di sekolahnya.
Sumber:
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara