Perbedaan Individual
Peserta Didik
Setiap anak adalah
unik. Ketika kita memperhatikan anak-anak di dalam ruang kelas, kita akan
melihat perbedaan individual yang sangat banyak. Bahkan anak-anak dengan latar
belakang usia hampir sama, akan memperlihatkan penampilan, kemampuan,
temperamen, minat dan sikap yang sangat beragam.
Dalam kajian psikologi,
masalah individu mendapat perhatian yang besar, sehingga melahirkan suatu
cabang psikologi yang dikenal dengan individual psychology, atau differential
psychology, yang memberikan perhatian besar terhadap penelitian tentang
perbedaan antarindividu. Ini didasarkan atas kenyataan bahwa di dunia tidak ada
dua orang yang persis sama. Bahkan anak kembar sekali pun masih ditemukan
adanya beberapa dimensi perbedaan di antara keduanya.
Dalam tinjauan
psikologi Islam, perbedaan individual tersebut dipandang sebagai realitas
kehidupan manusia yang sengaja diciptakan Allah untuk dijadikan bukti kebesaran
dan kesempurnaan ciptaan-Nya. Ketika menjelaskan tentang proses penciptaan,
dalam surah al-Mu’minun ayat 12-14, Allah telah memberi isyarat akan perbedaan
individual ini. “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani
(yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”, (QS. Al-Mu’minuun [23]:
12-14).
Kata-kata “makhluk
(bentuk) lain” (khalqun akhar) yang terkandung dalam ayat di atas
mengindikasikan betapa manusiasebagai makhluk individual memiliki ciri-ciri
khas, yang berbeda satu sama lain. Sejak zaman Nabi Adam, manusia pertama
ciptaan Allah, hingga saat ini tidak ditemukan seorang yang memiliki bentuk
persis sama, meskipun masih dalam keturunan yang satu.
Jadi, setiap manusia,
apakah ia berada dalam suatu kelompok ataukah seorang diri, ia disebut
individu. Individu menunjukkan kedudukan seseorang sebagai perseorangan atau
pesona. Sebagai orang perorangan, individu memiliki sifat-sifat atau
karakteristik yang menjadikannya berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan
inilah yang disebut dengan perbedaan individual (individual differences).
Ciri-ciri, sifat-sifat
atau karakteristik inidividual ini dapat berupa karakterisitik bawaan sejak
lahir dan dapat pula berupa karakteristik yang diperoleh dari hasil pengaruh
lingkungan. Seorang bayi yang baru lahir misalnya, merupakan hasil perpaduan
dari dua garis keturunan, keturunan ayah dan keturunan ibu. Sejak masa konsepsi
awal di dalam kandungan ibu, secara berkesinambungan ia dipengaruhi oleh
bermacam-macam faktor lingkungan yang merangsang. Masing-masing perangsang
tersebut, baik secara terpisah ataupun secara bersama-samadengan perangsang lain,
mempengaruhi perkembangan potensi-potensi biologis, yang pada gilirannya
menjelma menjadi suatu pola tingkah laku yang dapat mewujudkan seseorang
menjadi individu yang berkarakteristik berbeda dengan individu-individu lain.
Secara umum, perbedaan
individual dapat atas dua, yaitu perbedaan secara vertikal dan perbedaan secara
horizonatl. Perbedaan vertikal adalah perbedaan individu dalam aspek jasmaniah,
seperti: bentuk, tinggi, besar, kekuatan, dan sebagainya. Sedangkan perbedaan
horizontal adalah perbedaan individu dalam aspek mental, seperti: tingkat
kecerdasan, bakat, minat, ingatan, emosi, temperamen, dan sebagainya. Berikut
ini akan diuraikan beberapa aspek perbedaan individual peserta didik tersebut.
Perbedaan fisik-motorik
Perbedaan individual
dalam fisik tidak hanya terbatas pada aspek-aspek yang teramati oleh
pancaindera, seperti: bentuk atau tinggi badan, warna kulit, warna mata atau
rambut, jenis kelamin, nada suara atau bau keringat, melainkan juga mencakup
aspek-aspek fisik yang tidak dapat diamati melalui pencaindra, tetapi hanya
dapat diketahui setelah diadakan pengukuran, seperti usia, kekuatan badan atau
kecepatan lari, golongan darah, pendengaran, penglihatan, dan sebagainya.
Aspek fisik lain dapat
dilihat dari kecakapan motorik, yaitu kemampuan melakukan koordinasi kerja
sistem saraf motorik yang menimbulkan reaksi dalam bentuk gerakan-gerakan atau
kegiatan secara tepat, sesuai antara rangsangan dan responssnya. Dalam hal ini,
akan ditemui ada anak yang cekatan dan terampil, tetapi ada pula anak yang
lamban dalam mereaksi sesuatu.
Perbedaan aspek fisik
juga dapat dilihat dari kesehatan peserta didik, seperti kesehatan mata dan
telinga yang berkaitan langsung dengan penerimaan materi pelajaran di kelas.
Dalam hal kesehatan mata misalnya, akan ditemui adanya peserta didik yang
mengalami gangguan penglihatan, seperti: rabun jauh, rabun dekat, rabun malam,
buta warna, dan sebagainya. Sedangkan dalam hal kesehatan telinga, akan ditemui
adanya peserta didik yang mengalami penyumbatan pada saluran liang telinga,
ketegangan pada gendang telinga, terganggunya tulang-tulang pendengaran, dan
sebagainya.
Perbedaan intelegensi
Intelegensi adalah
salah satu kemampuan mental, pikiran atau intelektual dan merupakan bagian dari
proses-proses kognitif pada tingkatan yang lebih tinggi. Secara umum
inteligensi dapat dipahami sebagai kemampuan untuk menggunakan konsep yang
abstrak secara efektif, dan kemampuan untuk memahami hubungan dan
mempelajarinya dengan cepat.
Dalam proses pendidikan
di sekolah, inteligensi diyakini sebagai unsur unsur penting yang sangat
menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Namun inteligensi merupakan
salah satu aspek perbedaan individual yang perlu dicermati. Setiap peserta
didik memiliki inteligensi yang berlainan. Ada anak yang memiliki inteligensi
tinggi, sedang dan rendah. Untuk mengetahui tinggi rendahnya inteligensi
peserta didik, para ahli telah mengembangkan instrumen yang dikenal dengan “tes
inteligensi”, yang kemudian lebih populer dengan istilah Intelligence Quotient,
disingkat IQ. Berdasarkan hasil tes inteligensi ini, peserta didik dapat
diklasifikasikan sebagai
a.
Anak genius
|
IQ
di atas 140
|
b.
Anak pintar
|
110-140
|
c.
Anak normal
|
90-110
|
d.
Anak kurang pintar
|
70-90
|
e.
Anak debil
|
50-70
|
f.
Anak dungu
|
30-50
|
g.
Anak idiot
|
IQ
di bawah 30
|
Sejumlah hasil
penelitian menunjukkan bahwa persentase orang yang genius dan idiot sangat
kecil, dan yang terbanyak adalah anak normal. Genius adalah sifat pembawaan
luar biasa yang dimiliki seseorang, sehingga ia mampu mengatasi kecerdasan
orang-orang biasa dalam bentuk pemikiran dan hasil karya. Sedangkan idiot atau
pandir adalah penderita lemah otak, yang hanya memiliki kemampuan berpikir
setingkat dengan kecerdasan anak yang berumur tiga tahun (Mursal, 1981).
Dengan adanya perbedaan
individual dalam aspek inteligensi ini, maka guru disekolah akan mendapati anak
dengan kecerdasan yang luar biasa, anak yang mampu memecahkan masalah dengan
cepat, mampu berpikir abstrak dan kreatif. Sebaliknya, guru juga akan
menghadapi anak-anak yang kurang cerdas, sangat lambat dan bahkan hampir tidak
mampu mengatasi suatu masalah yang mudah sekalipun.
Perbedaan
kecakapan bahasa
Bahasa merupakan salah
satu kemampuan individu yang sangat pentingdalam proses belajar di sekolah.
Kemampuan berbahasa adalah kemampuan sesorang untuk menyatakan buah pikirannya
dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang bermakna, logis dan sistematis.
Kemampuan berbahasa anak berbeda-beda, ada anak yang dapat berbicara dengan
lancar, singakt dan jelas, tetapi ada pula anak yang gagap, berbicara
berbelit-belit dan tidak jelas.
Perbedaan individual
dalam perkembangan dan kecakapan bahasa anak ini telah menjadi wilayah
pengkajian dan penelitian yang menarik bagi sejumlah psikologi dan pendidik.
Banyak penelitian eksperimental telah dilakukan untuk menemukan faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam penguasaan bahasa anak.
Dari sejumlah hasil penelitian tersebut diketahui bahwa faktor nature dan
nurture (pembawaan dan lingkungan) sangat mempengaruhi perkembangan bahasa
anak. Berhubung faktor-faktor nature dan nurture individu itu bervariasi, maka
pengaruhnya terhadap perkembangan bahasa juga bervariasi. Karena itu, tidak
heran kalau antara individu yang satu dan individu lainnya berbeda dalam
kecakapan bahasanya. Perbedaan kecakapan berbahasa anak ini sangat dipengaruhi
oleh berbagai faktor, seperti faktor kecerdasan, pembawaan, lingkungan, fisik,
terutama organ bicara, dan sebagainya.
Perbedaan
psikologis
Perbedaan individual
peserta didik juga terlihat dari aspek psikologinya. Ada anak yang mudah
tersenyum, ada anak yang gampang marah, ada yang berjiwa sosial, ada yang
sangat egoistis, ada yang cengeng, ada yang pemalas, ada yang rajin, ada yang
pemurung, dan sebagainya.
Dalam proses pendidikan
di sekolah, perbedaan aspek psikologis ini sering menjadi persoalan, terutama
aspek psikologis yang menyangkut, masalah minat, motivasi dan perhatian peserta
didik terhadap materi pelajaran yang disajikan guru. Dalam penyajian suatu
materi pelajaran guru sering menghadapi kenyataan betapa tidak semua peserta
didik yang mampu menyerapnya secara bik. Realitas ini mungkin disebabkan oleh
cara penyampaian guru yang kurang tepat atau menarik, dan mungkin pula
disebabkan oleh faktor psikologis peserta didik yang kurang memperhatikan.
Secara fisik mungkin terlihat bahwa perhatian peserta didik terarah pada
pembicaraan guru. Namun secara psikologis, pandangan mata atau kondisi tubuh
mereka yang terlihat duduk dengan rapi dan tenang belum dapat dipastikan bahwa
memperhatikan semua penjelasan guru. Bisa saja pandangan mata anak hanya
terarah pada gerak, sikap dan gaya mengajar guru, tetapi alam pikirannya
terarah pada masalah lain yang lebih menarik minat dan perhatiannya.
Persoalan psikologis
memang sangat kompleks dan sangat sulit dipahami secara tepat, sebab menyangkut
apa yang ada di dalam jiwa dan perasaan didik. Meskipun demikian, bukan berarti
seorang guru mengabaikan begitu saja, tanpa berusaha untuk memahaminya. Guru
dituntut untuk mampu mamahmi fenomena-fenomena psikologis peserta didik yang rumit
tersebut. Salah satu cara yang mungkin dilakukan dalam menyelami aspek
psikologis peserta didik secara pribadi. Guru harus menjalin hubungan yang
akrab dengan peserta didik, sehingga mereka mau mengungkapkan isi hatinya
secara terbuka. Dengan cara ini memungkinkan guru dapat mengenal siapa
sebenarnya peserta didik sebagai individu, apa keinginan-keinginannya,
kebutuhan-kebutuhan apa yang ingin dicapainya, masalah-masalah apa yang tengah
dihadapinya, dan sebagainya. Dengan demikian dan mengenal peserta didik secara
mendalam, guru pada gilirannya dapat mencari cara-cara yang tepat untuk
memberikan bimbingan dan membangkitkan motivasi belajar mereka.
Karakteristik
Individu dan Implikasinya terhadap Pendidikan
Karakteristik individu
adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada individu sebagai hasil
dari pembawaan dan lingkungannya. Untuk menjelaskan karakteristik-karakteristik
individu, baik dalam hal fisik, mental maupun emosional ini biasanya digunakan
istilah nature dan nurture. Nature (alam, sifat dasar) adalah karakteristik individu atau sifat
khas seseorang yang dibawa sejak kecil atau yang diwarisi sebagai sifat
pembawaan, sedangkan nurture
(pemeliharaan, pengasuhan) adalah faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
individu sejak dari masa pembuahan sampai selanjutnya.
Nature dan nurture ini
merupakan dua faktor yang mempengaruhi karakteristik individu. Seorang bayi
yang baru lahir merupakan hasil dari dua garis keluarga, yaitu garis keluarga
ayah dan garis keluarga ibu. Sejak saat terjadinya pembuahan atau konsepsi
kehidupan, secara berkesinambungan dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor
lingkungan yang merangsang. Masing-masing perangsang tersebut, baik secara
terpisah atau terpadu dengan rangsangan yang lain, semuanya membantu perkembangan
potensi-potensi biologis demi terbentuknya tingkah laku manusia yang dibawa
sejak lahir. Hal ini pada gilirannya membentuk suatu pola karakteristik tingkah
laku yang dapat mewujudkan seseorang sebagai individu yang berkarakteristik
berbeda dengan individu-individu lain.
Adanya karekteristik individu
yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan tersebut jelas membawa
implikasi terhadap proses pendidikan di sekolah. Dalam hal ini, proses
pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik
secara individu. Berdasarakan pemahaman ini, maka secara esensial proses
belajar mengajar yang dilaksanakan guru adalah menyediakan kondisi yang
kondusif agar masing-masing individu peserta didik dapat belajar secara
optimal, meskipun wujudnya mereka itu datang dan ada secara berkelompok. Ini
berarti bahwa di dalam proses belajar mengajar, setiap individu peserta didik
memerlukan perlakuan yang berbeda, sehingga strategi dan usaha pelaksanaannya
pun akan berbeda-beda dan bervariasi.
Dalam pembicaraannya
mengenai karakeristik individu peserta didik ini, ada tiga hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
1. Karakteristik
yang berkenaan dengan kemampuan awal atau prerequisite
skills, seperti kemampuan intelektual, kemampuan berpikir dan hal-hal yang
berkatian dengan aspek psikomotor.
2. Karakteristik
yang berhubungan dengan latar belakang dan status sosio-kultural.
3. Karakteristik
yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian, seperti sikap, perasaan,
minat, dan lain-lain.
Pemahaman tentang
karakteristik individu peserta didik ini memiliki arti penting dalam interaksi
belajar-mengajar. Bagi seorang guru khususnya, informasi mengenai karakteristik
individu peserta didik ini akan sangat berguna dalam memilih dan menentukan
pola-pola pengajaran yang lebih baik atau yang lebih tepat, yang dapat menjamin
kemudahan belajar bagi setiap peserta didik. Dengan pemahaman atas
karakteristik individu peserta didik ini, guru dapat merekonstruksi dan
mengorganisasikan materi pelajaran sedemikian rupa, memilih dan menentukan
metode yang lebih tepat, sehingga terjadi proses interaksi dan masing-masing
komponen belajar mengajar secara optimal. Di samping itu, pemahaman atas
karakteristik individu peserta didik juga sangat bermanfaat bagi guru dalam
memberikan motivasi dan bimbingan bagi setiap individu peserta didik ke arah
keberhasilan belajarnya.
Sumber : Psikologi
Perkembangan Peserta Didik, Desmita