Sejarah,
Cakupan, dan Metode Psikologi Pendidikan
Sejarah
Singkat Psikologi Pendidikan
Sejarah
khusus yang mengungkapkan secara cermat dan luas tentang psikologi pendidikan,
hingga kini sesungguhnya masih perlu dicari. Hal ini terbukti karena kebanyakan
karya tulis yang mengungkapkan “riwayat hidup” psikologi pendidikan masih
sangat langka. Karya tulis yang membahas riwayat psikologi yang ada sekarang
pada umumnya tentang pelbagai psikologi yang dicampur aduk menjadi satu,
sehingga menyulitkan identifikasi terhadap jenis psikologi tertentu yang ingin
kita ketahui secara spesifik.
Uraian
kesejarahan yang khusus berkaitan dengan psikologi pendidikan konon pernah
dilakukan secara alakadarnya oleh beberapa orang ahli seperti Boring &
Murphy pada tahun 1929 dan Burt pada tahun 1957, tetapi terbatas untuk
psikologi pendidikan yang berkembang di wilayah Inggris (David, 1972). Sudah tentu
riwayat psikologi pendidikan yang mereka tulis itu tak dapat kita jadikan acuan
bukan hanya karena keterbatasan wilayah pengembangan saja, melainkan juga
karena telah daluarsanya karya-karya tulis tersebut.
Kenyataan
yang tak dapat dimungkiri bahwa penggunaan psikologi dalam dunia pendidikan
sudah berlangsung sejak zaman dahulu meskipun istilah psikologi pendidikan
sendiri pada masa awal pemanfaatannya belum dikenal orang. Namun, seiring
dengan perkembangan sain dan teknologi, akhirnya lahir dan berkembanglah secara
resmi (entah tahun berapa) sebuah cabang khusus psikologi yang disebut
psikologi pendidikan itu. Kemudian menurut David (1972) pada umumnya para ahli
memandang bahwa Johann Fiedrich Herbart adalah bapak psikologi pendidikan yang
konon menurut sebagian ahli masih merupakan disiplin sempalan psikologi
lainnya.
Herbart
adalah seorang filosof dan pengarang kenamaan yang lahir di Oldenburg, Jerman,
pada tanggal 4 Mei 1776. Pada usia 29 tahun ia menjadi dosen filsafat di
GÓ§ttingen dan mencapai puncak kariernya pada tahun 1809 ketika dia diangkat
menjadi ketua Jurusan Filsafat di Konisberg sampai tahun 1833. Ia meninggal di
GÓ§ttingen pada tanggal 14 Agustus 1841.
Nama
Herbart kemudian diabadikan sebagai nama sebuah aliran psikologi yang disebut
Herbartianisme ialah apperceptive mass,
sebuah istilah yang khusus diperuntukan bagi pengetahuan yang telah dimiliki
individu. Dalam pandangan Herbart, proses belajar atau memahami sesuatu
bergantung pada pengenalan individu terhadap hubungan-hubungan antara ide-ide
baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Konsep ini sampai sekarang masih
digunakan secara luas dalam dunia pengajaran.
Aliran
pemikiran Herbartianisme, menurut Reber (1988), adalah pendahulu pemikiran psikoanalisis
Freud dan berpengaruh besar terhadap pemikiran psikologi eksperimental Wundt.
Ia juga dianggap sebagai pencetus gagasan-gagasan pendidikan gaya baru yang
pengaruhnya masih terasa hingga sekarang.
Buku
Pedagogics (ilmu mengajar) adalah
karyanya yang dianggap monumental, “sesuatu yang agung”. Karya besar lainnya
yang berhubungan dengan psikologi pendidikan, Application of Psychology to the Science of Educatioan (penerapan
psikologi untuk ilmu pendidikan).
Sebagai
catatan pelengkap mengenai ilmuwan besar yang berpengaruh tersebut, penyusun
kutipkan sebagian pandangannya yang berhubungan dengan pendidikan, yaitu: . . .
regards history the most potent to study
in developing child character, next to it he classes nature studies, and lastly
he places formal studies such as reading, writing, arithmethic (David,
1972). Dalam pandangan Herbart, mata pelajaran yang paling jitu untuk
mengembangkan watak anak adalah sejarah. Kemudian untuk pengajaran selanjutnya
adalah ilmu-ilmu alam, dan sebagai pelajaran akhir yang perlu diberikan kepada
anak adalah bidang-bidang studi formal seperti membaca, menulis, dan
berhitung.
Selanjutnya,
psikologi pendidikan lebih pesat berkembang di Amerika Serikat, meskipun tanah
kelahirannya sendiri di Eropa. Kemudian, dan negara adidaya tersebut psikologi
pendidikan menyebar ke seluruh benua hingga sampai ke Indonesia. Meskipun
perkembangan psikologi pendidikan di Eropa dianggap tidak seberapa,
kenyataannya psikologi tersebut tidak lenyap atau tergeser oleh perkembangan psikologi
pengajaran dan didaksologi seperti yang telah penyusun singgung di muka. Salah
satu bukti masih dipakai dan dikembangkan psikologi tersebut di Eropa khususnya
di Inggris adalah masih tetap diterbitkannya sebuah jurnal internasional yang
bernama Britsh Journal of Educational
Psychology.
Sekarang,
semakin dewasa usia psikologi pendidikan, semakin banyak pakar psikologi dan
pendidikan yang berminat mengembangkannya. Hal ini terbukti dengan semakin
banyaknya fakultas psikologi dan fakultas pendidikan di universitas-universitas
terkenal di dunia yang membuka jurusan atau spesialisasi keahlian psikologi
pendidikan dengan fasilitas belajar yang lengkap dan modern. Sayang, di negara
kita jurusan psikologi pendidikan—yang biasanya digabung dengan bimbingan dan penyuluhan
(BP) itu sudah amat jarang diselenggarakan pada fakultas keguruan baik negeri
maupun swasta.
Kenyataan
lain yang menunjukkan kepesatan perkembangan psikologi pendidikan adalah
semakin banyaknya ragam cabang psikologi dan aliran pemikiran psikologis yang
turut berkiprah dalam riset-riset psikologi pendidikan. Cabang dan aliran
psikologi yang datang silih berganti menanamkan pengaruhnya terhadap psikologi
pendidikan, di antaranya yang paling menonjol adalah:
1. aliran
Humanisme dengan tokoh-tokoh utama J.J Rousseau, Abraham Maslow, C. Rogers;
2. aliran
Behaviorisme dengan tokoh utama J.B. Watson, E.L. Thorndike, dan B.F. Skinner;
3. aliran
Psikologi Kognitif dengan tokoh-tokoh utama J. Piaget, J. Bruner, dan D.
Ausbel.
Cakupan
Psikologi Pendidikan
Psikologi
pendidikan pada asasnya adalah sebuah disiplin psikologi yang khusus
mempelajari, meneliti, dan membahas seluruh tingkah laku manusia yang terlibat
dalam proses pendidikan itu meliputi tingkah laku belajar (oleh siswa), tingkah
laku mengajar (oleh guru), dan tingkah laku mengajar-belajar (oleh guru dan
siswa yang saling berinteraksi).
Inti
persoalan psikologis dalam psikologi pendidikan, tanpa mengabaikan persoalan
psikologi guru, terletak pada siswa. Pendidikan pada hakikatnya adalah
pelayanan yang khusus diperuntukkan bagi siswa. Oleh karena itu, ruang lingkup
pokok bahasan psikologi pendidikan, selain teori-teori psikologi pendidikan
sebagai ilmu, juga berbagai aspek psikologis para siswa khususnya ketika mereka
terlibat dalam proses belajar dan proses menajar-belajar.
Secara
garis besar, banyak ahli yang membatasi pokok-pokok bahasan psikologi
pendidikan menjadi tiga macam.
1. Pokok
bahasan mengenai “belajar”, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip, dan
ciri-ciri khas perilaku belajar siswa, dan sebagainya.
2. Pokok
bahasan mengenai “proses belajar”, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang
terjadi dalam kegiatan belajar siswa.
3. Pokok
bahasan mengenai “situasi belajar”, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik
bersifat fisik maupun nonfisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa.
Sementara
itu, Samuel Smith sebagaimana yang dikutip Suryabrata (1984), menetapkan 16
topik bahasan yang rinciannya sebagai berikut:
1. Pengetahuan
tentang psikologi pendidikan (the science
of educational psychology).
2. Hereditas
atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity).
3. Lingkungan
yang bersifat fisik (physical structure).
4. Perkembangan
siswa (growth).
5. Proses-proses
tingkah laku (behavior process).
6. Hakikat
dan ruang lingkup belajar (nature and
scope of learning).
7. Faktor-faktor
yang memengaruhi belajar (factors that
condition learning).
8. Hukum-hukum
dan teori-teori belajar (laws and
theories of learning).
9. Pengukuran,
yakni, prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/evaluasi (measurenment: basic principles and
definitions).
10. Transfer
belajar, meliputi mata pelajaran (transfer
of learning: subject matters).
11. Sudut-sudut
pandang praktis mengenai pengukuran (practical
aspects of measurenments).
12. Ilmu
statistic dasar (element of statistics).
13. Kesehatan
rohani (mental hygiene).
14. Pendidikan
membentuk watak (character education).
15. Pengetahuan
psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah (psychology of secondary school subjects).
16. Pengetahuan
psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school subjects).
Keenam
belas pokok bahasan itu, konon telah dikupas oleh hampir semua ahli yang telah
diselidiki Smith, walaupun porsi (jumlah bagian/jatah) yang diberikan dalam
pengupasan tersebut tidak sama.
Dari
rangkaian pokok-pokok bahasan versi Smith dan tiga pokok yang sebelum ini telah
penyusun singgung di muka, tampak sangat jelas bahwa masalah belajar (learning)
adalah masalah yang paling sentral dan vital, (inti dan amat penting) dalam
psikologi pendidikan. Dari seluruh proses pendidikan, kegiatan belajar siswa
merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini bermakna bahwa berhasil-tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan banyak berpulang kepada proses belajar siswa baik
ketika ia berada dalam kelas maupun di luar kelas.
Masalah
pokok kita sekarang adalah apa dan bagaimana belajar itu sesungguhnya? Samakah
dengan latihan, menghapal, mengumpulkan fakta dan sebagainya?
Selanjutnya,
walaupun masalah belajar merupakan pokok bahasan sentral dan vital, tidak
berarti masalah-masalah lain tidak perlu dibahas oleh psikologi pendidikan.
Masalah mengajar (teaching) dan
proses mengajar belajar (teaching-learning
process) seperti telah penyusun tekankan sebelum ini, juga dibicarakan
dengan porsi yang cukup besar dan luas dalam psikologi pendidikan. Betapa
pentingnya masalah proses mengajar-belajar tersebut, terbukti dengan banyaknya
penelitian yang dilakukan dan buku-buku psikologi pendidikan yang secara khusus
membahas masalah interaksi instruksional (hubungan bersifat pengajaran) antara
guru dengan siswa.
Khusus
mengenai proses mengajar-belajar, para ahli psikologi pendidikan seperti Barlow
(1985) dan Good & Brophy (1990) mengelompokkan pembahasan ke dalam tujuah
bagian.
1. Manajemen
ruang (kelas) yang sekurang-kurangnya meliputi pengendalian kelas dan
penciptaan iklim kelas.
2. Metodologi
kelas (metode pengajaran).
3. Motivasi
siswa peserta kelas.
4. Penanganan
siswa yang berkemampuan luar biasa.
5. Penanganan
siswa berprilaku menyimpang.
6. Pengukuran
kinerja akademik siswa.
7. Pendayagunaan
umpan balik dan penindaklanjutan.
Dalam
hal penanganan manajemen (proses penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan)
yakni manajemen ruang belajar atau kelas, tugas utama guru adalah: 1) melakukan
kontrol terhadap seluruh keadaan dan aktivitas kelas; 2) menciptakan iklim
ruang belajar (classroom climate)
sedemikian rupa agar proses mengajar-belajar dapat berjalan wajar dan lancar.
Pengendalian atau kontrol yang dilakukan guru, menurut tinjauan psikologi
pendidikan harus senantiasa diorientasikan pada tercapainya disiplin. Disiplin
dalam hal ini berarti segala sikap, penampilan, dan perbuatan siswa yang wajar
dalam mengikuti proses mengajar-belajar. Adapun adalah penciptaan iklim kelas,
guru sangat diharapkan mampu menata lingkungan psikologis ruang belajar
sehingga mengandung atmosfer (baca: suasana perasaan) iklim yang memungkinkan
para siswa mengikuti proses belajar dengan tenang dan bergairah.
Metode
Psikologi Pendidikan
Kebanyakan
psikologi menganggap kegiatan mengajar-belajar manusia adalah topik paling
penting dalam studi psikologi. Demikian pentingnya arti belajar sehingga nyaris
tak satu pun aspek kehidupan manusia yang terlepas dari belajar. Namun,
perbedaan persepsi, (pemahaman atas dasar tanggapan) mengenai arti dan
seluk-beluk belajar selalu muncul dari waktu ke waktu dan dari generasi ke
generasi.
Kenyataan
yang tak terelakkan bahwa perbedaan generasi psikologi sering pula membawa perbedaan
persepsi terhadap belajar. Lebih kurang 50 tahun yang lalu persepsi orang
khususnya para pendidik professional sangat dipengaruhi oleh aliran
behaviorisme yang didasarkan pada hasil eksperimen dengan menggunakan
hewan-hewan percobaan.
Akhir-akhir
ini, persepsi tersebut sudah banyak berubah seiring dengan perubahan pandangan
para ahli psikologi pendidikan terhadap keabsahan (validity) dan kecermatan (accuracy)
temuan riset yang menggunakan hewan-hewan itu (Lazerson, 1975). Para peneliti bidang
psikologi khususnya psikologi pendidkan kini telah semakin sadar betapa dalam
dan rumitnya proses berpikir siswa ketika ia belajar, sehingga gejala perilaku
hewan percobaan tak layak lagi digunakan sebagai bahan kiasan (analogi) yang
memadai. Perubahan ini mengakibatkan berubahnya pola riset dan penggunaan
metode untuk menghimpun data psikologis di bidang kependidikan.
Data
sebenarnya dapat diangkat dari sumbernya dengan metode apa saja asal cocok
dengan jenis, sifat, dan sumber atau usul-usul data tersebut. Namun, kebanyakan
ahli psikologi pendidikan membatasi pengunaan metode sesuai dengan wilayah
riset (apek psikologi) dan sifat pertanyaan penelitian yang benar-benar relevan
dengan kebutuhan kajian atau kebutuhan kependidikan.
Metode,
seperti yang penyusu uraikan pada bagian lain buku ini, secara singkat dapat
dipahami sebagai cara atau jalan yang ditempuh seseorang singkat dapat dipahami
sebagai cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam melakukan sebuah
kegiatan. Dalam psikologi pendidikan, metode-metode tertentu dipakai untuk
mengumpulkan berbagai data dan informasi penting yang bersifat psikologis dan
berkaitan dengan kegiatan pendidikan dan pengajaran.
Pada
umunya, para ahli psikologi pendidikan melakukan riset psikologi di bidang
kependidikan dengan memanfaatkan beberapa metode penelitian tertentu seperti:
a) eksperimen; b) kuesioner; c) studi khusus d) penyelidikan klinis; dan e)
observasi naturalistic. Di samping lima macam metode di atas, H.C. Witherington
menyebut satu metode lagi yang bernama metode filosofis atau spekulatif.
Metode Eksperimen
Pada
asasnya, metode eksperimen merupakan serangkaian percobaan yang dilakukan
eksperimenter (peneliti yang bereksperimen) di dalam sebuah laboratorium atau
ruangan tertentu lainnya. Tekni pelaksanaannya disesuaikan dengan data yang
akan diangkat, misalnya data pendengaran siswa, penglihatan siswa, dan gerak
mata siswa ketika sedang membaca. Selain itu, eksperimen dapat pula dipakai
untuk mengukur kecepatan bereaksi seorang siswa terhadap stimulus tertentu.
Alat utama yang paling sering dipakai dalam eksperimen pada jurusan psikologi
pendidikan atau fakultas psikologi di universitas-universitas terkemuka adalah
computer dengan pelbagai progrmnya seperti program cognitive psychology test.
Metode
eksperimen yang digunakan dalam penelitian psikologi pendidikan dengan tujuan
untuk menguji eabsahan dan kecermatan simpulan-simpulan yang idtarik dari hasil
temuan penelitian dengan metode lain. Contoh: apabila sebuah simpulan yang
ditarik dari sebuah penelitian dengan metode observasi misalnya, menimbulkan
keraguan atau masalah baru, maka dilakukan percobaan atau eksperimen.
Metode
eksperimen bagi para psikolog, termasuk psikolog pendidikan dianggap sebagai
metode pilihan dalam arti lebih utama untuk digunakan dalam riset-riset.
Alasannya, data dan informasi yang dihimpun melalui metode ini lebih bersifat
definitive (pasti) dan lebih sainstifik (ilmiah) jika dibandingkan dengan data
dan informasi yang dihimpun melalui penggunaan-penggunaan metode lainnya.
Anggapan
itu sesungguhnya tidak sepenuhnya bena, sebab sering terjadi perilaku subjek
yang terekam dalam eksperimen ternyata berlawanan dengan perilaku subjek
tersebut dalam kehidupan sehari-harinya. Jadi, subjek tadi mungkin telah
berpura-pura ketika diteliti karena ingin membantu atau mengacaukan rancangan
operasional penelitian ekperimenter.
Untuk
mengantisipasi hal yang bakal terjadi tidak sesuai dengan harapan peneliti,
rancangan eksperimen (experimental design)
biasanya dibuat sedemikian rupa, sehingga, seluruh unsur penelitian termasuk
penggunaan laboratorium/tempat dan subjek yang akan diteliti betul-betul
memenuhi syarat penelitian eksperimental.
Dalam
penelitian ekperimental objek yang akan diteliti dibagi ke dalam dua kelompok,
yakni 1) kelompok percobaan (experimental
group); 2) kelompok pembanding (control
group). Kelompok percobaan terdiri atas sejumlah orang tingkah lakunya
diteliti dengan perlakuan khusus dalam arti sesuai dengan data yang akan
dihimpun. Kelompok pembanding juga terdiri atas objek yang jumlah
karakteristknya sama dengan kelompok percobaan, tetapi yang tingkah lakunya
tidak diteliti dalam arti tidak diberi perlakuan (treatment) seperti yang diberikan kepada kelompok percobaan.
Setelah eksperimen usai, data dari kelompok percobaan tadi dibandingkan dengan
dari kelompok pembanding, lalu dianalisis, ditafsirkan, dan disimpulkan dengan
teknik statistic tertentu.
Metode Kuesioner
Metode
kuesioner (qustionaire) lazim juga
disebut metode surat-menyurat (mail
survey). Kuesioner disebut “mail
survey” karena pelaksanaan penyebaran dan pengembaliannya sering dikirimkan
ke dan dari responden melalui jasa pos.
Namun,
sebelum kuesioner disebarkan atau dikirimkan kepada responden yang sesungguhnya
seorang peneliti psikologi pendidikan biasanya melakukan uji coba (try out). Caranya, sejumlah kuesioner
dibagi-bagikan kepada sejumlah orang tertentu yang memiliki karakteristik sama
dengan calon responden yang sesungguhnya. Tujuannya, untuk memastikan
pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner itu cukup jelas dan relevan untuk
dijawab, dan untuk memeroleh masukan yang mungkin bermanfaat bagi penyempurnaan
kuesioner tersebut.
Penggunaan
metode kuesioner dalam riset-riset sosial termasuk bidang psikologi pendidikan
relatif lebih menonjol apabila dibandingkan dengan penggunaan metode-metode
lainnya. Gejala dominasi (penguasaan/kemenonjolan) penggunaan metode ini muncul
karena lebih banyak sampel yang bisa dijangkau di samping unit cost (biaya satuan) per responen lebih murah. Contoh data yang
dapat dihimpun dengan cara penyebaran adalah sebagai berikut.
1. Karakteristik
pribadi siswa seperti jenis kelamin, usia, dan seterusnya tapi tidak termasuk
nama.
2. Latar
belakang keadaan siswa seperti latar belakang keluarga, latar belakang
pendidikan, dan sebagainya.
3. Perhatian
siswa terhadap mata pelajaran tertentu.
4. Faktor-faktor
pendorong dan penghambat siswa dalam mengikuti pelajaran tertentu.
5. Aplikasi
(penerapan), mata pelajaran tertentu dalam kehidupan sehari-hari siswa (seperti
salat dalam pelajaran agama).
6. Pengaruh
aplikasi mata pelajaran tertentu terhadap perikehidupan siswa.
Metode Studi Khusus
Studi
kasusu (case study) ialah sebuah
metode penelitian yang digunakan untuk memeroleh gambaran yang rinci mengenai
aspek-aspek psikologis seorang siswa atau sekelompok siswa tertentu. Metode
ini, selain dipakai oleh para peneliti psikologi pendidikan, juga sering
dipakai oleh peneliti ilmu-ilmu sosial lainnya karena lebih memungkinkan
peneliti melakukan investigasi (penyelidikan dengan mencatat fakta) dan penafsiran
yang lebih luas dan mendalam.
Instrument
atau alat data (APD) yang digunakan dalam studi kasus bisa bermacam-macam
terutama yang dapat mengungkapkan variable yang sukar ditentukan dalam satuan
jumlah tertentu (Tardif, 1987). Selanjutnya karena simpulan-simpulan yang
ditarik dari hasil studi kasus biasanya sulit dijadikan tolak ukur yang berlaku umum
(digeneralisasikan), studi tersebut sering diikuti dengan investigasi dan
survey lain yang berskala lebih besar. Tetapi, dalam hal subjek yang diteliti,
studi kasus relatif sama dengan metode penyelidikan klinis yakni hanya terdiri
atas seorang individu atau kelompok kecil individu.
Fenomena
dan peristiwa yang diselidiki dengan metode ini lazimnya terus-menerus diikuti
perkembangannya selama kurun waktu tertentu. Bahkan seorang peneliti psikologi
pendidikan terkadang memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menghimpun
bahan-bahan berupa data dan informasi yang akurat, yang tepat dan cermat,
mengenai seorang individu atau sekelompok kecil individu. Studi kasus akan
memerlukan waktu yang lebih lama lagi apabila dipakai untuk menyelidiki
fenomena genetika (karakteristik keturunan) yang dihubungkan dengan aktivitas
pendidikan. Dalam hal ini, studi biasanya dimulai sejak seorang anak berusia
muda (balita umpanya) hingga berusia tertentu (remaja misalnya) untuk
mendapatkan pengertian yang tepat mengenai aspek-aspek perkembangan yang perlu
diperhatkan demi kepentingan praktik kependdikan untuk anak tersebut.
Metode Penyelidikan
Klinis
Pada
mulanya, metode penyelidikan klinis atau sebut saja metode klinis (clinical method) hanya digunakan oleh
para ahli psikologi klinis atau psikiater. Dalam metode ini terdapat prosedur
diagnosis dan penggolongan penyakit kelainan jiwa serta cara-cara memberi
perlakuan pemulihan (psychological
treatment) terhadap kelainan jiwa tersebut.
Jean
Piaget adalah yang mula-mula memanfaatkan metode penyelidikan klinis tersebut
untuk kepentingan pendidikan. Piaget telah sering menggunakan metode ini untuk
mengumpulkan data dengan cara yang unik yakni interaksi semu alamiah
(quasi-natural) antara peneliti dengan anak yang diteliti (Reber, 1988).
Dalam
hal pelaksanaan penggunaannya, peneliti menyediakan benda-benda dan memberi
tugas-tugas serta pertanyaan-pertanyaan tertentu yang boleh diselesaikanoleh
anak secara bebas menurut persepsi dan kehendaknya, kemudian, setelah data dari
hasil penyelidikan pertama diangkat dan diberi perlakuan khusus (misalnya
dianalisis sekilas), peneliti mengajukan lagi pertanyaan atau tugas tambahan
untuk mendukung data yang terhimpun sebelumnya.
Sebelumnya
perlu dicatat bahwa metode penyelidikan klinis pada umumnya hanya diberlakukan
untuk menyelidiki anak atau siswa yang mengalami penyimpangan psikologis tak
terkecuali penyimpangan perilaku (maladaptive
behavior/behaviorisme). Oleh karenanya, penggunaan sarana dan cara yang
dikaitkan dengan metode tersebut selalu memperhatikan batas-batas kesanggupan
siswa. Sama halnya dengan metode eksperimen yang dilakukan dalam laboratorium,
metode klinis juga mementingkan intensitas dan ketelitian yang sungguh-sungguh.
Sasaran
yang akan dicapai oleh peneliti dengan penggunaan metode klinis terutama untuk
memastikan sebab timbulnya ketidaknormalan perilaku seorang siswa atau
sekelompok kecil siswa. Kemudian, berdasarkan kepastian faktor penyebab itu
penelitian berupaya memilih dan menetukan cara-cara yang tepat untuk mengatasi
penyimpangan tersebut.
Metode Observasi
Naturalistik
Metode
observasi naturalistic (naturalistic
observation) adalah sejenis observasi yang dilakukan secara alamiah. Dalam
hal ini, peneliti berada di luar objek yang diteliti atau tidak menampakkan
diri sebagai orang yang sedang melakukan penelitian.
Pada
mulanya, observasi naturalistik lebih banyak digunakan oleh para ahli ilmu
hewan (ethologist) untuk mempelajari
perilaku hewan tertentu, misalnya perkembangan perilaku ikan jantan terhadap
ikan betina (Lazerson, 1975). Kemudian, metode observasi naturalistik digunakan
oleh psikolog sosial untuk meneliti peranan kepemimpinan dalam sebuah
masyarakat atau meneliti sekelompok orang yang memerlukan terapi (perawatan dan
pemulihan) yang bersifat kemasyarakatan. Selanjutnya, metode ini juga digunakan
oleh para psikolog perkembangan para psikolog kognitif, dan para psikolog
pendidikan.
Dalam
hal penggunaannnya bagi kepentingan penelitian psikolog pendidikan, seorang
peneliti atau guru yang menjadi asistennya dapat mengaplikasikan metode
observasi ilmiah itu lewat kegiatan pengajaran atau mengajar-belajar dalam
kelas regular, yakni kelas tetap dan biasa, bukan kelas yang diadakan secara
khusus. Selama proses mengajar-belajar berlangsung, jenis perilaku siswa yang
diteliti (misalnya, kecepatan membaca) dicatat dalam lemabar format observasi
yang khusus dirancang sesuai dengan data dan informasi yang akan dihimpun.
Sumber
: Buku Psikologi Pendidikan, Muhibbin Syah.
1 komentar:
blog anda sangat berantakan
Posting Komentar