Rabu, 10 September 2014

Sejarah, Cakupan, dan Metode Psikologi Pendidikan


Sejarah, Cakupan, dan Metode Psikologi Pendidikan

Sejarah Singkat Psikologi Pendidikan

Sejarah khusus yang mengungkapkan secara cermat dan luas tentang psikologi pendidikan, hingga kini sesungguhnya masih perlu dicari. Hal ini terbukti karena kebanyakan karya tulis yang mengungkapkan “riwayat hidup” psikologi pendidikan masih sangat langka. Karya tulis yang membahas riwayat psikologi yang ada sekarang pada umumnya tentang pelbagai psikologi yang dicampur aduk menjadi satu, sehingga menyulitkan identifikasi terhadap jenis psikologi tertentu yang ingin kita ketahui secara spesifik.

Uraian kesejarahan yang khusus berkaitan dengan psikologi pendidikan konon pernah dilakukan secara alakadarnya oleh beberapa orang ahli seperti Boring & Murphy pada tahun 1929 dan Burt pada tahun 1957, tetapi terbatas untuk psikologi pendidikan yang berkembang di wilayah Inggris (David, 1972). Sudah tentu riwayat psikologi pendidikan yang mereka tulis itu tak dapat kita jadikan acuan bukan hanya karena keterbatasan wilayah pengembangan saja, melainkan juga karena telah daluarsanya karya-karya tulis tersebut.

Kenyataan yang tak dapat dimungkiri bahwa penggunaan psikologi dalam dunia pendidikan sudah berlangsung sejak zaman dahulu meskipun istilah psikologi pendidikan sendiri pada masa awal pemanfaatannya belum dikenal orang. Namun, seiring dengan perkembangan sain dan teknologi, akhirnya lahir dan berkembanglah secara resmi (entah tahun berapa) sebuah cabang khusus psikologi yang disebut psikologi pendidikan itu. Kemudian menurut David (1972) pada umumnya para ahli memandang bahwa Johann Fiedrich Herbart adalah bapak psikologi pendidikan yang konon menurut sebagian ahli masih merupakan disiplin sempalan psikologi lainnya.

Herbart adalah seorang filosof dan pengarang kenamaan yang lahir di Oldenburg, Jerman, pada tanggal 4 Mei 1776. Pada usia 29 tahun ia menjadi dosen filsafat di GÓ§ttingen dan mencapai puncak kariernya pada tahun 1809 ketika dia diangkat menjadi ketua Jurusan Filsafat di Konisberg sampai tahun 1833. Ia meninggal di GÓ§ttingen pada tanggal 14 Agustus 1841.

Nama Herbart kemudian diabadikan sebagai nama sebuah aliran psikologi yang disebut Herbartianisme ialah apperceptive mass, sebuah istilah yang khusus diperuntukan bagi pengetahuan yang telah dimiliki individu. Dalam pandangan Herbart, proses belajar atau memahami sesuatu bergantung pada pengenalan individu terhadap hubungan-hubungan antara ide-ide baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Konsep ini sampai sekarang masih digunakan secara luas dalam dunia pengajaran.

Aliran pemikiran Herbartianisme, menurut Reber (1988), adalah pendahulu pemikiran psikoanalisis Freud dan berpengaruh besar terhadap pemikiran psikologi eksperimental Wundt. Ia juga dianggap sebagai pencetus gagasan-gagasan pendidikan gaya baru yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang.

Buku Pedagogics (ilmu mengajar) adalah karyanya yang dianggap monumental, “sesuatu yang agung”. Karya besar lainnya yang berhubungan dengan psikologi pendidikan, Application of Psychology to the Science of Educatioan (penerapan psikologi untuk ilmu pendidikan).

Sebagai catatan pelengkap mengenai ilmuwan besar yang berpengaruh tersebut, penyusun kutipkan sebagian pandangannya yang berhubungan dengan pendidikan, yaitu: . . . regards history the most potent to study in developing child character, next to it he classes nature studies, and lastly he places formal studies such as reading, writing, arithmethic (David, 1972). Dalam pandangan Herbart, mata pelajaran yang paling jitu untuk mengembangkan watak anak adalah sejarah. Kemudian untuk pengajaran selanjutnya adalah ilmu-ilmu alam, dan sebagai pelajaran akhir yang perlu diberikan kepada anak adalah bidang-bidang studi formal seperti membaca, menulis, dan berhitung.      

Selanjutnya, psikologi pendidikan lebih pesat berkembang di Amerika Serikat, meskipun tanah kelahirannya sendiri di Eropa. Kemudian, dan negara adidaya tersebut psikologi pendidikan menyebar ke seluruh benua hingga sampai ke Indonesia. Meskipun perkembangan psikologi pendidikan di Eropa dianggap tidak seberapa, kenyataannya psikologi tersebut tidak lenyap atau tergeser oleh perkembangan psikologi pengajaran dan didaksologi seperti yang telah penyusun singgung di muka. Salah satu bukti masih dipakai dan dikembangkan psikologi tersebut di Eropa khususnya di Inggris adalah masih tetap diterbitkannya sebuah jurnal internasional yang bernama Britsh Journal of Educational Psychology.

Sekarang, semakin dewasa usia psikologi pendidikan, semakin banyak pakar psikologi dan pendidikan yang berminat mengembangkannya. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya fakultas psikologi dan fakultas pendidikan di universitas-universitas terkenal di dunia yang membuka jurusan atau spesialisasi keahlian psikologi pendidikan dengan fasilitas belajar yang lengkap dan modern. Sayang, di negara kita jurusan psikologi pendidikan—yang biasanya digabung dengan bimbingan dan penyuluhan (BP) itu sudah amat jarang diselenggarakan pada fakultas keguruan baik negeri maupun swasta.

Kenyataan lain yang menunjukkan kepesatan perkembangan psikologi pendidikan adalah semakin banyaknya ragam cabang psikologi dan aliran pemikiran psikologis yang turut berkiprah dalam riset-riset psikologi pendidikan. Cabang dan aliran psikologi yang datang silih berganti menanamkan pengaruhnya terhadap psikologi pendidikan, di antaranya yang paling menonjol adalah:

1.      aliran Humanisme dengan tokoh-tokoh utama J.J Rousseau, Abraham Maslow, C. Rogers;

2.      aliran Behaviorisme dengan tokoh utama J.B. Watson, E.L. Thorndike, dan B.F. Skinner;

3.      aliran Psikologi Kognitif dengan tokoh-tokoh utama J. Piaget, J. Bruner, dan D. Ausbel.

Cakupan Psikologi Pendidikan

Psikologi pendidikan pada asasnya adalah sebuah disiplin psikologi yang khusus mempelajari, meneliti, dan membahas seluruh tingkah laku manusia yang terlibat dalam proses pendidikan itu meliputi tingkah laku belajar (oleh siswa), tingkah laku mengajar (oleh guru), dan tingkah laku mengajar-belajar (oleh guru dan siswa yang saling berinteraksi).

Inti persoalan psikologis dalam psikologi pendidikan, tanpa mengabaikan persoalan psikologi guru, terletak pada siswa. Pendidikan pada hakikatnya adalah pelayanan yang khusus diperuntukkan bagi siswa. Oleh karena itu, ruang lingkup pokok bahasan psikologi pendidikan, selain teori-teori psikologi pendidikan sebagai ilmu, juga berbagai aspek psikologis para siswa khususnya ketika mereka terlibat dalam proses belajar dan proses menajar-belajar.

Secara garis besar, banyak ahli yang membatasi pokok-pokok bahasan psikologi pendidikan menjadi tiga macam.

1.      Pokok bahasan mengenai “belajar”, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip, dan ciri-ciri khas perilaku belajar siswa, dan sebagainya.

2.      Pokok bahasan mengenai “proses belajar”, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar siswa.

3.      Pokok bahasan mengenai “situasi belajar”, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun nonfisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa.

Sementara itu, Samuel Smith sebagaimana yang dikutip Suryabrata (1984), menetapkan 16 topik bahasan yang rinciannya sebagai berikut:

1.      Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (the science of educational psychology).

2.      Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity).

3.      Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure).

4.      Perkembangan siswa (growth).

5.      Proses-proses tingkah laku (behavior process).

6.      Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).

7.      Faktor-faktor yang memengaruhi belajar (factors that condition learning).

8.      Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theories of learning).

9.      Pengukuran, yakni, prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/evaluasi (measurenment: basic principles and definitions).

10.  Transfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning: subject matters).

11.  Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurenments).

12.  Ilmu statistic dasar (element of statistics).

13.  Kesehatan rohani (mental hygiene).

14.  Pendidikan membentuk watak (character education).

15.  Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah (psychology of secondary school subjects).

16.  Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school subjects).

Keenam belas pokok bahasan itu, konon telah dikupas oleh hampir semua ahli yang telah diselidiki Smith, walaupun porsi (jumlah bagian/jatah) yang diberikan dalam pengupasan tersebut tidak sama.

Dari rangkaian pokok-pokok bahasan versi Smith dan tiga pokok yang sebelum ini telah penyusun singgung di muka, tampak sangat jelas bahwa masalah belajar (learning) adalah masalah yang paling sentral dan vital, (inti dan amat penting) dalam psikologi pendidikan. Dari seluruh proses pendidikan, kegiatan belajar siswa merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini bermakna bahwa berhasil-tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak berpulang kepada proses belajar siswa baik ketika ia berada dalam kelas maupun di luar kelas.

Masalah pokok kita sekarang adalah apa dan bagaimana belajar itu sesungguhnya? Samakah dengan latihan, menghapal, mengumpulkan fakta dan sebagainya?

Selanjutnya, walaupun masalah belajar merupakan pokok bahasan sentral dan vital, tidak berarti masalah-masalah lain tidak perlu dibahas oleh psikologi pendidikan. Masalah mengajar (teaching) dan proses mengajar belajar (teaching-learning process) seperti telah penyusun tekankan sebelum ini, juga dibicarakan dengan porsi yang cukup besar dan luas dalam psikologi pendidikan. Betapa pentingnya masalah proses mengajar-belajar tersebut, terbukti dengan banyaknya penelitian yang dilakukan dan buku-buku psikologi pendidikan yang secara khusus membahas masalah interaksi instruksional (hubungan bersifat pengajaran) antara guru dengan siswa.

Khusus mengenai proses mengajar-belajar, para ahli psikologi pendidikan seperti Barlow (1985) dan Good & Brophy (1990) mengelompokkan pembahasan ke dalam tujuah bagian.

1.      Manajemen ruang (kelas) yang sekurang-kurangnya meliputi pengendalian kelas dan penciptaan iklim kelas.

2.      Metodologi kelas (metode pengajaran).

3.      Motivasi siswa peserta kelas.

4.      Penanganan siswa yang berkemampuan luar biasa.

5.      Penanganan siswa berprilaku menyimpang.

6.      Pengukuran kinerja akademik siswa.

7.      Pendayagunaan umpan balik dan penindaklanjutan.

Dalam hal penanganan manajemen (proses penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan) yakni manajemen ruang belajar atau kelas, tugas utama guru adalah: 1) melakukan kontrol terhadap seluruh keadaan dan aktivitas kelas; 2) menciptakan iklim ruang belajar (classroom climate) sedemikian rupa agar proses mengajar-belajar dapat berjalan wajar dan lancar. Pengendalian atau kontrol yang dilakukan guru, menurut tinjauan psikologi pendidikan harus senantiasa diorientasikan pada tercapainya disiplin. Disiplin dalam hal ini berarti segala sikap, penampilan, dan perbuatan siswa yang wajar dalam mengikuti proses mengajar-belajar. Adapun adalah penciptaan iklim kelas, guru sangat diharapkan mampu menata lingkungan psikologis ruang belajar sehingga mengandung atmosfer (baca: suasana perasaan) iklim yang memungkinkan para siswa mengikuti proses belajar dengan tenang dan bergairah.  

Metode Psikologi Pendidikan

Kebanyakan psikologi menganggap kegiatan mengajar-belajar manusia adalah topik paling penting dalam studi psikologi. Demikian pentingnya arti belajar sehingga nyaris tak satu pun aspek kehidupan manusia yang terlepas dari belajar. Namun, perbedaan persepsi, (pemahaman atas dasar tanggapan) mengenai arti dan seluk-beluk belajar selalu muncul dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi.

Kenyataan yang tak terelakkan bahwa perbedaan generasi psikologi sering pula membawa perbedaan persepsi terhadap belajar. Lebih kurang 50 tahun yang lalu persepsi orang khususnya para pendidik professional sangat dipengaruhi oleh aliran behaviorisme yang didasarkan pada hasil eksperimen dengan menggunakan hewan-hewan percobaan.

Akhir-akhir ini, persepsi tersebut sudah banyak berubah seiring dengan perubahan pandangan para ahli psikologi pendidikan terhadap keabsahan (validity) dan kecermatan (accuracy) temuan riset yang menggunakan hewan-hewan itu (Lazerson, 1975). Para peneliti bidang psikologi khususnya psikologi pendidkan kini telah semakin sadar betapa dalam dan rumitnya proses berpikir siswa ketika ia belajar, sehingga gejala perilaku hewan percobaan tak layak lagi digunakan sebagai bahan kiasan (analogi) yang memadai. Perubahan ini mengakibatkan berubahnya pola riset dan penggunaan metode untuk menghimpun data psikologis di bidang kependidikan.

Data sebenarnya dapat diangkat dari sumbernya dengan metode apa saja asal cocok dengan jenis, sifat, dan sumber atau usul-usul data tersebut. Namun, kebanyakan ahli psikologi pendidikan membatasi pengunaan metode sesuai dengan wilayah riset (apek psikologi) dan sifat pertanyaan penelitian yang benar-benar relevan dengan kebutuhan kajian atau kebutuhan kependidikan.

Metode, seperti yang penyusu uraikan pada bagian lain buku ini, secara singkat dapat dipahami sebagai cara atau jalan yang ditempuh seseorang singkat dapat dipahami sebagai cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam melakukan sebuah kegiatan. Dalam psikologi pendidikan, metode-metode tertentu dipakai untuk mengumpulkan berbagai data dan informasi penting yang bersifat psikologis dan berkaitan dengan kegiatan pendidikan dan pengajaran.

Pada umunya, para ahli psikologi pendidikan melakukan riset psikologi di bidang kependidikan dengan memanfaatkan beberapa metode penelitian tertentu seperti: a) eksperimen; b) kuesioner; c) studi khusus d) penyelidikan klinis; dan e) observasi naturalistic. Di samping lima macam metode di atas, H.C. Witherington menyebut satu metode lagi yang bernama metode filosofis atau spekulatif.

Metode Eksperimen

Pada asasnya, metode eksperimen merupakan serangkaian percobaan yang dilakukan eksperimenter (peneliti yang bereksperimen) di dalam sebuah laboratorium atau ruangan tertentu lainnya. Tekni pelaksanaannya disesuaikan dengan data yang akan diangkat, misalnya data pendengaran siswa, penglihatan siswa, dan gerak mata siswa ketika sedang membaca. Selain itu, eksperimen dapat pula dipakai untuk mengukur kecepatan bereaksi seorang siswa terhadap stimulus tertentu. Alat utama yang paling sering dipakai dalam eksperimen pada jurusan psikologi pendidikan atau fakultas psikologi di universitas-universitas terkemuka adalah computer dengan pelbagai progrmnya seperti program cognitive psychology test.

Metode eksperimen yang digunakan dalam penelitian psikologi pendidikan dengan tujuan untuk menguji eabsahan dan kecermatan simpulan-simpulan yang idtarik dari hasil temuan penelitian dengan metode lain. Contoh: apabila sebuah simpulan yang ditarik dari sebuah penelitian dengan metode observasi misalnya, menimbulkan keraguan atau masalah baru, maka dilakukan percobaan atau eksperimen.

Metode eksperimen bagi para psikolog, termasuk psikolog pendidikan dianggap sebagai metode pilihan dalam arti lebih utama untuk digunakan dalam riset-riset. Alasannya, data dan informasi yang dihimpun melalui metode ini lebih bersifat definitive (pasti) dan lebih sainstifik (ilmiah) jika dibandingkan dengan data dan informasi yang dihimpun melalui penggunaan-penggunaan metode lainnya.

Anggapan itu sesungguhnya tidak sepenuhnya bena, sebab sering terjadi perilaku subjek yang terekam dalam eksperimen ternyata berlawanan dengan perilaku subjek tersebut dalam kehidupan sehari-harinya. Jadi, subjek tadi mungkin telah berpura-pura ketika diteliti karena ingin membantu atau mengacaukan rancangan operasional penelitian ekperimenter.

Untuk mengantisipasi hal yang bakal terjadi tidak sesuai dengan harapan peneliti, rancangan eksperimen (experimental design) biasanya dibuat sedemikian rupa, sehingga, seluruh unsur penelitian termasuk penggunaan laboratorium/tempat dan subjek yang akan diteliti betul-betul memenuhi syarat penelitian eksperimental.

Dalam penelitian ekperimental objek yang akan diteliti dibagi ke dalam dua kelompok, yakni 1) kelompok percobaan (experimental group); 2) kelompok pembanding (control group). Kelompok percobaan terdiri atas sejumlah orang tingkah lakunya diteliti dengan perlakuan khusus dalam arti sesuai dengan data yang akan dihimpun. Kelompok pembanding juga terdiri atas objek yang jumlah karakteristknya sama dengan kelompok percobaan, tetapi yang tingkah lakunya tidak diteliti dalam arti tidak diberi perlakuan (treatment) seperti yang diberikan kepada kelompok percobaan. Setelah eksperimen usai, data dari kelompok percobaan tadi dibandingkan dengan dari kelompok pembanding, lalu dianalisis, ditafsirkan, dan disimpulkan dengan teknik statistic tertentu.

Metode Kuesioner

Metode kuesioner (qustionaire) lazim juga disebut metode surat-menyurat (mail survey). Kuesioner disebut “mail survey” karena pelaksanaan penyebaran dan pengembaliannya sering dikirimkan ke dan dari responden melalui jasa pos.

Namun, sebelum kuesioner disebarkan atau dikirimkan kepada responden yang sesungguhnya seorang peneliti psikologi pendidikan biasanya melakukan uji coba (try out). Caranya, sejumlah kuesioner dibagi-bagikan kepada sejumlah orang tertentu yang memiliki karakteristik sama dengan calon responden yang sesungguhnya. Tujuannya, untuk memastikan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner itu cukup jelas dan relevan untuk dijawab, dan untuk memeroleh masukan yang mungkin bermanfaat bagi penyempurnaan kuesioner tersebut.

Penggunaan metode kuesioner dalam riset-riset sosial termasuk bidang psikologi pendidikan relatif lebih menonjol apabila dibandingkan dengan penggunaan metode-metode lainnya. Gejala dominasi (penguasaan/kemenonjolan) penggunaan metode ini muncul karena lebih banyak sampel yang bisa dijangkau di samping unit cost (biaya satuan) per responen lebih murah. Contoh data yang dapat dihimpun dengan cara penyebaran adalah sebagai berikut.

1.      Karakteristik pribadi siswa seperti jenis kelamin, usia, dan seterusnya tapi tidak termasuk nama.

2.      Latar belakang keadaan siswa seperti latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, dan sebagainya.

3.      Perhatian siswa terhadap mata pelajaran tertentu.

4.      Faktor-faktor pendorong dan penghambat siswa dalam mengikuti pelajaran tertentu.

5.      Aplikasi (penerapan), mata pelajaran tertentu dalam kehidupan sehari-hari siswa (seperti salat dalam pelajaran agama).

6.      Pengaruh aplikasi mata pelajaran tertentu terhadap perikehidupan siswa.

Metode Studi Khusus

Studi kasusu (case study) ialah sebuah metode penelitian yang digunakan untuk memeroleh gambaran yang rinci mengenai aspek-aspek psikologis seorang siswa atau sekelompok siswa tertentu. Metode ini, selain dipakai oleh para peneliti psikologi pendidikan, juga sering dipakai oleh peneliti ilmu-ilmu sosial lainnya karena lebih memungkinkan peneliti melakukan investigasi (penyelidikan dengan mencatat fakta) dan penafsiran yang lebih luas dan mendalam.

Instrument atau alat data (APD) yang digunakan dalam studi kasus bisa bermacam-macam terutama yang dapat mengungkapkan variable yang sukar ditentukan dalam satuan jumlah tertentu (Tardif, 1987). Selanjutnya karena simpulan-simpulan yang ditarik dari hasil studi kasus biasanya sulit dijadikan  tolak ukur yang berlaku umum (digeneralisasikan), studi tersebut sering diikuti dengan investigasi dan survey lain yang berskala lebih besar. Tetapi, dalam hal subjek yang diteliti, studi kasus relatif sama dengan metode penyelidikan klinis yakni hanya terdiri atas seorang individu atau kelompok kecil individu.

Fenomena dan peristiwa yang diselidiki dengan metode ini lazimnya terus-menerus diikuti perkembangannya selama kurun waktu tertentu. Bahkan seorang peneliti psikologi pendidikan terkadang memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menghimpun bahan-bahan berupa data dan informasi yang akurat, yang tepat dan cermat, mengenai seorang individu atau sekelompok kecil individu. Studi kasus akan memerlukan waktu yang lebih lama lagi apabila dipakai untuk menyelidiki fenomena genetika (karakteristik keturunan) yang dihubungkan dengan aktivitas pendidikan. Dalam hal ini, studi biasanya dimulai sejak seorang anak berusia muda (balita umpanya) hingga berusia tertentu (remaja misalnya) untuk mendapatkan pengertian yang tepat mengenai aspek-aspek perkembangan yang perlu diperhatkan demi kepentingan praktik kependdikan untuk anak tersebut.

Metode Penyelidikan Klinis

Pada mulanya, metode penyelidikan klinis atau sebut saja metode klinis (clinical method) hanya digunakan oleh para ahli psikologi klinis atau psikiater. Dalam metode ini terdapat prosedur diagnosis dan penggolongan penyakit kelainan jiwa serta cara-cara memberi perlakuan pemulihan (psychological treatment) terhadap kelainan jiwa tersebut.

Jean Piaget adalah yang mula-mula memanfaatkan metode penyelidikan klinis tersebut untuk kepentingan pendidikan. Piaget telah sering menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data dengan cara yang unik yakni interaksi semu alamiah (quasi-natural) antara peneliti dengan anak yang diteliti (Reber, 1988).

Dalam hal pelaksanaan penggunaannya, peneliti menyediakan benda-benda dan memberi tugas-tugas serta pertanyaan-pertanyaan tertentu yang boleh diselesaikanoleh anak secara bebas menurut persepsi dan kehendaknya, kemudian, setelah data dari hasil penyelidikan pertama diangkat dan diberi perlakuan khusus (misalnya dianalisis sekilas), peneliti mengajukan lagi pertanyaan atau tugas tambahan untuk mendukung data yang terhimpun sebelumnya.

Sebelumnya perlu dicatat bahwa metode penyelidikan klinis pada umumnya hanya diberlakukan untuk menyelidiki anak atau siswa yang mengalami penyimpangan psikologis tak terkecuali penyimpangan perilaku (maladaptive behavior/behaviorisme). Oleh karenanya, penggunaan sarana dan cara yang dikaitkan dengan metode tersebut selalu memperhatikan batas-batas kesanggupan siswa. Sama halnya dengan metode eksperimen yang dilakukan dalam laboratorium, metode klinis juga mementingkan intensitas dan ketelitian yang sungguh-sungguh.

Sasaran yang akan dicapai oleh peneliti dengan penggunaan metode klinis terutama untuk memastikan sebab timbulnya ketidaknormalan perilaku seorang siswa atau sekelompok kecil siswa. Kemudian, berdasarkan kepastian faktor penyebab itu penelitian berupaya memilih dan menetukan cara-cara yang tepat untuk mengatasi penyimpangan tersebut.

Metode Observasi Naturalistik

Metode observasi naturalistic (naturalistic observation) adalah sejenis observasi yang dilakukan secara alamiah. Dalam hal ini, peneliti berada di luar objek yang diteliti atau tidak menampakkan diri sebagai orang yang sedang melakukan penelitian.

Pada mulanya, observasi naturalistik lebih banyak digunakan oleh para ahli ilmu hewan (ethologist) untuk mempelajari perilaku hewan tertentu, misalnya perkembangan perilaku ikan jantan terhadap ikan betina (Lazerson, 1975). Kemudian, metode observasi naturalistik digunakan oleh psikolog sosial untuk meneliti peranan kepemimpinan dalam sebuah masyarakat atau meneliti sekelompok orang yang memerlukan terapi (perawatan dan pemulihan) yang bersifat kemasyarakatan. Selanjutnya, metode ini juga digunakan oleh para psikolog perkembangan para psikolog kognitif, dan para psikolog pendidikan.

Dalam hal penggunaannnya bagi kepentingan penelitian psikolog pendidikan, seorang peneliti atau guru yang menjadi asistennya dapat mengaplikasikan metode observasi ilmiah itu lewat kegiatan pengajaran atau mengajar-belajar dalam kelas regular, yakni kelas tetap dan biasa, bukan kelas yang diadakan secara khusus. Selama proses mengajar-belajar berlangsung, jenis perilaku siswa yang diteliti (misalnya, kecepatan membaca) dicatat dalam lemabar format observasi yang khusus dirancang sesuai dengan data dan informasi yang akan dihimpun.   

Sumber : Buku Psikologi Pendidikan, Muhibbin Syah.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

blog anda sangat berantakan

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...