Etika
disebut juga sebagai filsafat kesusilaan atau moral (Driyarkara). Terdapat dua
perbedaan antara etika dan kesusilaan. Pertama, moralitas bersangkutan dengan
apa yang seyogianya dilakukan dan apa yang seyogianya tidak dilakukan karena
berkaitan dengan prinsip moralitas yang ditegakkan. Etika adalah wacana yang
memperbincangkan landasan-landasan moralitas. Kedua, bahwa etika berkaitan
dengan landasan filsafati norma dan nilai dalam kehidupan kemasyarakatan atau
budaya, sedangkan kesusilaan atau moral, secara khusus berkaitan dengan nilai
perbuatan yang berhubungan dengan kebaikan dan keburukan perilaku yang
bersangkutan dengan agama. Dengan demikian, kesusilaan sering pula berkaitan
dengan norma agama yang selanjutnya berhubungan dengan masalah dosa dan pahala.
Selain alat negara, boleh jadi anggota
masyarakat yang menindak mereka melakukan perbuatan a susila, tetapi ada pula
yang tidak mempedulikannya karena antara orang tersebut sebagai pribadi yang
melakukannya terdapat hubungan langsung dengan Tuhannya. Masalah-masalah
semacam itu semakin lama semakin banyak ditemukan karena semakin beragamnya
gaya hidup dan cara orang mencari kehidupannya. Misalnya pengguna narkoba,
apakah seseorang yang melanggar kesusilaan, dikatakan melanggar hukum criminal,
ataukah orang yang sakit justru harus dibantu perawatannya.
Kembali
pada perkembangan penggunaan etika dalam kehidupan sehari-hari, ataupun
perbincangan filsafati, dalam buku ini mengenai perbedaan tersebut tidak akan
diutarakan.
Pada
dasarnya, etika berhubungan dengan nilai-nilai dan penilaian terhadap perilaku.
Pertanyaan yang mendasarinya, “Perilaku seperti apakah yang dianggap baik dan
jahat? Atau, lebih tepat,” Wacana apakah yang menentukan suatu perilaku dinilai
baik atau jahat?” Suatu perilaku dikatakan “jahat” karena perbuatan buruk
manusia memberikan akibat kerusakan pada manusia lain atau umumnya.
Antara
teori etis dan praktis etis terdapat hubungan, yaitu pada prinsip-prinsip
filsafati, keputusan, dan kebijakan khusus, atau partikular. Saat ini, etika
modern sering mendapat kritik karena terlalu ikut campur dalam kepedulian
sehari-hari banyak orang, atau terlalu mengambil alih dengan isu-isu linguistik
mengenai makna konsep-konsep etis, dan terlalu sedikit mempedulikan
masalah-masalah moral dan politik yang membutuhkan resolusi filsafati. Meskipun
filsafat itu sendiri tidak dapat memberikan jawaban yang jelas terhadap
masalah-masalah nyata, namun etika dapat membantu kita untuk berpikir lebih
jelas tentang prinsip-prinsip kita mengenai tindakan dan menyelesaikan
masalah-masalah etis secara logis.
Filsafat
etis merupakan usaha untuk memberi landasan terhadap usaha menyelesaikan
konflik-konflik secara rasional jika respons otomatis kita dan aturan implisit
tindakan yang berbelit dengan respons dan aturan yang bertentangan. Jika
oposisi dari orang lain atau dari kesadaran kita membuat sadar terhadap argumen
yang melawan tindakan dan kebijakan kita, penting bagi kita untuk memberikan
alasan kepada mereka, dan menjadi terikat dalam diskusi filosofis.
Craig
(2005), dalam “The Shorter Routledge Encyclopedia of Phylosophy” mengemukakan
tiga permasalahn utama dalam etika, yaitu masalah etika dan meta etika, masalah
konsep etis dan teori etis, serta masalah etika terapan.
1.
Masalah
etika dan meta etika
Pada perbincangan kali
ini, kita akan membahas masalah pengertian etika dan meta etika.
Apa
yang dimaksud dengan etika, pada dasarnya meliputi empat pengertian. Pertama,
sistem-sistem nilai kebiasaan yang penting dalam kehidupan kelompok khusus
manusia yang digambarkan sebagi etika kelompok ini. Para filosof
mempedulikannya dengan mengemukakan sistem-sistem ini, tetapi hal ini dilihat
sebagai tugas antropologi.
Kedua,
etika digunakan pada satu di antara sistem-sistem khusus tersebut, yaitu
“moralitas” yang melibatkan makna dari kebenaran dan kesalah, seperti salah dan
malu. Pertanyaan sentral dalam hal ini, “Apa yang terbaik untuk memberikan
karakter pada sistem ini? Apakah suatu moral mengemukakan fungsi tertentu,
seperti apa yang memungkinkan seseorang dapat bekerja sama dengan orang lain?
Haruskah dalam bekerja sama dengan orang lain melibatkan perasaan tertentu atau
dengan hujatan?”
Ketiga,
etika dalam sistem moralitas itu sendiri mengacu pada prinsip-prinsip moral
aktual, misalnya “Mengapa Anda mengembalikan buku pinjaman itu?” Hal seperti
itu hanyalah masalah etis dalam suatu lingkungan.
Keempat,
etika adalah suatu daerah dalam filsafat yang memperbincangkan telaahan etika
dalam pengertian-pengertian lain. Penting untuk diingat bahwa etika filosofis
tidak bebas dari area filsafati lainnya. Jawaban terhadap masalah etika
bergantung pada jawaban terhadap banyaknya pertanyaan metafisika dan area lain
pemikiran manusia.
2.
Konsep
dan teori etika
Dalam Craig (2005), menurut Crisp ada beberapa etika falsafiah yang
bersifat luas dan umum, serta berupaya untuk mendapatkan prinsip-prinsip umum
atau keterangan-keterangan dasar mengenai moralitas, cenderung lebih
memfokuskan pada analisis atas masalah sentral pada etika itu sendiri.
Misalnya, masalah otonomi. Perhatian terhadap pemerintahan sejajar dengan
masalah-masalah yang menyangkut diri (self),
hakikat moral, dan relasi etis masalah lain. Topik lain yang juga termasuk
masalah ini adalah ideal moral, makna pahala, dan responsibilitas moral.
Pertanyaan
mengenai apa yang dibuat untuk kehidupan kemanusiaan yang baik bagi kehidupan
pribadi merupakan inti dari etika sejak para filosof Yunani mendalaminya ke
dalam kebahagiaan (eudaimonia). Teori
para filosof mengenai kebaikan, secara erat menyatu dengan pandangan-pandangan mereka
terhadap masalah-masalah lain. Misalnya, beberapa dari mereka memberikan
terhadap-terhadap masalah-masalah lain. Misalnya, beberapa dari mereka
memberikan penekanan pada makna pengalaman dalam pemahaman kita mengenai dunia
terganggu oleh pandangan bahwa kebaikan berisi seluruhnya di dalam suatu jenis
pengalaman khusus, ialah kenikmatan. Pandangan lain menganggap, selain
kesenangan terdapat hal lain, bahwa kebaikan hidup berisikan hakikat manusia
yang kompleks.
Filsafat
moral atau etika sedikitnya membicarakan advokasi cara-cara khusus hidup dan
bertindak. Sebagian lagi menurun, beberapa tradisi lama sekarang ini telah
menghilang, namun masih banyak jarak atau perbedaan cara pandang wacana
mengenai bagaimana seharusnya cara orang hidup. Salah satu tradisi pusat modern
adalah konsekuensionalisme. Pandangan ini sebagaimana dipahami, bahwa kita
diminta mempersyaratkan moralitas untuk membawa kebaikan menyeluruh yang
terbaik. Pandangan setiap konsekuensionalisme bergantung pada pandangannya
tentang kebaikan. Teori yang paling berpengaruh adalah bahwa kebaikan adalah
kesejahteraan atau kebahagiaan manusia individual dan binatang lain yang
apabila dikombinasikan dengan konsekuensalisme akan menjadi utilitarianisme.
Pandangan
konsekuensionalis lebih berdasar pada kebaikan daripada kebenaran. Teori-teori
yang berdasar pada kebenaran dapat dipecahkan sebagai deontologis. Puncaknya,
terjadi pada Abad ke-18 dalam filsafat Jerman, Immanuel Kant. Teori-teori seperti itu beranggapan, bahwa kita
harus memegang janji, bahkan jika kita melanggar atau menghambat melakukan
sesuatu, akibatnya akan lebih.
Pada
Abad ke-20, terdapat reaksi perlawanan terhadap ekses yang dipersepsi dari
etika kaum konsekuensionalis dan deontologis, dan kembali pada
pegangan-pegangan masa kuno. Bekerja di bidang etika akan banyak berhubungan
dengan keadaan dalam etika Abad Modern, juga menyangkut elaborasi dan analisis
mengenai kebaikan dan konsep yang berhubungan.
3.
Masalah
etika terapan
Etika filsafati selalu
dikaitkan dengan taraf penerapan tertentu pada kehidupan nyata sehari-hari.
Misalnya, Aristoteles yakin bahwa
dalam mempelajari etika tidak terdapat nilai, jika hal itu tidak akan
memberikan keuntungan kepada orang dalam menjalani kehidupannya. Tetapi sejak
1960-an, terdapat minat baru dalam diskusi yang lebih detail mengenai
masalah-masalah kontemporer yang khusus secara praktis.
Bidang
kedokteran merupakan bidang keilmuwan yang paling menonjol saat ini. Secara
lebih khusus, bidang kedokteran menyangkut hidup dan mati. Bidang-bidang
lainnya adalah bidang ilmu dan teknologi, juga masalah-masalah kesenian yang
berhubungan dengan agama dan norma-norma, serta nilai sosial, misalnya masalah
pornografi dan pornoaksi.
Dalam
bidang politik, masalah etika kerap dibicarakan. Pada asasnya, politik banyak
dibicarakan sebagai cara untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat dan
negara. Bidang politik tampil menonjol dalam sisi “rebutan” kekuasaan. Politik
diartikan sebagai upaya untuk memegang kendali pemerintahan dalam melaksanakan
metode dan teknik memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Dalam upaya
memegang kendali pemerintahan inilah, kegiatan politik sangat menonjol. Dalam
hal itulah etika diperlukan.
Sumber
: Buku Pengantar Filsafat, Sutardjo A. Wiramihardja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar