Zaman
Modern (1600 M-1800 M)
Zaman
Pertengahan berakhir pada saat yang tidak jelas karena batas-batas pemikirannya
terlalu stabil. Akhirnya, beberapa ahli berpendapat, bahwa masa Renaisans-lah
yang menjadi batasnya. Masa Renaisans artinya kelahiran kembali. Maksudnya
adalah melahirkan kembali kebudayaan klasik, yaitu kebudayaan Yunani dan
Romawi. Masa Renaisans merupakan akhir dari Zaman Pertengahan. Beberapa ahli
sejarah filsafat menempatkan nama-nama sastrawan dan seniman lain pada barisan
depan pelopor Zaman Modern. Mereka adalah Petrarca (1304-1374) dan Boccacio
(1313-1375), keduanya adalah para penulis, sementara untuk seniman lainnya,
seperti pelukis, pematung, dan arsitek Michelangelo (1475-1565). Dalam
bidang ilmu pengetahuan, nama-nama yang patut dikemukakan adalah Leonardo da
Vinci (1452-1519), Nicolas Copernicus (1473-1543), Johannes
Kepler (1571-1630), dan Galileo Galilei (1564-1643). Adapun yang
meletakkan dasar filosofis dalam ilmu pengetahuan adalah Francis Bacon
(1561-1623). Francis Bacon melahirkan buah pikiran yang menggantikan teori
Aristoteles tentang ilmu pengetahuan.
Adapun
pendiri “founding father” atau filsafat modern adalah Michel de
Montaigne (1533-1592). Ia bukan seorang matematikawan atau ilmuwan
melainkan moralis. Sebuah pertanyaan yang mendasar, “Apakah manusia akan
mendapat kebenaran jika sudah menemukannya, atau mampukah manusia berbuat adil
jika sudah menemukannya?” Ia mewarisi skeptisisme pendahulunya dan meragukan
indra ataupaun akal budi. Sebaliknya, ia menekankan idea alam yang
melekat di dalam diri manusia sebagai karakter juga merupakan pikiran
pemikir-pemikir kuno. Oleh karena itu, pikiran-pikiran intelektual skolastik
tidak berarti baginya, sedangkan tujuan pendidikan dan filsafat, secara umum
baginya adalah untuk menerangi dan mengilhami hakikat diri yang bersifat
spontan. Tentu saja, wahyu Illahi selain dapat ia terima, juga dianggap dapat
menjembatani Tuhan dan manusia. Sikap moralis yang dimiliki Montaigne sangat
banyak memengaruhi Jean-Jacques Roasseau. Dalam ilmu pengetahuan,
pendapat Montaigne terangkum dalam perumusan bahwa ide manusia itu
berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya, juga menurut zamannya.
Istilah
modern itu sendiri tidak jelas apa maksudnya. Lazimnya, istilah modern
menampilkan kesombongan dan arogan, bahkan menampik buah pikiran yang telah
lahir sebelumnya disebuit juga sebagai suatu pemberontakan yang sedikir
dilebih-lebihkan. Sama halnya dengan kaum pasca-modernisme yang memberontak
terhadap pemikiran modern yang terlalu menghargai rasio.
Mengenai
siapa “founding fathers” Zaman Modern ini, beberapa ahli berpendapat
lain, anatara lain Rene Descartes dengan pikiran rasionalisnya, John
Locke dengan pikiran empirisnya, Immanuel Kant dengan kritis melihat
ketidak sempurnaan, baik pada Descartes maupun John Locke. Kant mengatakan
bahwa, “Pengamatan tanpa konsep adalah buta, sedangkan tanggapan tanpa
penglihatan adalah hampa”. Ia berpendapat, bahwa pengetahuan itu dasarnya
adalah pengamatan dan pemikiran. Ilmu pengetahuan haruslah bersifat sintesis.
Artinya, berdasarkan pengamatan secara nyata, atau bersifat apriori, yaitu
menggunakan akal. Oleh karena itu, ada ahli yang berpendapat bahwa sebelum Kant
adalah filsafat lama dan seudah Kant adalah filsafat baru.
Pemahaman
terhadap filsafat modern berlangsung sampai kontemporer atau pasca-modern
karena tidak mudah untuk membuat penggolongan. Tampaknya, para filosof modern
lebih individualistis dengan menampilkan individualitasnya masing-masing. Hal
ini merupakan hal yang sukar bagi mereka yang baru mengenal dan mempelajarinya.
Oleh karena itu, untuk mempermudah mengenal dan mempelajarinya, filsafat modern
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu
1) rasionalisme,
empirisme, dan kritisisme;
2) dialektika,
idealisme dan dialektika materialisme;
3) fenomenologi
dan eksistensialisme; serta
4) filsafat
kontemporer dan pasca-modernisme.
Adapun
penjelasannya sebagai berikut.
Rasionalisme,
empirisme, dan kritisme
Beberapa
nama penting yang tergolong dalam paham rasionalisme, yaitu Descartes, Wolf,
dan Leibnitz. Pada prinsipnya, pemikir-pemikir rasional menuntut
kenyataan sejati yang berdasar pada pemikiran. Dengan demikian, lahirlah sebuah
konsep sehingga apa yang diketahui ilmu pengetahuan jelas landasannya. Landasan
ini tidak akan berubah. Hal itu dapat terjadi jika dasar pemikiran atau
pengetahuan itu bersifat apriori.
Adapun
tokoh-tokoh dalam empirisme, antara lain John Locke, Berkeley, dan Hume.
Pemikir empiris dari kaum rasionalis berpendapat, bahwa dasar pengetahuan itu
adalah sensasi yang berasal dari rangsangan-rangsangan yang berdasar pada
pengalaman. Adapun alasannya adalah bahwa sekarang tidak selalu sama dengan
besok. Hal yang lebih adalah bahwa ilmu pengetahuan itu harus berkembang karena
perkembangan tidak dapat ditolak. Bukan apriori yang dituntut oleh ilmu
pengetahuan, melainkan aposteriori atau setelah pengalaman.
Menurut
Kant, bahwa dalam kritisisme, ilmu pengetahuan harus memiliki kepastian
sehingga rasionalisme adalah benar. Ia juga menuntut bahwa ilmu pengetahuan
harus maju dan berkembang didasari oleh kenyataan-kenyataan yang berkembang
pula. Oleh karena itu, ia menganggap benar pendapat kaum empiris. Ia mengajukan
sintesis apriori sebagai syarat untuk ilmu pengetahaun. Ilmu pengetahuan berdasarkan
dua hal, yaitu bahan yang didapat dari luar, hal itu sendiri atau disebut das
Ding an sich, dan pengolahan sintesis dari diri sendiri atau das Ding
fuer mich.
Dialektika idealisme
dan dialektika materialisme
Dialektika
idealisme atau idealisme dialektis merupakan hasil pemikiran Georg Wilhelm
Friedrich Hegel (1770-1831) yang sangat berorientasi pada ilmu sejarah,
ilmu alam, dan ilmu hukum. Ia dianggap sebagai murid Friedrich Wilhelm
Joseph Schelling (1775-1854) karena tulisannya terpublikasikan setelah
Schelling. Ia termasyhur sebagai ahli filsafat. Pada saat itu, pendiriannya
tidak berbeda dengan Schelling. Namun, semakin lama, pendiriannya berbeda
dengan Schelling, bahkan jauh lebih populer di kemudian hari.
Terdapat
beberapa hal penting dari pandangan Hegel. Pertama, dalilnya menyatakan bahwa
segenap realitas bersifat rasional dan yang rasional bersifat nyata. Ia sangat
mementingkan rasio, tetapi bukan hanya rasio pada perseorangan, melainkan rasio
pada subjek absolut. Ia berprinsip bahwa realitas seluruhnya harus disetarafkan
dengan suatu objek. Realitas adalah roh yang lambat laun menjadi sadar akan
dirinya. Dengan pernyataannya, ia membantah pendapat filsafat kepercayaan dan
sastra Jerman yang disebut “Romantika” yang mengutamakan perasaan.
Kedua,
hal penting lainnya dianggap paling penting dari seluruh pemikiran Hegel, yaitu
metode dialektik, atau disebut juga dialektika. Dialektika adalah usaha
mendamaikan, mengompromikan dua pandangan atau lebih atau keadaan yang
bertentangan menjadi satu kesatuan. Hegel mengagumi Herakleitos yang
berpendapat, bahwa pertentangan adalah bapak segala hal, meskipun menghargai Fichte
yang membedakan antara aku dan nonaku. Fichte berbeda dengan Hegel. Ia hanya
membaut batas, sedangkan Hegel harus menghasilkan sesuatu yang baru.
Ada
tiga fase dalam dialektika. Fase pertama, tesis menpilkan lawannya, antitesis
sebagai fase kedua. Kemudian, timbullah fase ketiga yang mendamaikan kedua fase
itu, yaitu “aufgehoben”, artinya bermacam-macam dicabut, ditiadakan, dan
tidak berlaku lagi. Hal ini disebut sintesis. Dalam sintesis terdapat tesis dan
antitesis. Keduanya diangkat pada satu taraf yang baru. Jadi, tesis dan
antitesis tetap ada, hanya lebih sempurna. Contoh, anak menjadi sintesis dari
ibu dan bapak, dan demokrasi konstitusional menjadi sintesis dari diktator dan
anarki, dan “menjadi” merupakan sintesis dari “ada” dan “tiada”.
Dalam
membangun sistemnya, Hegel membagi filsafat menjadi tiga bagian, yaitu sebagai
berikut.
1) Logika
ialah bagian filsafat yang memandang roh dalam diri sendiri.
2) Filsafat
alam memandang roh yang sudah ada/diasingkan di luar diri sendiri.
3) Filsafat
roh menggambarkan bagaimana roh dapat kembali pada diri sendiri.
Bagian
penting lainnya dari filsafat Hegel adalah sejarah. Pengetian utamanya adalah
perjalanan atau proses menjadi sadarnya roh absolut. Proses tersebut
berlangsung sepanjang sejarah hidup manusia sampai titik penghabisan, jika roh
telah menjadi “an und fuer sich”. Hegel merupakan simbol dari idealisme
Jerman yang didukung oleh Arthur Schopenhauer (1788-1860).
Mengenai
materialisme yang muncul “berlawanan” dengan idealisme dapat dikemukakan
sebagai berikut. Berdasarkan dialektika materialisme bahwa seluruh kenyataan
sejati adalah materi sehingga apa pun dapat dijelaskan dalam proses material.
Materialisme terbagi menjadi dua. Pertama, materialisme yang meneruskan masa “Aufklaerung”
yang banyak digunakan dalam menerangkan ilmu pengetahuan alam atau disebut
materialisme ilmiah. Tokoh-tokohnya, antara lain Ludwig Buechner
(1824-1899), Jakob Molleschott (1822-1893), dan Ernst Haeckel
(1834-1919). Kedua, materialisme yang bersifat filsafat yang merupakan reaksi
atau idealisme. Materialisme ini lebih pantas dibicarakan dalam rangka sejarah
filsafat. Filsafat materialisme adalah “Hegelian kiri” yang tidak
menganggap filsafat Hegel definitif, dan membangun status quo dalam
politik. Hegelian kiri meneruskan filsafat Hegel dengan prinsip hegelian
yang memeluk cara berpikir dan bertindak ekstrim, terutama dalam bidang politik
dan agama. Pengikut pertama Hegelian kiri adalah Ludwig Feuerbach
(1804-1872). Selain belajar dari Hegel, ia mampu memberikan kritik yang tajam
atas pemikiran Hegel yang dipandangnya sebagai puncak rasionalisme modern.
Menurutnya, dalam rasionalisme selalu ada suasana religius sehingga pengenalan
indrawi kurang mendapat penghargaan yang semestinya.
Bukunya
yang berjudl “Das Wessn des Chrisenturus” (1841) memandang agama secara
psikologis. Ia berpendapat, bahwa adanya agama merupakan gambaran keinginan
manusia yang timbul dari penderitaannya di dunia. Manusia mengangankan sesuatu
dari luar dunianya, seperti suasana yang tenteram, sempurna, dan bahagia itu
adalah Allah. Manusia menciptakan Allah menurut pencitraannya sendiri. Oleh
karena itu, manusia harus bangun dari mimipinya. Teologi harus diubah menjadi
antropologi. Kultur dan ilmu pengetahuan mampu membangun dunia yang bahagia.
Selanjutnya,
Kral Marx (1818-1883), ia dianggap sebagai eksponen materialisme
filsafati. Setelah mengenai filsafat Hegel menjadi eksponen Hegelian Kiri,
ia belajar hukum. Pikiran-pikirannya ekstrim sehingga tidak mudah masyarakat
dan pemerintah menerimnya, sampai akhirnya ia harus berpindah-pindah kota. Di
Paris, setelah terusir dari Koeln, ia bersahabat dengan Friedrich Engels
(1820-1895), anak pemilik pabrik tenun. Engels, selain merupakan sahabat
berpikir dan berkarya, juga memberinya bantuan keuangan. Aktivitas
keorganisasiannya dalam rangka komunisme mengakibatkan kesehatannya mudah
terganggu sehingga hanya mampu menerbitkan “Das Kapital” jilid pertama,
sedangkan jilid kedua dan ketiganya diterbitkan Engels.
Tentang
dialektikanya, Marx berpendapat bahwa segala sesuatu yang bersifat rohani
merupakan hasil dari materi. Hal itu berarti bahwa bukan roh yang mendahului, melainkan
materi sehingga sesuai dengan pendapat Feuerbach, ia mengajukan pemikiran
materialisme dialektis. Dengan demikian, Marx menolak materialisme Abad ke-18
yang tidak membedakan mesin dari makhluk hidup. Adapun materialisme ilmiah pada
Abad ke-19 bersifat mekanis. Materialisme dialektis menganggap bahwa perubahan
kuantitas dapat membuat perubahan kualitas.
Berdasarkan
pendapat Marx, dikenal juga sebutan yang lebih tepat, yaitu materialisme
historis yang merupakan ciri awal materialismenya. Hal ini merupakan pengaruh
Hegel karena Feuerbach mewarisinya dari Hegel. Apabila materialisme dialektis
banyak dikerjakan Engels maka materialisme historis benar-benar merupakan
gagasan Marx sendiri. Pendapat lain mengatakan, bahwa kita perlu memandang Marx
sebagai eksponen materialisme dialektis daripada materialisme historis. Arah
yang ditempuh sejarah ditentukan perkembangan sarana produksi yang bersifat
material. Meskipun alat produksi dibuat manusia, namun sejarah tidak bergantung
pada kehendak manusia. Meskipun manusia membuat sejarah, tetapi ia tidak bebas,
seperti materi sendiri. Begitu halnya dengan sejarah ditentukan secara
dialektis bukan mekanis. Sejarah ini bergulir menuju keadaan ekonomi tertentu,
yaitu ekonomi komunis. Artinya, milik pribadi menjadi milik bersama. Proses itu
mutlak adanya, tetapi dapat dipercepat dengan kegiatan-kegiatan revolusioner.
Menurut
Marx, sarana produksi menentukan hubungan produksi, ialah hubungan antarmanusia
yang ditentukan oleh kedudukannya dalam proses produksi. Dengan demikian,
terjadilah perbedaan antara pemilik dan pekerja. Sarana produksi dan hubungan
produksi membentuk “basis ekonomi” yang menentukan superstruktur ideologi,
seperti hukum dan keadaan sosial. Seluruh sejarah mengarah pada terjadinya
ketidakcocokan sarana-saran produksi sehingga dalam basis ekonomi akan terjadi
kontradiksi.
Dalam
masyarakat industri terbentuk dua kelas yang bertentangan, yaitu kaum kapitalis
yang memiliki alat produksi dan kaum proletar yang menjual tenaga pada
kapitalis. Karena adanya kapitalisme, manusia diasingkan dari kodratnya
sendiri, yaitu dalam bentuk kenyataan. Artinya, apa yang dihasilkan, tidak
menjadi miliknya sendiri dan tidak menjadi bagian dirinya, tetapi milik
kapitalis.
Karena
proses produksi dalam masyarakat berjalan cepat dan bersifat mutlak, Marx
berpendapat bahwa 100 tahun setalah pendapatnya dinyatakan, masyarakat komunal
akan terbentuk. Hal ini merupakan dugaan atau perhitungan yang tidak tepat
karena ternyata yang lebih cepat berkembang adalah masyarakat industrial yang
dikuasai oleh sejumlah kecil kapitalis yang dalam kegiatan ekonomi lebih banyak
mengikuti pemikiran Adam Smith, seperti dalam bukunya “The Welth of
Nation”. Besarnya kapital merupakan faktor yang menentukan perkembangan
struktural masyarakat. Barangkali, hal ini merupakan kegagalan yang berhubungan
dengan ciri historis dari filsafat materialisme, bukan ciri dialektiknya.
Sebagai
ideologi politik, materialisme ini berkembang di negara-negara yang karenanya
menjadi komunis, yaitu Sovyet dan Republik Rakyat Cina.
Sumber
: Buku Pengantar Filsafat, Sutardjo A. Wiramihardja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar