Sabtu, 18 Oktober 2014

Pengantar Filsafat I Sejarah Filsafat I Zaman Modern (1600 M-1800 M)


Zaman Modern (1600 M-1800 M)

Zaman Pertengahan berakhir pada saat yang tidak jelas karena batas-batas pemikirannya terlalu stabil. Akhirnya, beberapa ahli berpendapat, bahwa masa Renaisans-lah yang menjadi batasnya. Masa Renaisans artinya kelahiran kembali. Maksudnya adalah melahirkan kembali kebudayaan klasik, yaitu kebudayaan Yunani dan Romawi. Masa Renaisans merupakan akhir dari Zaman Pertengahan. Beberapa ahli sejarah filsafat menempatkan nama-nama sastrawan dan seniman lain pada barisan depan pelopor Zaman Modern. Mereka adalah Petrarca (1304-1374) dan Boccacio (1313-1375), keduanya adalah para penulis, sementara untuk seniman lainnya, seperti pelukis, pematung, dan arsitek Michelangelo (1475-1565). Dalam bidang ilmu pengetahuan, nama-nama yang patut dikemukakan adalah Leonardo da Vinci (1452-1519), Nicolas Copernicus (1473-1543), Johannes Kepler (1571-1630), dan Galileo Galilei (1564-1643). Adapun yang meletakkan dasar filosofis dalam ilmu pengetahuan adalah Francis Bacon (1561-1623). Francis Bacon melahirkan buah pikiran yang menggantikan teori Aristoteles tentang ilmu pengetahuan.

Adapun pendiri “founding father” atau filsafat modern adalah Michel de Montaigne (1533-1592). Ia bukan seorang matematikawan atau ilmuwan melainkan moralis. Sebuah pertanyaan yang mendasar, “Apakah manusia akan mendapat kebenaran jika sudah menemukannya, atau mampukah manusia berbuat adil jika sudah menemukannya?” Ia mewarisi skeptisisme pendahulunya dan meragukan indra ataupaun akal budi. Sebaliknya, ia menekankan idea alam yang melekat di dalam diri manusia sebagai karakter juga merupakan pikiran pemikir-pemikir kuno. Oleh karena itu, pikiran-pikiran intelektual skolastik tidak berarti baginya, sedangkan tujuan pendidikan dan filsafat, secara umum baginya adalah untuk menerangi dan mengilhami hakikat diri yang bersifat spontan. Tentu saja, wahyu Illahi selain dapat ia terima, juga dianggap dapat menjembatani Tuhan dan manusia. Sikap moralis yang dimiliki Montaigne sangat banyak memengaruhi Jean-Jacques Roasseau. Dalam ilmu pengetahuan, pendapat Montaigne terangkum dalam perumusan bahwa ide manusia itu berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya, juga menurut zamannya.     

Istilah modern itu sendiri tidak jelas apa maksudnya. Lazimnya, istilah modern menampilkan kesombongan dan arogan, bahkan menampik buah pikiran yang telah lahir sebelumnya disebuit juga sebagai suatu pemberontakan yang sedikir dilebih-lebihkan. Sama halnya dengan kaum pasca-modernisme yang memberontak terhadap pemikiran modern yang terlalu menghargai rasio.

Mengenai siapa “founding fathers” Zaman Modern ini, beberapa ahli berpendapat lain, anatara lain Rene Descartes dengan pikiran rasionalisnya, John Locke dengan pikiran empirisnya, Immanuel Kant dengan kritis melihat ketidak sempurnaan, baik pada Descartes maupun John Locke. Kant mengatakan bahwa, “Pengamatan tanpa konsep adalah buta, sedangkan tanggapan tanpa penglihatan adalah hampa”. Ia berpendapat, bahwa pengetahuan itu dasarnya adalah pengamatan dan pemikiran. Ilmu pengetahuan haruslah bersifat sintesis. Artinya, berdasarkan pengamatan secara nyata, atau bersifat apriori, yaitu menggunakan akal. Oleh karena itu, ada ahli yang berpendapat bahwa sebelum Kant adalah filsafat lama dan seudah Kant adalah filsafat baru.

Pemahaman terhadap filsafat modern berlangsung sampai kontemporer atau pasca-modern karena tidak mudah untuk membuat penggolongan. Tampaknya, para filosof modern lebih individualistis dengan menampilkan individualitasnya masing-masing. Hal ini merupakan hal yang sukar bagi mereka yang baru mengenal dan mempelajarinya. Oleh karena itu, untuk mempermudah mengenal dan mempelajarinya, filsafat modern dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu

1)      rasionalisme, empirisme, dan kritisisme;

2)      dialektika, idealisme dan dialektika materialisme;

3)      fenomenologi dan eksistensialisme; serta

4)      filsafat kontemporer dan pasca-modernisme.

Adapun penjelasannya sebagai berikut.

Rasionalisme, empirisme, dan kritisme

Beberapa nama penting yang tergolong dalam paham rasionalisme, yaitu Descartes, Wolf, dan Leibnitz. Pada prinsipnya, pemikir-pemikir rasional menuntut kenyataan sejati yang berdasar pada pemikiran. Dengan demikian, lahirlah sebuah konsep sehingga apa yang diketahui ilmu pengetahuan jelas landasannya. Landasan ini tidak akan berubah. Hal itu dapat terjadi jika dasar pemikiran atau pengetahuan itu bersifat apriori.

Adapun tokoh-tokoh dalam empirisme, antara lain John Locke, Berkeley, dan Hume. Pemikir empiris dari kaum rasionalis berpendapat, bahwa dasar pengetahuan itu adalah sensasi yang berasal dari rangsangan-rangsangan yang berdasar pada pengalaman. Adapun alasannya adalah bahwa sekarang tidak selalu sama dengan besok. Hal yang lebih adalah bahwa ilmu pengetahuan itu harus berkembang karena perkembangan tidak dapat ditolak. Bukan apriori yang dituntut oleh ilmu pengetahuan, melainkan aposteriori atau setelah pengalaman.

Menurut Kant, bahwa dalam kritisisme, ilmu pengetahuan harus memiliki kepastian sehingga rasionalisme adalah benar. Ia juga menuntut bahwa ilmu pengetahuan harus maju dan berkembang didasari oleh kenyataan-kenyataan yang berkembang pula. Oleh karena itu, ia menganggap benar pendapat kaum empiris. Ia mengajukan sintesis apriori sebagai syarat untuk ilmu pengetahaun. Ilmu pengetahuan berdasarkan dua hal, yaitu bahan yang didapat dari luar, hal itu sendiri atau disebut das Ding an sich, dan pengolahan sintesis dari diri sendiri atau das Ding fuer mich.

Dialektika idealisme dan dialektika materialisme

Dialektika idealisme atau idealisme dialektis merupakan hasil pemikiran Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) yang sangat berorientasi pada ilmu sejarah, ilmu alam, dan ilmu hukum. Ia dianggap sebagai murid Friedrich Wilhelm Joseph Schelling (1775-1854) karena tulisannya terpublikasikan setelah Schelling. Ia termasyhur sebagai ahli filsafat. Pada saat itu, pendiriannya tidak berbeda dengan Schelling. Namun, semakin lama, pendiriannya berbeda dengan Schelling, bahkan jauh lebih populer di kemudian hari.

Terdapat beberapa hal penting dari pandangan Hegel. Pertama, dalilnya menyatakan bahwa segenap realitas bersifat rasional dan yang rasional bersifat nyata. Ia sangat mementingkan rasio, tetapi bukan hanya rasio pada perseorangan, melainkan rasio pada subjek absolut. Ia berprinsip bahwa realitas seluruhnya harus disetarafkan dengan suatu objek. Realitas adalah roh yang lambat laun menjadi sadar akan dirinya. Dengan pernyataannya, ia membantah pendapat filsafat kepercayaan dan sastra Jerman yang disebut “Romantika” yang mengutamakan perasaan.

Kedua, hal penting lainnya dianggap paling penting dari seluruh pemikiran Hegel, yaitu metode dialektik, atau disebut juga dialektika. Dialektika adalah usaha mendamaikan, mengompromikan dua pandangan atau lebih atau keadaan yang bertentangan menjadi satu kesatuan. Hegel mengagumi Herakleitos yang berpendapat, bahwa pertentangan adalah bapak segala hal, meskipun menghargai Fichte yang membedakan antara aku dan nonaku. Fichte berbeda dengan Hegel. Ia hanya membaut batas, sedangkan Hegel harus menghasilkan sesuatu yang baru.

Ada tiga fase dalam dialektika. Fase pertama, tesis menpilkan lawannya, antitesis sebagai fase kedua. Kemudian, timbullah fase ketiga yang mendamaikan kedua fase itu, yaitu “aufgehoben”, artinya bermacam-macam dicabut, ditiadakan, dan tidak berlaku lagi. Hal ini disebut sintesis. Dalam sintesis terdapat tesis dan antitesis. Keduanya diangkat pada satu taraf yang baru. Jadi, tesis dan antitesis tetap ada, hanya lebih sempurna. Contoh, anak menjadi sintesis dari ibu dan bapak, dan demokrasi konstitusional menjadi sintesis dari diktator dan anarki, dan “menjadi” merupakan sintesis dari “ada” dan “tiada”.

Dalam membangun sistemnya, Hegel membagi filsafat menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut.

1)      Logika ialah bagian filsafat yang memandang roh dalam diri sendiri.

2)      Filsafat alam memandang roh yang sudah ada/diasingkan di luar diri sendiri.

3)      Filsafat roh menggambarkan bagaimana roh dapat kembali pada diri sendiri.

Bagian penting lainnya dari filsafat Hegel adalah sejarah. Pengetian utamanya adalah perjalanan atau proses menjadi sadarnya roh absolut. Proses tersebut berlangsung sepanjang sejarah hidup manusia sampai titik penghabisan, jika roh telah menjadi “an und fuer sich”. Hegel merupakan simbol dari idealisme Jerman yang didukung oleh Arthur Schopenhauer (1788-1860).

Mengenai materialisme yang muncul “berlawanan” dengan idealisme dapat dikemukakan sebagai berikut. Berdasarkan dialektika materialisme bahwa seluruh kenyataan sejati adalah materi sehingga apa pun dapat dijelaskan dalam proses material. Materialisme terbagi menjadi dua. Pertama, materialisme yang meneruskan masa “Aufklaerung” yang banyak digunakan dalam menerangkan ilmu pengetahuan alam atau disebut materialisme ilmiah. Tokoh-tokohnya, antara lain Ludwig Buechner (1824-1899), Jakob Molleschott (1822-1893), dan Ernst Haeckel (1834-1919). Kedua, materialisme yang bersifat filsafat yang merupakan reaksi atau idealisme. Materialisme ini lebih pantas dibicarakan dalam rangka sejarah filsafat. Filsafat materialisme adalah “Hegelian kiri” yang tidak menganggap filsafat Hegel definitif, dan membangun status quo dalam politik. Hegelian kiri meneruskan filsafat Hegel dengan prinsip hegelian yang memeluk cara berpikir dan bertindak ekstrim, terutama dalam bidang politik dan agama. Pengikut pertama Hegelian kiri adalah Ludwig Feuerbach (1804-1872). Selain belajar dari Hegel, ia mampu memberikan kritik yang tajam atas pemikiran Hegel yang dipandangnya sebagai puncak rasionalisme modern. Menurutnya, dalam rasionalisme selalu ada suasana religius sehingga pengenalan indrawi kurang mendapat penghargaan yang semestinya.

Bukunya yang berjudl “Das Wessn des Chrisenturus” (1841) memandang agama secara psikologis. Ia berpendapat, bahwa adanya agama merupakan gambaran keinginan manusia yang timbul dari penderitaannya di dunia. Manusia mengangankan sesuatu dari luar dunianya, seperti suasana yang tenteram, sempurna, dan bahagia itu adalah Allah. Manusia menciptakan Allah menurut pencitraannya sendiri. Oleh karena itu, manusia harus bangun dari mimipinya. Teologi harus diubah menjadi antropologi. Kultur dan ilmu pengetahuan mampu membangun dunia yang bahagia.

Selanjutnya, Kral Marx (1818-1883), ia dianggap sebagai eksponen materialisme filsafati. Setelah mengenai filsafat Hegel menjadi eksponen Hegelian Kiri, ia belajar hukum. Pikiran-pikirannya ekstrim sehingga tidak mudah masyarakat dan pemerintah menerimnya, sampai akhirnya ia harus berpindah-pindah kota. Di Paris, setelah terusir dari Koeln, ia bersahabat dengan Friedrich Engels (1820-1895), anak pemilik pabrik tenun. Engels, selain merupakan sahabat berpikir dan berkarya, juga memberinya bantuan keuangan. Aktivitas keorganisasiannya dalam rangka komunisme mengakibatkan kesehatannya mudah terganggu sehingga hanya mampu menerbitkan “Das Kapital” jilid pertama, sedangkan jilid kedua dan ketiganya diterbitkan Engels.

Tentang dialektikanya, Marx berpendapat bahwa segala sesuatu yang bersifat rohani merupakan hasil dari materi. Hal itu berarti bahwa bukan roh yang mendahului, melainkan materi sehingga sesuai dengan pendapat Feuerbach, ia mengajukan pemikiran materialisme dialektis. Dengan demikian, Marx menolak materialisme Abad ke-18 yang tidak membedakan mesin dari makhluk hidup. Adapun materialisme ilmiah pada Abad ke-19 bersifat mekanis. Materialisme dialektis menganggap bahwa perubahan kuantitas dapat membuat perubahan kualitas.

Berdasarkan pendapat Marx, dikenal juga sebutan yang lebih tepat, yaitu materialisme historis yang merupakan ciri awal materialismenya. Hal ini merupakan pengaruh Hegel karena Feuerbach mewarisinya dari Hegel. Apabila materialisme dialektis banyak dikerjakan Engels maka materialisme historis benar-benar merupakan gagasan Marx sendiri. Pendapat lain mengatakan, bahwa kita perlu memandang Marx sebagai eksponen materialisme dialektis daripada materialisme historis. Arah yang ditempuh sejarah ditentukan perkembangan sarana produksi yang bersifat material. Meskipun alat produksi dibuat manusia, namun sejarah tidak bergantung pada kehendak manusia. Meskipun manusia membuat sejarah, tetapi ia tidak bebas, seperti materi sendiri. Begitu halnya dengan sejarah ditentukan secara dialektis bukan mekanis. Sejarah ini bergulir menuju keadaan ekonomi tertentu, yaitu ekonomi komunis. Artinya, milik pribadi menjadi milik bersama. Proses itu mutlak adanya, tetapi dapat dipercepat dengan kegiatan-kegiatan revolusioner.

Menurut Marx, sarana produksi menentukan hubungan produksi, ialah hubungan antarmanusia yang ditentukan oleh kedudukannya dalam proses produksi. Dengan demikian, terjadilah perbedaan antara pemilik dan pekerja. Sarana produksi dan hubungan produksi membentuk “basis ekonomi” yang menentukan superstruktur ideologi, seperti hukum dan keadaan sosial. Seluruh sejarah mengarah pada terjadinya ketidakcocokan sarana-saran produksi sehingga dalam basis ekonomi akan terjadi kontradiksi.

Dalam masyarakat industri terbentuk dua kelas yang bertentangan, yaitu kaum kapitalis yang memiliki alat produksi dan kaum proletar yang menjual tenaga pada kapitalis. Karena adanya kapitalisme, manusia diasingkan dari kodratnya sendiri, yaitu dalam bentuk kenyataan. Artinya, apa yang dihasilkan, tidak menjadi miliknya sendiri dan tidak menjadi bagian dirinya, tetapi milik kapitalis.

Karena proses produksi dalam masyarakat berjalan cepat dan bersifat mutlak, Marx berpendapat bahwa 100 tahun setalah pendapatnya dinyatakan, masyarakat komunal akan terbentuk. Hal ini merupakan dugaan atau perhitungan yang tidak tepat karena ternyata yang lebih cepat berkembang adalah masyarakat industrial yang dikuasai oleh sejumlah kecil kapitalis yang dalam kegiatan ekonomi lebih banyak mengikuti pemikiran Adam Smith, seperti dalam bukunya “The Welth of Nation”. Besarnya kapital merupakan faktor yang menentukan perkembangan struktural masyarakat. Barangkali, hal ini merupakan kegagalan yang berhubungan dengan ciri historis dari filsafat materialisme, bukan ciri dialektiknya.

Sebagai ideologi politik, materialisme ini berkembang di negara-negara yang karenanya menjadi komunis, yaitu Sovyet dan Republik Rakyat Cina.     

 

Sumber : Buku Pengantar Filsafat, Sutardjo A. Wiramihardja

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...