Merupakan hal yang
biasa, bahwa sebuah perbedaan akan berhenti ketika seorang partisipan
mengatakan “de gustibus non disputandum”
yang artinya selera tidak diperdebatkan. Masalah ini merupakan masalah penting.
Dengan nilai, seseorang dapat bersikap subjektif sehingga dapat menimbulkan
masalah besar dan esensial, tetapi dibiarkan begitu saja walaupun mengacaukan
situasi. Masalah ini juga merupakan masalah serius yang timbul dalam penggunaan
nilai dalam kehidupan sehari-hari, seolah-olah nilai identik dengan selera.
Timbul
pertanyaan, “Seberapa jauh perbedaan dalam penilaian itu benar-benar subjektif,
dan tertutup untuk pemikiran yang sifatnya kolektif?” Misalnya, dalam kesenian,
tata boga, atau pakaian, juga dalam perilaku dan sikap pada umumnya, atau
perilaku khusus dalam sebuah pesta pada kalangan tertentu. Timbul pertanyaan
lain. “Seberapa jauh suatu penilaian menjadi objektif, seperti nilai suatu ilmu
pengetahuan atau hal-hal nyata dan konkret, seperti selera makan asam atau
pedas. Menurut ahli biologi, bahwa selera itu dapat dibentuk.
Masalah-masalah
demikian, dalam arti yang lebih luas dan lebih banyak, boleh jadi menjadi
sumber terjadinya konflik antarorang atau konflik antarras. Pertanyaan
berikutnya, “Apakah nilai itu objektif atau subjekti?
Masalah
yang paling banyak dibicarakan antara lain mengenai kebaikan perilaku,
keindahan karya seni, dan kekudusan atau kesucian religius. Adapun masalah yang
akan dikemukakan di sini adalah pendapat dari Langeveld, bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika
dan estetika. Keduanya merupakan masalah yang paling banyak ditemukan dan
dianggap penting dalam kehidupan sehari-hari.
Etika
adalah bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang.
Semua perilaku mempunyai nilai dan tidak bebas dari penilaian. Jadi, tidak
benar suatu perilaku dikatakan tidak etis dan etis. Lebih tepat, perilaku adalah
beretika baik atau beretika tidak baik. Sejalan dengan perkembangan penggunaan
bahasa yang berlaku sekarang, istilah tidak etis dan etis tidak baik untuk hal
yang sama. Demikian juga etis dan etis baik.
Perlu
juga diingat, bahwa pada banyak wacana dalam hal perilaku ini digunakan istilah
baik dan jahat untuk etika karena perbuatan manusia yang tidak baik akan
berarti merusak, sedangkan perbuatan yang baik akan berarti membangun.
Estetika
adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia
dari sudut indah dan jelak. Indah dan jelek adalah pasangan dikotomis, dalam
arti bahwa yang dipermasalahkan secara esensial adalah pengindraan atau
persepsi yang menimbulkan rasa senang dan nyaman pada suatu pihak, rasa tidak
senang dan tidak nyaman pada pihak lainnya. Hal ini mengisyaratkan, bahwa ada
baiknya bagi kita untuk menghargai pepatah “de
gustibus non disputdum”, meskipun tidak mutlak, tidak untuk segala hal.
Sumber
: Buku Pengantar Filsafat, Sutardjo A. Wiramihardja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar