Minggu, 19 Oktober 2014

Logika


 

Masalah ilmu pengetahuan mungkin menjadi masalah terpenting bagi kehidupan manusia. Hal itu menjadi ciri manusia karena manusia senantiasa bereksistensi, tidak hanya berada seperti batu atau rumput yang berada di tengah lapangan, tetapi mengada. Oleh karena itu, manusia berbudaya, mengembangkan ilmu pengetahuan dan menggunakannya untuk kehidupan pribadi dan lingkungannya yang telah mereka antisipasikan.

Permasalahannya, “Apakah ilmu pengetahuan itu? Apakah ilmu dan apa bedanya dengan pengetahuan? Selanjutnya, sama halnya dengan ilmu pengetahuan, manusia pun berpikir dalam berfilsafat. Apakah filsafat termasuk ilmu pengetahuan atau terlepas dan berbeda? Kaitannya dengan ilmu pengetahuan, bahwa filsafat melahirkan keyakinan filosofis (philosophical belief) atau yang dalam lingkungan ilmu disebut asumsi, postulat, aksioma, atas nama lain. Apakah hal tersebut merupakan anggapan dasar?

Pemahaman atas filsafat sampai saat ini sangat bermacam-macam, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Misalnya terhadap suatu rumus statistika, seorang ahli statistika bertanya, “Filsafat apa yang berada di belakang rumus ini? Maksudnya adalah apa yang mendasari atau makna apa yang rumus ini? Maksudnya adalah apa yang mendasari atau makna apa yang dikandung rumus ini? Jadi, istilah filsafat di sini adalah makna yang berada di balik rumus itu. Contoh lain, adanya ketentuan bahwa dua orang laki-laki dan perempuan tidak boleh berada dalam suatu ruangan. Filsafat dari peraturan itu adalah bahwa kejadian itu dapat menjadi pemicu terjadinya hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim yang dilarang agama, setidaknya dapat menjadi pemicu lahirnya fitnah.

Dalam kehidupan masyarakat berbangsa yang dimaksud dengan filsafat bangsa atau filsafat negara adalah ciri bangsa atau pandangan hidup atau way of life atau Weltanschauung dari bangsa itu sendiri. Tentu saja, kita tidak perlu menolak penggunaan istilah tersebut karena ada alasan kuat yang mendasarinya, antara lain penggunaan suatu rentang waktu sejarah dan sumber etimologis. Hal terpenting adalah penempatan pengertian filsafat dalam pembicaraan, seperti diperlukannya penjelasan pengertian sebelum pembahasan yang dipersyaratkan dalam logika. Pengertian filsafat yang bermacam-macam itu menyebabkan pemahaman filsafat ilmu dan atau epistemologi tidak tunggal dan sempurna.

Khusus mengenai topik pembicaraan ini, kita kembali ke definisi yang telah ditetapkan pada awal pembicaraan, bahwa filsafat adalah suatu wacana atau argumentasi mengenai segala hal atau bersifat universal yang dilakukan melalui metode refleksi sehingga sampai pada akar permasalahannya. Maksudnya, sampai pada konsekuensi yang terakhir, radikal, dan sitematis guru mencapai hakikat permasalahannya. Apakah dengan definisi filsafat termasuk ilmu pengetahuan? Beberapa orang berpendapat, bahwa filsafat adalah induk ilmu pengetahuan untuk beberapa bagian pembahasannya. Sementara itu, beberapa orang lainnya menganggap bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan. Hal ini kita bicarakan pada kesempatan lain.

Kita lihat dahulu filsafat ilmu pengetahuan, Wissenschaftlehre atau Philosophy of Science. Pemahaman dasar yang kita miliki bahwa epistemologi atau filsafat ilmu adalah bagian filsafat yang membahas masalah ilmu pengetahuan dan kebenaran. Permasalahan adalah “Apakah ilmu pengetahuan itu? Apakah yang membedakan berbagai ilmu pengetahuan? Bagaimana hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan? Bagaimana pengetahuan itu diperoleh dan dirumuskan? Apakah yang menjamin, bahwa ilmu pengetahuan itu tepat dan benar?

Craig (2005) memandang epistemologi sebagai inti dari permasalah filsafat yang menyangkut hakikat, sumber, dan batas-batas ilmu pengetahuan. Arti dari pandangan mengenai topik ini bahwa pengetahuan adalah keyakinan akan kebenaran, tetapi tidak semata-mata keyakinan yang benar. Misalnya, keyakinan yang benar berdasarkan terkaan, tidaklah termasuk pengetahuan. Dengan demikian, inti pertanyaan dalam epistemologi adalah “Apakah yang harus ditambahkan terhadap keyakinan benar sehingga disebut sebagai pengetahuan?”

Pembicaraan tentang mengetahui atas segala sesuatu yang ada itu, terutama akan mengedapankan pembahasan mengenai:

1.      Masalah logika formal yang mendasari wacana ilmu pengetahuan;

2.      Epistemologi dalam hubungan antara kebenaran dan luasnya pengetahuan;

3.      Berbeda, sama, serta hubungan antara filsafat dari ilmu pengetahuan;

4.      Klasifikasi ilmu pengetahuan;

5.      Masalah metodologi;

6.      Kesatuan ilmu pengetahuan; dan

7.      Pengembangan ilmu pengetahuan.

Logika

Dalam pembahasan masalah ilmu pengetahuan, pertama-tama kita akan terlibat dengan masalah logika, baik yang bersifat formal maupun yang bersfiat material. Seperti telah diutarakan, logika berasal dari bahasa Yunani, Logos adalah kata, pikiran, atau berpikir. Logis artinya berkata benar, tepat, jernih, dan lurus. Craig (2005) berpendapat bahwa filsafat logika secara kasar ditandai oleh topik-topik filsafat, baik yang bersifat perkembangan teknis, logika simbolis (matematika), atau dari motivasi-motivasi yang telah ditawarkan pada tugas-tugas teknis. Hal-hal yang termasuk dalam filsafat logika antara lain filsafat semantik, filsafat bahasa, filsafat matematika, epistemologi, dan etika.

“Berkata lurus” sebenarnya telah ada sejak orang pertama dilahirkan, katakana saja sejak Nabi Adam turun ke bumi. Namun, logika yang dimaksud mereka adalah logika sederhana yang hanya dapat digunakan untuk mengemukakan, membedakan masalah yang tidak terlalu kompleks atau tidak tersembunyi. Logika ini disebut sebagai logika biasa, atau logika natural. Hal ini berbeda dengan logika yang akan kita bicarakan, ialah logika yang direkayasa sedemikian rupa sehingga dapat mengungkapkan dan membedakan hal yang berbeda tetapi perbedaannya demikian sulit dan tersembunyi. Inilah yang disebut dengan logika buatan atau logika artificial (artificial logic).

Logika ini terbagi ke dalam dua golongan, yaitu logika formal dan logika material. Logika formal membicarakan hakikat susunan berpikir yang tertib. Meskipun logika formal tidak berkaitan dengan masalah kebenaran isi pernyataan, namun peranannya dinilai penting dalam filsafat ilmu karena kebenaran mensyaratkan ketertiban susunan pikiran. Tanpa ketertiban atau disiplin, kebenaran hanya dapat tercapai karena kualitas atau kebetulan. Oleh karena itu, masalah-masalah logika formal selain perlu diketahui keberadaannya, juga perlu disadari fungsinya dalam setiap saat.

Logika formal menyelidiki cara-cara menyusun pikiran, bukan cara berpikir. Cara berpikir merupakan masalah psikologi. Pikiran adalah hasil berpikir yang wujudnya dinyatakan dalam bahasa yang berlambang. Oleh karena itu, antara pikiran dan bahasa yang berlambang terhadap persesuaian. Demikian pula, cara kita menyusun pikiran dapat ditelaah dari cara kita menyusun bahasa.

Aristoteles (384-322 SM) yang dikenal dengan Bapak Logika, dalam kuliah-kuliahnya mengemukakan aturan-aturan berpikir yang kemudian disusun oleh murid-muridnya dalam suatu buku yang berjudul “Organon” yang berarti alat-alat, badan, atau instrumen. Buku ini mempersoalkan logika formal. Dengan demikian, logika dalam filsafat barat, pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles, filosof Yunani Kuno, murid Plato. Pemikiran Aristoteles ini kemudian dikenal dengan nama Logika Aristoteles disebut sebagai logika dasar atau dasar logika, dan logika klasik.

Untuk dapat memahami logika lebih mendalam, terdapat tiga unsur dasar yang menjadi pilar pembangunannya, yaitu istilah (term) atau pengertian, pendapat, dan penelitian.

1.      Istilah (Term) atau Pengertian

Istilah atau pengertian merupakan satu atau lebih kata yang memiliki arti tertentu. Arti tertentu maksudnya, kata atau istilah itu tidak ada pengertian lain selain yang telah ditentukan. Biasanya, suatu pengertian dinyatakan dalam suatu istilah yang terdiri atas satu dua kata, bahkan lebih yang kemudian disebut sebagai kata mejemuk, seperti “meja makan” atau “meja kursi”. Meja kursi atau meja makan menunjukkan sejumlah ciri, di antaranya berupa ciri-ciri yang hakiki, ciri dasar dari pengertian itu sendiri.

Pengertian meja kursi merupakan kesatuan ciri yang hakiki. Dalam pengertian, kita menjangkau hanya sebagian dari kenyataan. Secara bahasa, kita tidak mungkin menjangkau keseluruhan dari kenyataan. Adapun yang kita jangkau terbatas pada apa yang kita pandang hakiki, bergantung pada penafsiran kita. Perumusan fakta-fakta dengan bahasa merupakan penafsiran mengenai fakta-fakta tersebut dan tidak mungkin fakta-fakta itu dilukiskan selengkapnya.

2.      Pendapat

Pada hakikatnya, pendapat merupakan suatu hubungan atau gabungan dari dua pengertian. Dalam pendapat itu, pengertian yang satu disebut subjek, sedangkan pengertian yang lain disebut predikat. Pendapat adalah suatu hubungan kesatuan dari dua atau lebih pengertian. Hubungan antara subjek dan predikat disebut copula. Berdasarkan fungsinya, kopula merupakan inti pendapat sebab dengan kopula, satu pengertian menjadi subjek dan pengertian lain menjadi predikat. Dengan demikian, peran dan kedudukannya sangat penting karena dapat mengubah arti. Pendapat dilambangkan dalam bentuk kalimat.

Sebagai contoh pada kalimat berikut.

Pak Budi adalah seorang guru.

Hal tersebut adalah suatu pendapat, bahwa pengertian pertama Pak budi bergabung dengan pengertian kedua, ialah seorang guru. Pak Budi adalah subjek, sedangkan seorang guru adalah predikat. Adapun yang disebut kopula adalah “adalah” yang menentukan keseluruhan arti dari pendapat tersebut.

Dalam bahasa Indonesia “adalah” tidak selalu dinyatakan secara jelas karena sudah tergabung pada predikat.

3.      Perdalilan

Hubungan di antara dua pendapat atau lebih dengan kata lain apabila dua pendapat atau lebih digabungkan akan terjadi suatu peradilan yang dilambangkan dalam bentuk uraian. Uraian terpendek adalah alinea atau paragraf yang menggambarkan suatu idea tau gagasan. Sejumlah alinea akan menghasilkan perdalilan yang lebih panjang dan kompleks, serta menggambarkan gagasan yang lebih lengkap. Dalam perdalilan, terdapat suatu wacana, atau lebih tepat argumentasi yang dibangun oleh beberapa kalimat. Perdalilan tampil dalam bentuk gabungan berbagai pendapat mengenai suatu masalah besar dengan beberapa masalah kecil yang merupakan bagiannya.

Mengenai perdalilan ini banyak sekali jenisnya. Satu di antaranya yang terkenal adalah silogisme. Silogisme adalah suatu upaya untuk menghubungkan, menggabungkan, atau mensintesiskan suatu pendapat yang lebih umum atau mayor dengan pendapat lainnya yang lebih khusus atau minor dan tersusun secara bertingkat sehingga terbangun suatu wacana atau argumentasi yang memenuhi syarat-syarat logis.

Contoh:

1)      Segenap negara berpemerintahan.

2)      Indonesia adalah suatu negara.

3)      Jadi:Indonesia berpemerintahan.

Kalimat (1) merupakan pendapat yang sifatnya umum (premis mayor).

Kalimat (2) merupakan pendapat yang sifatnya lebih khusus (premis minor).

Kalimat (3) merupakan kesimpulan.

Dalam perdalilan itu ditarik kesimpulan dari sejumlah pendapat yang disebut premis. Dengan kata lain, perdalilan merupakan pembuktian. Logika formal disebut formal karena hanya mempersoalkan aturan atau hukum-hukum yang mengatur ketepatan bentuk atau susunan pikiran dan tidak mempersoalkan kebenaran isi pikiran.

Istilah (term) atau pengertian tidak dapat ditentukan benar atau salah karena merupakan sesuatu yang ditentukan atau dibangun atas dasar kesepakatan. Meskipun terdapat ketidaksesuaian antara satu dan lainnya, kita menyebutnya berbeda. Kesalahan, maksudnya tidak memenuhi syarat-syarat logis. Hal ini terjadi jika suatu istilah digunakan untuk maksud yang berbeda.

Benar dan salah hanya dapat digunakan untuk menilai suatu pendapat atau perdalilan. Permasalahannya, “Apakah kopula dan silogismenya tepat atau tidak?”

Pada dasarnya, logika formal hanya mempersoalkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai kebenaran. Namun, logika formal tidak menjamin tercapainya kebenaran. Logika formal senantiasa tepat, tetapi yang tepat tidak selalu benar. Ketepatan merupakan syarat mutlak bagi kebenaran, tetapi untuk mencapai kebenaran, ketepatan saja tidak cukup.

Syarat-syarat itu dinyatakan dalam sejumah asas, prinsip, atau hukum logika. Dalam hal ini terdapat empat prinsip utama, yaitu

1.      Principium identitas

Makna prinsip ini adalah bahwa dalam sebuah uraian, hendaknya suatu istilah dipergunakan secara identik, yaitu hanya untuk melambungkan suatu pengertian tertentu, kecuali jika ditegakkan sebaliknya. Dalam diskusi, kerap kali orang dinilai menyalahi asas tertentu, ialah apabila mereka menggunakan istilah yang sama untuk melambungkan pengertian yang berbeda. Cara seperti itu dianggap menyalahi hukum logika, atau dianggap sebagai uraian yang tidak memenuhi syarat logis.

Oleh karena itu, mereka yang melakukan diskusi, hendaknya membuat kesepakatan terlebih dahulu mengenai pengertian itu dengan membuat batasannya. Sebuah batasan atau definisi adalah suatu uraian yang sesingkat-singkatnya tentang suatu pengertian sehingga ciri-ciri hakiki dari pengertian itu terungkap.

2.      Principium contradictions

Prinsip ini menyatakan bahwa dalam suatu uraian, hendaknya tidak digunakan dua atau lebih pendapat yang maknanya bertentangan atau kontradiksi. Hanya satu dari pendapat itu yang benar, tidak mungkin kedua-duanya.

Seperti telah kita ketahui, bahwa suatu uraian disebut juga perdalilan merupakan himpunan dari sejumlah pendapat. Suatu pendapat melambangkan maksud tertentu. Karena telah adanya maksud tersebut, jangan sampai terjadi bahwa pendapat-pendapat itu diartikan berbeda atau bertentangan dengan yang pertama. Apabila hal itu terjadi, suatu uraian menjadi kacau, dan kekacauan itu disebabkan oleh tidak dipenuhinya syarat atau prinsip logika.

3.      Principium Exclusi Tertii

Prinsip ini menyatakan bahwa setiap pendapat adalah benar atau salah, tidak ada kemungkinan ketiga (Tertium nondatur). Sebagai contoh,”Hari ini saya mungkin akan pergi berlibur.”

“Ke Jakarta!” Peluangnya di sini adalah saya jadi pergi berlibur ke Jakarta atau tidak jadi pergi berlibur ke Jakarta. Tidak ada kemungkinan ketiga, yaitu jadi dan tidak jadi berlibur ke Jakarta.

4.      Principium Rationis Sufficentis

Prinsip ini mensyaratkan bahwa dalam suatu uraian, kebenaran sebuah pendapat menuntut agar pendapat itu mempunyai dasar secukupnya. Dengan kata lain, kesimpulan suatu uraian harus berdasarkan dasar-dasar rasional secukupnya.

Maksudnya adalah bahwa suatu uraian dianggap memenuhi syarat atau prinsip logis, jika kesimpulan dalam uraian itu dibuat dengan alasan-alasan yang bersinambungan atau memiliki hubungan kausal yang jelas dan mencukupi. Apabila uraian itu tidak rasional dan tidak cukup, uraian itu dinilai tidak memenuhi syarat logika. Dengan kata lain, uraian itu menjadi tidak sah.

Logika formal ini menuntut penggunaan bahasa secara sadar. Namun, bahasa atau kata mengandung atau berhubungan dengan pengertian. Oleh karena itu, sudah selayaknya apabila kita memerhatikan berbagai hal yang berhubungan dengan pengertian ini. Artinya, bahwa pengertian itu memiliki klasifikasi karena kandungan maknanya bermacam-macam. Untuk dapat memahami pengertian tersebut dengan baik, diperlukan ketegasan mengenai sifat-sifatnya sehingga terdapat klasifikasi, baik menurut isi maupun keluasannya atau cakupannya.

Berdasarkan isinya, terdapat pengertian yang bersifat sebagai berikut.

1.      Kolektif dan distributif

Kolektif adalah pengertian yang mencakup sejumlah hal, misalnya rombongan, lusin, dan regu.

Distributif adalah pengertian yang mencakup hal secara sendiri-sendiri, misalnya orang, sarjana, dan kuda.

2.      Konkret dan abstrak

Konkret ialah pengertian yang memperlihatkan kenyataan, misalnya “ini kuda putih”.

Abstrak ialah pengertian yang menunjukkan sifatnya, misalnya kecerdasan.

3.      Konotatif dan denotatif

Konotatif adalah pengertian yang mewakili, misalnya “hal ini menggambarkan kepedulian”.

Denotatif adalah pengertian yang menunjuk pada hal yang dimaksdukan, misalnya pegawai, lingkungan, dan dasar.

Ada juga klasifikasi menyangkut lingkungan pengertian, yaitu kenyataan yang diliputi atau merupakan eksistensinya, misalnya kerbau, kuda, dan kambing termasuk hewan. Terdapat tiga jenis eksistensi pengertian, yaitu sebagai berikut.

1.      Singular ialah pengertian yang berlingkungan satu saja.

2.      Partikular ialah pengertian yang lebih luas (dari singular), tetapi tidak semuanya, misalnya beberapa orang, dan sebagian di antaranya.

3.      Universal ialah pengertian yang mencakup semua tanpa kecuali, seperti seluruhnya, juga pengertian “hewan’ sebagai suatu keseluruhan jenis.

Untuk memahami pengertian mengenai hal tetentu, diperlukan adanya definisi mengenai hal tersebut karena tidak semua hal dapat dipahami dengan mudah. Adapun yang dimaksud dengan definisi adalah pengertian yang lengkap tentang suatu istilah yang mencakup semua unsur yang menjadi ciri utama istilah tersebut. Terdapat empat jenis definisi, yaitu

1.      definisi demonstratif, seperti “Kursi itu kuat”,

2.      definisi biverbal, seperti “Lembu adalah sapi”,

3.      definisi ekstensif, seperti “Manusia adalah makhluk hidup yang mampu berpikir”, dan

4.      definisi deskriftif, seperti “Pesawat terbang adalah alat angkut yang biasanya besar, dapat terbang, serta dikemudikan seorang pilot”.

Umumnya orang mengajukan definisi sebagai pengertian pada Butir 3 dan Butir 4. Butir 3 menggambarkan definisi yang esensial, ialah keterangan yang menyangkut ciri utama, sedangkan Butir 4 menggambarkan definisi yang menerangkan ciri-ciri sampai detail. Akan tetapi, siapa pun boleh memilih jenis atau macam definisi mana yang akan dibuatnya sesuai dengan keperluannya masing-masing. Terdapat empat syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah definisi agar disebut baik, yaitu

1.      Sifat atau ciri yang akan digambarkan tidak berlebihan, juga tidak berkurangan. Misalnya, “Lemari adalah tempat menyimpan pakaian yang berwarna-warni”. Contoh tersebut merupakan definisi yang berlebihan, sedangkan pada contoh “Lemari merupakan tempat menyimpan” merupakan definisi yang dinilai berkurangan.

2.      Tidak mengulang kata-kata sifat yang bersamaan artinya, seperti “Kebenaran adalah sesuatu yang betul”.

3.      Tidak menggunakan kata negatif, seperti “Kuda adalah bukan kambing”.

4.      Tidak menggunakan kata-kata yang terlalu umum, seperti “Singa adalah binatang buas”.

Ada hal lain yang penting untuk diketahui dalam logika, ialah yang disebut dengan fallacy. Artinya, kebohongan yang disengaja dengan maksud atau keuntungan tertentu.

Terdapat lima fallacy utama yang perlu diingat, adalah

1.      Terdapat kata-kata yang telah dibiasakan, seperti “Marilah kita mengabadikan peristiwa ini”.

2.      Kata-kata mempunyai arti lain, seperti “Bulan itu tiga puluh hari”, “Bulan bersinar di langit”. “Bulan tiga puluh hari bersinar di langit”.

3.      Deduksi yang salah, seperti “Kuda itu Hewan”,”Sapi itu bukan kuda”. Jadi “Sapi bukan hewan”.

4.      Mengacaukan pengertian mutlak dengan pengertian terbatas, seperti “Makanan yang kita makan hari ini adalah daging yang kita beli kemarin”, “Karena daging yang kemarin dibeli adalah daging mentah”. Jadi, “Makanan yang kita makanan sekarang adalah daging mentah”.

5.      Manipulasi angka

5 = 2 + 3

2 = genap                  

3 = ganjil

Maka Genap + ganjil = 5         

 
Sumber : Buku Pengantar Filsafat, Sutardjo A. Wiramihardja

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...