Masalah
ilmu pengetahuan mungkin menjadi masalah terpenting bagi kehidupan manusia. Hal
itu menjadi ciri manusia karena manusia senantiasa bereksistensi, tidak hanya
berada seperti batu atau rumput yang berada di tengah lapangan, tetapi mengada.
Oleh karena itu, manusia berbudaya, mengembangkan ilmu pengetahuan dan
menggunakannya untuk kehidupan pribadi dan lingkungannya yang telah mereka
antisipasikan.
Permasalahannya,
“Apakah ilmu pengetahuan itu? Apakah ilmu dan apa bedanya dengan pengetahuan?
Selanjutnya, sama halnya dengan ilmu pengetahuan, manusia pun berpikir dalam
berfilsafat. Apakah filsafat termasuk ilmu pengetahuan atau terlepas dan
berbeda? Kaitannya dengan ilmu pengetahuan, bahwa filsafat melahirkan keyakinan
filosofis (philosophical belief) atau
yang dalam lingkungan ilmu disebut asumsi, postulat, aksioma, atas nama lain.
Apakah hal tersebut merupakan anggapan dasar?
Pemahaman
atas filsafat sampai saat ini sangat bermacam-macam, baik di Indonesia maupun
di negara-negara lain. Misalnya terhadap suatu rumus statistika, seorang ahli
statistika bertanya, “Filsafat apa yang berada di belakang rumus ini? Maksudnya
adalah apa yang mendasari atau makna apa yang rumus ini? Maksudnya adalah apa
yang mendasari atau makna apa yang dikandung rumus ini? Jadi, istilah filsafat
di sini adalah makna yang berada di balik rumus itu. Contoh lain, adanya
ketentuan bahwa dua orang laki-laki dan perempuan tidak boleh berada dalam
suatu ruangan. Filsafat dari peraturan itu adalah bahwa kejadian itu dapat
menjadi pemicu terjadinya hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim
yang dilarang agama, setidaknya dapat menjadi pemicu lahirnya fitnah.
Dalam
kehidupan masyarakat berbangsa yang dimaksud dengan filsafat bangsa atau
filsafat negara adalah ciri bangsa atau pandangan hidup atau way of life atau Weltanschauung dari bangsa itu sendiri. Tentu saja, kita tidak
perlu menolak penggunaan istilah tersebut karena ada alasan kuat yang
mendasarinya, antara lain penggunaan suatu rentang waktu sejarah dan sumber
etimologis. Hal terpenting adalah penempatan pengertian filsafat dalam
pembicaraan, seperti diperlukannya penjelasan pengertian sebelum pembahasan
yang dipersyaratkan dalam logika. Pengertian filsafat yang bermacam-macam itu
menyebabkan pemahaman filsafat ilmu dan atau epistemologi tidak tunggal dan
sempurna.
Khusus
mengenai topik pembicaraan ini, kita kembali ke definisi yang telah ditetapkan
pada awal pembicaraan, bahwa filsafat adalah suatu wacana atau argumentasi
mengenai segala hal atau bersifat universal yang dilakukan melalui metode
refleksi sehingga sampai pada akar permasalahannya. Maksudnya, sampai pada
konsekuensi yang terakhir, radikal, dan sitematis guru mencapai hakikat
permasalahannya. Apakah dengan definisi filsafat termasuk ilmu pengetahuan?
Beberapa orang berpendapat, bahwa filsafat adalah induk ilmu pengetahuan untuk
beberapa bagian pembahasannya. Sementara itu, beberapa orang lainnya menganggap
bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan. Hal ini kita bicarakan pada kesempatan
lain.
Kita
lihat dahulu filsafat ilmu pengetahuan, Wissenschaftlehre
atau Philosophy of Science. Pemahaman dasar yang kita miliki bahwa
epistemologi atau filsafat ilmu adalah bagian filsafat yang membahas masalah
ilmu pengetahuan dan kebenaran. Permasalahan adalah “Apakah ilmu pengetahuan
itu? Apakah yang membedakan berbagai ilmu pengetahuan? Bagaimana hubungan
antara filsafat dan ilmu pengetahuan? Bagaimana pengetahuan itu diperoleh dan
dirumuskan? Apakah yang menjamin, bahwa ilmu pengetahuan itu tepat dan benar?
Craig
(2005) memandang epistemologi sebagai inti dari permasalah filsafat yang
menyangkut hakikat, sumber, dan batas-batas ilmu pengetahuan. Arti dari
pandangan mengenai topik ini bahwa pengetahuan adalah keyakinan akan kebenaran,
tetapi tidak semata-mata keyakinan yang benar. Misalnya, keyakinan yang benar
berdasarkan terkaan, tidaklah termasuk pengetahuan. Dengan demikian, inti
pertanyaan dalam epistemologi adalah “Apakah yang harus ditambahkan terhadap
keyakinan benar sehingga disebut sebagai pengetahuan?”
Pembicaraan
tentang mengetahui atas segala sesuatu yang ada itu, terutama akan
mengedapankan pembahasan mengenai:
1. Masalah
logika formal yang mendasari wacana ilmu pengetahuan;
2. Epistemologi
dalam hubungan antara kebenaran dan luasnya pengetahuan;
3. Berbeda,
sama, serta hubungan antara filsafat dari ilmu pengetahuan;
4. Klasifikasi
ilmu pengetahuan;
5. Masalah
metodologi;
6. Kesatuan
ilmu pengetahuan; dan
7. Pengembangan
ilmu pengetahuan.
Logika
Dalam
pembahasan masalah ilmu pengetahuan, pertama-tama kita akan terlibat dengan
masalah logika, baik yang bersifat formal maupun yang bersfiat material.
Seperti telah diutarakan, logika berasal dari bahasa Yunani, Logos adalah kata, pikiran, atau
berpikir. Logis artinya berkata benar, tepat, jernih, dan lurus. Craig (2005)
berpendapat bahwa filsafat logika secara kasar ditandai oleh topik-topik
filsafat, baik yang bersifat perkembangan teknis, logika simbolis (matematika),
atau dari motivasi-motivasi yang telah ditawarkan pada tugas-tugas teknis.
Hal-hal yang termasuk dalam filsafat logika antara lain filsafat semantik,
filsafat bahasa, filsafat matematika, epistemologi, dan etika.
“Berkata
lurus” sebenarnya telah ada sejak orang pertama dilahirkan, katakana saja sejak
Nabi Adam turun ke bumi. Namun, logika yang dimaksud mereka adalah logika
sederhana yang hanya dapat digunakan untuk mengemukakan, membedakan masalah
yang tidak terlalu kompleks atau tidak tersembunyi. Logika ini disebut sebagai
logika biasa, atau logika natural. Hal ini berbeda dengan logika yang akan kita
bicarakan, ialah logika yang direkayasa sedemikian rupa sehingga dapat
mengungkapkan dan membedakan hal yang berbeda tetapi perbedaannya demikian
sulit dan tersembunyi. Inilah yang disebut dengan logika buatan atau logika
artificial (artificial logic).
Logika
ini terbagi ke dalam dua golongan, yaitu logika formal dan logika material.
Logika formal membicarakan hakikat susunan berpikir yang tertib. Meskipun
logika formal tidak berkaitan dengan masalah kebenaran isi pernyataan, namun
peranannya dinilai penting dalam filsafat ilmu karena kebenaran mensyaratkan
ketertiban susunan pikiran. Tanpa ketertiban atau disiplin, kebenaran hanya
dapat tercapai karena kualitas atau kebetulan. Oleh karena itu, masalah-masalah
logika formal selain perlu diketahui keberadaannya, juga perlu disadari
fungsinya dalam setiap saat.
Logika
formal menyelidiki cara-cara menyusun pikiran, bukan cara berpikir. Cara
berpikir merupakan masalah psikologi. Pikiran adalah hasil berpikir yang
wujudnya dinyatakan dalam bahasa yang berlambang. Oleh karena itu, antara
pikiran dan bahasa yang berlambang terhadap persesuaian. Demikian pula, cara
kita menyusun pikiran dapat ditelaah dari cara kita menyusun bahasa.
Aristoteles (384-322
SM) yang dikenal dengan Bapak Logika, dalam kuliah-kuliahnya mengemukakan
aturan-aturan berpikir yang kemudian disusun oleh murid-muridnya dalam suatu
buku yang berjudul “Organon” yang berarti alat-alat, badan, atau instrumen.
Buku ini mempersoalkan logika formal. Dengan demikian, logika dalam filsafat barat,
pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles, filosof Yunani Kuno, murid Plato. Pemikiran Aristoteles ini
kemudian dikenal dengan nama Logika Aristoteles disebut sebagai logika dasar
atau dasar logika, dan logika klasik.
Untuk
dapat memahami logika lebih mendalam, terdapat tiga unsur dasar yang menjadi
pilar pembangunannya, yaitu istilah (term)
atau pengertian, pendapat, dan penelitian.
1.
Istilah
(Term) atau Pengertian
Istilah
atau pengertian merupakan satu atau lebih kata yang memiliki arti tertentu.
Arti tertentu maksudnya, kata atau istilah itu tidak ada pengertian lain selain
yang telah ditentukan. Biasanya, suatu pengertian dinyatakan dalam suatu
istilah yang terdiri atas satu dua kata, bahkan lebih yang kemudian disebut
sebagai kata mejemuk, seperti “meja makan” atau “meja kursi”. Meja kursi atau
meja makan menunjukkan sejumlah ciri, di antaranya berupa ciri-ciri yang
hakiki, ciri dasar dari pengertian itu sendiri.
Pengertian
meja kursi merupakan kesatuan ciri yang hakiki. Dalam pengertian, kita menjangkau
hanya sebagian dari kenyataan. Secara bahasa, kita tidak mungkin menjangkau
keseluruhan dari kenyataan. Adapun yang kita jangkau terbatas pada apa yang
kita pandang hakiki, bergantung pada penafsiran kita. Perumusan fakta-fakta
dengan bahasa merupakan penafsiran mengenai fakta-fakta tersebut dan tidak
mungkin fakta-fakta itu dilukiskan selengkapnya.
2.
Pendapat
Pada
hakikatnya, pendapat merupakan suatu hubungan atau gabungan dari dua
pengertian. Dalam pendapat itu, pengertian yang satu disebut subjek, sedangkan
pengertian yang lain disebut predikat. Pendapat adalah suatu hubungan kesatuan
dari dua atau lebih pengertian. Hubungan antara subjek dan predikat disebut copula. Berdasarkan fungsinya, kopula
merupakan inti pendapat sebab dengan kopula, satu pengertian menjadi subjek dan
pengertian lain menjadi predikat. Dengan demikian, peran dan kedudukannya
sangat penting karena dapat mengubah arti. Pendapat dilambangkan dalam bentuk
kalimat.
Sebagai
contoh pada kalimat berikut.
Pak
Budi adalah seorang guru.
Hal
tersebut adalah suatu pendapat, bahwa pengertian pertama Pak budi bergabung
dengan pengertian kedua, ialah seorang guru. Pak Budi adalah subjek, sedangkan
seorang guru adalah predikat. Adapun yang disebut kopula adalah “adalah” yang
menentukan keseluruhan arti dari pendapat tersebut.
Dalam
bahasa Indonesia “adalah” tidak selalu dinyatakan secara jelas karena sudah
tergabung pada predikat.
3.
Perdalilan
Hubungan
di antara dua pendapat atau lebih dengan kata lain apabila dua pendapat atau
lebih digabungkan akan terjadi suatu peradilan yang dilambangkan dalam bentuk
uraian. Uraian terpendek adalah alinea atau paragraf yang menggambarkan suatu
idea tau gagasan. Sejumlah alinea akan menghasilkan perdalilan yang lebih
panjang dan kompleks, serta menggambarkan gagasan yang lebih lengkap. Dalam
perdalilan, terdapat suatu wacana, atau lebih tepat argumentasi yang dibangun
oleh beberapa kalimat. Perdalilan tampil dalam bentuk gabungan berbagai pendapat
mengenai suatu masalah besar dengan beberapa masalah kecil yang merupakan
bagiannya.
Mengenai
perdalilan ini banyak sekali jenisnya. Satu di antaranya yang terkenal adalah
silogisme. Silogisme adalah suatu upaya untuk menghubungkan, menggabungkan, atau
mensintesiskan suatu pendapat yang lebih umum atau mayor dengan pendapat
lainnya yang lebih khusus atau minor dan tersusun secara bertingkat sehingga
terbangun suatu wacana atau argumentasi yang memenuhi syarat-syarat logis.
Contoh:
1) Segenap
negara berpemerintahan.
2) Indonesia
adalah suatu negara.
3) Jadi:Indonesia
berpemerintahan.
Kalimat
(1)
merupakan pendapat yang sifatnya umum (premis mayor).
Kalimat
(2)
merupakan pendapat yang sifatnya lebih khusus (premis minor).
Kalimat
(3)
merupakan kesimpulan.
Dalam
perdalilan itu ditarik kesimpulan dari sejumlah pendapat yang disebut premis.
Dengan kata lain, perdalilan merupakan pembuktian. Logika formal disebut formal
karena hanya mempersoalkan aturan atau hukum-hukum yang mengatur ketepatan
bentuk atau susunan pikiran dan tidak mempersoalkan kebenaran isi pikiran.
Istilah
(term) atau pengertian tidak dapat
ditentukan benar atau salah karena merupakan sesuatu yang ditentukan atau
dibangun atas dasar kesepakatan. Meskipun terdapat ketidaksesuaian antara satu
dan lainnya, kita menyebutnya berbeda. Kesalahan, maksudnya tidak memenuhi
syarat-syarat logis. Hal ini terjadi jika suatu istilah digunakan untuk maksud
yang berbeda.
Benar
dan salah hanya dapat digunakan untuk menilai suatu pendapat atau perdalilan.
Permasalahannya, “Apakah kopula dan silogismenya tepat atau tidak?”
Pada
dasarnya, logika formal hanya mempersoalkan syarat-syarat yang harus dipenuhi
untuk mencapai kebenaran. Namun, logika formal tidak menjamin tercapainya
kebenaran. Logika formal senantiasa tepat, tetapi yang tepat tidak selalu
benar. Ketepatan merupakan syarat mutlak bagi kebenaran, tetapi untuk mencapai
kebenaran, ketepatan saja tidak cukup.
Syarat-syarat
itu dinyatakan dalam sejumah asas, prinsip, atau hukum logika. Dalam hal ini
terdapat empat prinsip utama, yaitu
1. Principium
identitas
Makna
prinsip ini adalah bahwa dalam sebuah uraian, hendaknya suatu istilah
dipergunakan secara identik, yaitu hanya untuk melambungkan suatu pengertian
tertentu, kecuali jika ditegakkan sebaliknya. Dalam diskusi, kerap kali orang
dinilai menyalahi asas tertentu, ialah apabila mereka menggunakan istilah yang
sama untuk melambungkan pengertian yang berbeda. Cara seperti itu dianggap
menyalahi hukum logika, atau dianggap sebagai uraian yang tidak memenuhi syarat
logis.
Oleh
karena itu, mereka yang melakukan diskusi, hendaknya membuat kesepakatan
terlebih dahulu mengenai pengertian itu dengan membuat batasannya. Sebuah
batasan atau definisi adalah suatu uraian yang sesingkat-singkatnya tentang
suatu pengertian sehingga ciri-ciri hakiki dari pengertian itu terungkap.
2. Principium
contradictions
Prinsip
ini menyatakan bahwa dalam suatu uraian, hendaknya tidak digunakan dua atau
lebih pendapat yang maknanya bertentangan atau kontradiksi. Hanya satu dari
pendapat itu yang benar, tidak mungkin kedua-duanya.
Seperti
telah kita ketahui, bahwa suatu uraian disebut juga perdalilan merupakan
himpunan dari sejumlah pendapat. Suatu pendapat melambangkan maksud tertentu.
Karena telah adanya maksud tersebut, jangan sampai terjadi bahwa
pendapat-pendapat itu diartikan berbeda atau bertentangan dengan yang pertama.
Apabila hal itu terjadi, suatu uraian menjadi kacau, dan kekacauan itu
disebabkan oleh tidak dipenuhinya syarat atau prinsip logika.
3. Principium Exclusi
Tertii
Prinsip
ini menyatakan bahwa setiap pendapat adalah benar atau salah, tidak ada
kemungkinan ketiga (Tertium nondatur).
Sebagai contoh,”Hari ini saya mungkin akan pergi berlibur.”
“Ke
Jakarta!” Peluangnya di sini adalah saya jadi pergi berlibur ke Jakarta atau
tidak jadi pergi berlibur ke Jakarta. Tidak ada kemungkinan ketiga, yaitu jadi
dan tidak jadi berlibur ke Jakarta.
4. Principium
Rationis Sufficentis
Prinsip
ini mensyaratkan bahwa dalam suatu uraian, kebenaran sebuah pendapat menuntut
agar pendapat itu mempunyai dasar secukupnya. Dengan kata lain, kesimpulan
suatu uraian harus berdasarkan dasar-dasar rasional secukupnya.
Maksudnya
adalah bahwa suatu uraian dianggap memenuhi syarat atau prinsip logis, jika
kesimpulan dalam uraian itu dibuat dengan alasan-alasan yang bersinambungan
atau memiliki hubungan kausal yang jelas dan mencukupi. Apabila uraian itu
tidak rasional dan tidak cukup, uraian itu dinilai tidak memenuhi syarat
logika. Dengan kata lain, uraian itu menjadi tidak sah.
Logika
formal ini menuntut penggunaan bahasa secara sadar. Namun, bahasa atau kata
mengandung atau berhubungan dengan pengertian. Oleh karena itu, sudah
selayaknya apabila kita memerhatikan berbagai hal yang berhubungan dengan
pengertian ini. Artinya, bahwa pengertian itu memiliki klasifikasi karena
kandungan maknanya bermacam-macam. Untuk dapat memahami pengertian tersebut
dengan baik, diperlukan ketegasan mengenai sifat-sifatnya sehingga terdapat
klasifikasi, baik menurut isi maupun keluasannya atau cakupannya.
Berdasarkan
isinya, terdapat pengertian yang bersifat sebagai berikut.
1. Kolektif
dan distributif
Kolektif
adalah pengertian yang mencakup sejumlah hal, misalnya rombongan, lusin, dan
regu.
Distributif
adalah pengertian yang mencakup hal secara sendiri-sendiri, misalnya orang,
sarjana, dan kuda.
2. Konkret
dan abstrak
Konkret
ialah pengertian yang memperlihatkan kenyataan, misalnya “ini kuda putih”.
Abstrak
ialah pengertian yang menunjukkan sifatnya, misalnya kecerdasan.
3. Konotatif
dan denotatif
Konotatif
adalah pengertian yang mewakili, misalnya “hal ini menggambarkan kepedulian”.
Denotatif
adalah pengertian yang menunjuk pada hal yang dimaksdukan, misalnya pegawai,
lingkungan, dan dasar.
Ada
juga klasifikasi menyangkut lingkungan pengertian, yaitu kenyataan yang
diliputi atau merupakan eksistensinya, misalnya kerbau, kuda, dan kambing
termasuk hewan. Terdapat tiga jenis eksistensi pengertian, yaitu sebagai
berikut.
1. Singular
ialah pengertian yang berlingkungan satu saja.
2. Partikular
ialah pengertian yang lebih luas (dari singular), tetapi tidak semuanya,
misalnya beberapa orang, dan sebagian di antaranya.
3. Universal
ialah pengertian yang mencakup semua tanpa kecuali, seperti seluruhnya, juga
pengertian “hewan’ sebagai suatu keseluruhan jenis.
Untuk
memahami pengertian mengenai hal tetentu, diperlukan adanya definisi mengenai
hal tersebut karena tidak semua hal dapat dipahami dengan mudah. Adapun yang
dimaksud dengan definisi adalah pengertian yang lengkap tentang suatu istilah
yang mencakup semua unsur yang menjadi ciri utama istilah tersebut. Terdapat
empat jenis definisi, yaitu
1. definisi
demonstratif, seperti “Kursi itu kuat”,
2. definisi
biverbal, seperti “Lembu adalah sapi”,
3. definisi
ekstensif, seperti “Manusia adalah makhluk hidup yang mampu berpikir”, dan
4. definisi
deskriftif, seperti “Pesawat terbang adalah alat angkut yang biasanya besar,
dapat terbang, serta dikemudikan seorang pilot”.
Umumnya
orang mengajukan definisi sebagai pengertian pada Butir 3 dan Butir 4. Butir 3 menggambarkan definisi yang
esensial, ialah keterangan yang menyangkut ciri utama, sedangkan Butir 4 menggambarkan definisi yang
menerangkan ciri-ciri sampai detail. Akan tetapi, siapa pun boleh memilih jenis
atau macam definisi mana yang akan dibuatnya sesuai dengan keperluannya
masing-masing. Terdapat empat syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah definisi
agar disebut baik, yaitu
1. Sifat
atau ciri yang akan digambarkan tidak berlebihan, juga tidak berkurangan.
Misalnya, “Lemari adalah tempat menyimpan pakaian yang berwarna-warni”. Contoh
tersebut merupakan definisi yang berlebihan, sedangkan pada contoh “Lemari
merupakan tempat menyimpan” merupakan definisi yang dinilai berkurangan.
2. Tidak
mengulang kata-kata sifat yang bersamaan artinya, seperti “Kebenaran adalah
sesuatu yang betul”.
3. Tidak
menggunakan kata negatif, seperti “Kuda adalah bukan kambing”.
4. Tidak
menggunakan kata-kata yang terlalu umum, seperti “Singa adalah binatang buas”.
Ada
hal lain yang penting untuk diketahui dalam logika, ialah yang disebut dengan fallacy. Artinya, kebohongan yang disengaja
dengan maksud atau keuntungan tertentu.
Terdapat
lima fallacy utama yang perlu
diingat, adalah
1. Terdapat
kata-kata yang telah dibiasakan, seperti “Marilah kita mengabadikan peristiwa
ini”.
2. Kata-kata
mempunyai arti lain, seperti “Bulan itu tiga puluh hari”, “Bulan bersinar di
langit”. “Bulan tiga puluh hari bersinar di langit”.
3. Deduksi
yang salah, seperti “Kuda itu Hewan”,”Sapi itu bukan kuda”. Jadi “Sapi bukan
hewan”.
4. Mengacaukan
pengertian mutlak dengan pengertian terbatas, seperti “Makanan yang kita makan
hari ini adalah daging yang kita beli kemarin”, “Karena daging yang kemarin
dibeli adalah daging mentah”. Jadi, “Makanan yang kita makanan sekarang adalah
daging mentah”.
5. Manipulasi
angka
5
= 2 + 3
2
= genap
3
= ganjil
Maka
Genap + ganjil = 5
Sumber : Buku
Pengantar Filsafat, Sutardjo A. Wiramihardja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar