Pengantar Filsafat I Epistemologi
atau Filsafat Ilmu I Klasifikasi
pada Masa Kini
Saat ini, klasifikasi
ilmu pengetahuan didukung banyak ahli. Adapun ilmu pengetahuan tersebut dibagi
menjadi dua jenis, yaitu
1. Ilmu
pengetahuan apriori (rasional),
2. Ilmu
pengetahuan aposteriori (empiris), terbagi lagi menjadi dua, yaitu
a.
Ilmu pengetahuan
alam, dan
b.
Ilmu pengetahuan
rohani.
1.
Ilmu
pengetahuan apriori atau empiris
Teori ilmu pengetahuan
menuntut penyadaran kita terhadap pengertian pengetahuan. Dengan perkataan
lain, teori ilmu pengetahuan menuntut penyadaran terhadap subjek dan objek
sehingga dapat dibedakan antara objek yang sampai kepada kita yang merupakan
datum (that, which is given) maka
memerlukan pengalaman dan objek yang ditimbulkan subjek. Dengan demikian, sampailah
kita pada penyadaran terhadap pengetahuan yang berdasarkan pengalaman serta
pengetahuan yang tidak bergantung pada pengalaman. Penyadaran pertama
menimbulkan pengetahuan apriori (sebelum pengalaman). Penyadaran kedua atau
terakhir menghasilkan ilmu pengetahuan aposteriori (sesudah pengalaman).
Pembagian
tersebut memerlukan pemahaman pengertian mengenai pengalaman. Pengalaman itu
mempunyai dua segi yang pada diri kita. Kedua segi itu telah ditemukan bangsa
Yunani. Oleh karena itu, bangsa Yunani dikenal dengan penemuan ilmu
pengetahuan. Sebagian orang berpendapat bahwa segenap ilmu pengetahuan itu
merupakan pengetahuan tentang kenyataan yang dialami. Klasifikasi tersebut
menolak pandangan itu dan menuntut pengakuan terhadap ilmu pengetahuan apriori,
yaitu ilmu pasti dan logika. Menurut Aristoteles, ilmu pasti merupakan
abstraksi dari kenyataan yang konkret, sedangkan menurut Pythagoras dan Plato, ilmu pasti adalah hasil akal budi kita yang
bersifat apriori.
Objek
ilmu pasti adalah kuantitas, antara lain bilangan. Suatu bilangan mempunyai
tempat tertentu dalam deret bilangan. Tempat itu menunjuk hubungan dengan
bilangan itu. Sebagai contoh, 12 menduduki tempat antara 11 dan 13, serta
mempunyai hubungan tertentu dan mempunyai hubungan dengan bilangan 2, 3, 4, 6,
24, dan sebagainya. Ciri-ciri hubungan tersebut telah dibuktikan tanpa
pengalaman.
Adapun
bukti lain menyatakan keharusan ciri-ciri itu dan bukan suatu kemungkinan
berdasarkan fakta-fakta tertentu.
Ilmu
apriori memiliki objek sesuatu yang semata-mata terpikirkan. Pada asasnya,
perhatian kita tidak tertuju pada dunia di luar diri kita, tetapi pada diri
kita sendiri. Sebaliknya dalam dunia empiris, orang berkecimpung dengan yang
lain yang datang pada diri kita, yakni datum (jamak:data). Kesanggupan akan
menghasilkan pikiran dan fakta murni yang menimbulkan data dan merupakan dua
jenis objek yang serentak disadari serupa dengan penyadaran terhadap pengertian
kiri dan kanan. Penyadaran terhadap kiri tidak ada tanpa penyadaran terhadap
kanan.
Ilmu
apriori senantiasa didiampingi ilmu empiris. Objek ilmu empiris adalah dunia
kenyataan. Adapun apa yang sampai pada kita adalah data berdasarkan alat indra
kita sehingga dipersoalkan tentang objek sejati yang menimbulkan data itu.
Dengan demikian, ilmu apriori dapat dibedakan antara objek sejati dan objek
data. Ilmu empiris berusaha mengenal objek sejati melalui objek data. Ilmu
apriori tidak mengenal perbedaan antara objek sejati dan objek data. Dalam ilmu
apriori, kita langsung berhadapan dengan objek sejati, sedangkan ilmu empiris
menghadapinya secara tidak langsung.
2.
Ilmu
pengetahuan alam dan rohani
Ilmu empiris dibagi
menjadi dua, yaitu ilmu pengetahuan alam (Naturwissenschaft)
dan ilmu pengetahuan rohani (Geisteswissenschaft).
Klasifikasi tidak menetap pada pendirian Dilthey. Saat ini, Geisteswissenschaft akan diganti dengan Menschwissenschaft, yaitu ilmu tentang
kemanusiaan guna menegaskan bahwa objeknya adalah manusia.
Ilmu
pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan rohani berbeda karena objeknya. Perbedaan
pertama, berobjekan pada hal-hal yang cukup dijangkau atas dasar kategori
kausalitas. Dengan perkataan lain, objek ilmu tersebut dapat diterangkan dengan
mempersoalkan sebabnya. Antara sebab dan akibat terdapat suatu hubungan yang
menetap. Inilah yang dirumuskan dalam berbagai hukum. Jika A menyebabkan B,
berarti bahwa setiap saat terjadi A maka timbul B. Dengan demikian dapat
diramalkan, bahwa B akan timbul pada saat kita menjumpai A. Dengan kata lain,
hal itu tidak bergantung pada waktu. Terhadap objek ilmu pengetauan alam, masa
depan identik dengan masa lampau. Tenyata, objek ilmu merupakan segala sesuatu
yang termasuk benda mati. Namun, hasil penyelidikan tidak membenarkan pandangan
tersebut secara mutlak. Demikian garis perbatasan antara kedua jenis ilmu pengetahuan
tersebut menjadi tidak tegas.
Hal
tersebut tidak tepat disebut sebagai garis perbatasan, tetapi lebih tepat
dipersoalkan tentang daerah perbatasan yang dibentuk oleh ilmu hayat. Apakah
ilmu hayat tergolong ke dalam ilmu pengetahuan alam? Objek ilmu hayat adalah
benda hidup, bukan benda mati. Adapun benda hidup tidak cukup dijangkau atas
dasar kategori kausalitas, tetapi menuntut pula dasar kategori finalitas. Dalam
ilmu hayat dipersoalkan tujuan atau fungsi. Benda mati dapat diselidiki
terlepas dari lingkungannya, sedangkan benda hidup tidak mungkin dipersoalkan
tanpa lingkungan.
Tujuan
atau fungsi itu terletak pada lingkungan. Di antara para ahli ada yang kurang
menyetujui penggunaan kategori finalitas. Mereka ingin membatasi diri pada
kategori kausalitas, meskipun diakui bahwa gejala kehidupan tidak mungkin
dijangkau selengkapnya atas dasar kausalitas. Oleh karena itu, beberapa ahli
ada yang menganggap ilmu hayat sebagai ilmu pengetahuan alam dan ada pula yang
memandangnya sebagai suatu jenis ilmu antara ilmu pengetahuan alam dan rohani.
Objek
ilmu pengetahuan rohani, yaitu manusia dengan kehidupan rohaniahnya, tidak
mungkin hanya dipandang sebagai benda mati atau benda hidup. Oleh karena itu,
manusia tidak cukup dijangkau atas dasar kausalitas dan finalitas. Benar, bahwa
manusia tunduk pada kategori-kategori, yaitu tunduk pada gaya-gaya tertentu.
Namun, manusia sadar terhadap gaya-gaya itu dan karena itu manusia
menguasainya. Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang bebas dan
berkemauan bebas. Sebagai makhluk yang bebas, manusia berbuat.
Benda
mati itu tidak mungkin berbuat. Hewan dapat berbuat, namun hewan tidak sadar
terhadap dirinya yang sedang berbuat. Dengan kata lain, hewan tidak menentukan
perbuatannya secara sadar. Manusia memilih secara sadar apa yang akan
diperbuatnya sehingga dinilai mampu bereksisteni. Aktivitas inilah yang
merupakan kategori ketiga yang dituntut untuk menjangkau manusia. Aktivitas
merupakan pernyataan kebebasan manusia. Pada asasnya, ilmu pengetahuan rohani
tidak memungkinkan peramalan, seperti dalam ilmu pengetahuan alam. Tiga
perbuatan itu merupakan pilihan pada saat tertentu. Ilmu pengetahuan rohani
berlawanan dengan ilmu pengetahuan alam dan bergantung pada waktu.
Berikut
ini beberapa jenis ilmu pengetahuan berdasarkan jenis objek.
1. apriori:
objek yang tidak menuntut pengalaman
2. empiri:
objek yang menuntut pengalaman
a. alam;
objek cukup dijangkau atas dasar kategori kausalitas dan finalitas
b. hayat;
objek cukup dijangkau atas dasar kategori kausalitas dan finalitas.
c. rohani;
objek hanya dapat dijangkau atas dasar kategori kausalitas, finakiutas, dan
aktivitas.
Metode
memegang pula peranan penting dalam klasifikasi ini, walaupun tidak sebagai
asas yang primer. Ilmu pengetahuan rohani mempergunakan metode ilmu pengetahuan
alam, hanya tidak membatasi diri pada metode tersebut. Dapat disimpulkan,
adanya peranan subjek dalam klasifikasi tersebut. Objek ilmu apriori,
seluruhnya ditimbulkan subjek berlawanan dengan objek ilmu empiris yang tidak
seluruhnya berpangkal pada subjek. Ilmu pengetahuan alam akan berusaha
objektivasi sebesar-besarnya. Pada asasnya, ilmu pengetahuan rohani tidak
mungkin meninggalkan faktor subjek. Di samping klasifikasi tersebut, dunia
ilmiah mempersoalkan tentang pembagian lain, yaitu
1. Ilmu
teoretis dan praktis,
2. Ilmu
murni dan terpakai, dan
3. Ilmu
deskriptif dan normatif.
Ilmu
teoretis dan praktis
Objek ilmu praktis
adalah suatu perbuatan, sedangkan ilmu teoretis mempersoalkan adanya sesuatu.
Dalam bidang ilmu pengetahuan alam, ilmu kimia tergolong ilmu teoretis,
sedangkan ilmu kedokteran tergolong ilmu praktis. Demikian pula dalam ilmu
pengetahuan rohani, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan teoretis, sedangkan
ilmu politik termasuk ilmu praktis. Perlu ditegaskan di sini, bahwa objek ilmu
pengetahuan rohani senantiasa tidak merupakan perbuatan, sungguhpun memang
selalu berdasarkan perbuatan manusia. Hendaknya, ilmu praktis dibedakan dari praxis, yaitu praktik perbuatan itu
sendiri.
Ilmu
murni dan terapan
Perbedaan tersebut
berdasarkan perbedaan tujuan. Ilmu terpakai (applied science) tertuju pada arah
suatu guna, sedangkan ilmu murni (pure science) tertujua pada pengetahuan itu
sendiri. Ilmu kimia merupakan ilmu murni, sedangkan teknologi kimia tergolong
ilmu terpakai. Ilmu yang mendasari ilmu terpakai disebut sebagai ilmu dasar.
Ilmu terpakai itu dimungkinkan oleh hubungan kausal yang terdapat dalam ilmu
dasarnya. Hubungan kausal dalam ilmu dasar (A menyebabkan B) dijadikan hubungan
alat tujuan dalam ilmu terpakai (dengan menimbulkan A maka akan tercapai B).
Oleh karena itu, pengetahuan rohani tidak mengenal hubungan kausal secara murni
sehingga bidang ilmu pengetahuan rohani tidak mengenal ilmu terpakai.
Ilmu
deskriptif dan normatif
Di antara ilmu
tersebut, ada yang dapat dipandang dan ada pula yang tidak mungkin dipandang
terlepas dari penilaian. Pada pembicaraan kali ini, kita akan membicarakan ilmu
deskriptif dan normatif. Kerap kali, ilmu praktis dipandang tergolong dalam
ilmu normatif. Berbagai jenis teknologi yang termasuk ilmu praktis, kiranya
bukan ilmu normatif. Begitu pula, tidak semua ilmu pengetahuan rohani tergolong
ilmu normatif. Ilmu bahasa bersifat deskriptif, sedangkan ilmu kesusastraan
bersifat normatif.
Sumber
: Buku Pengantar Filsafat, Sutardjo A. Wiramihardja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar