Kamis, 23 Oktober 2014

Pengantar Filsafat I Epistemologi atau Filsafat Ilmu I Klasifikasi pada Masa Kini


Pengantar Filsafat I Epistemologi atau Filsafat Ilmu I Klasifikasi pada Masa Kini

Saat ini, klasifikasi ilmu pengetahuan didukung banyak ahli. Adapun ilmu pengetahuan tersebut dibagi menjadi dua jenis, yaitu

1.      Ilmu pengetahuan apriori (rasional),

2.      Ilmu pengetahuan aposteriori (empiris), terbagi lagi menjadi dua, yaitu

a.       Ilmu pengetahuan alam, dan

b.      Ilmu pengetahuan rohani.

 

1.      Ilmu pengetahuan apriori atau empiris

Teori ilmu pengetahuan menuntut penyadaran kita terhadap pengertian pengetahuan. Dengan perkataan lain, teori ilmu pengetahuan menuntut penyadaran terhadap subjek dan objek sehingga dapat dibedakan antara objek yang sampai kepada kita yang merupakan datum (that, which is given) maka memerlukan pengalaman dan objek yang ditimbulkan subjek. Dengan demikian, sampailah kita pada penyadaran terhadap pengetahuan yang berdasarkan pengalaman serta pengetahuan yang tidak bergantung pada pengalaman. Penyadaran pertama menimbulkan pengetahuan apriori (sebelum pengalaman). Penyadaran kedua atau terakhir menghasilkan ilmu pengetahuan aposteriori (sesudah pengalaman).

Pembagian tersebut memerlukan pemahaman pengertian mengenai pengalaman. Pengalaman itu mempunyai dua segi yang pada diri kita. Kedua segi itu telah ditemukan bangsa Yunani. Oleh karena itu, bangsa Yunani dikenal dengan penemuan ilmu pengetahuan. Sebagian orang berpendapat bahwa segenap ilmu pengetahuan itu merupakan pengetahuan tentang kenyataan yang dialami. Klasifikasi tersebut menolak pandangan itu dan menuntut pengakuan terhadap ilmu pengetahuan apriori, yaitu ilmu pasti dan logika. Menurut Aristoteles, ilmu pasti merupakan abstraksi dari kenyataan yang konkret, sedangkan menurut Pythagoras dan Plato, ilmu pasti adalah hasil akal budi kita yang bersifat apriori.

Objek ilmu pasti adalah kuantitas, antara lain bilangan. Suatu bilangan mempunyai tempat tertentu dalam deret bilangan. Tempat itu menunjuk hubungan dengan bilangan itu. Sebagai contoh, 12 menduduki tempat antara 11 dan 13, serta mempunyai hubungan tertentu dan mempunyai hubungan dengan bilangan 2, 3, 4, 6, 24, dan sebagainya. Ciri-ciri hubungan tersebut telah dibuktikan tanpa pengalaman.

Adapun bukti lain menyatakan keharusan ciri-ciri itu dan bukan suatu kemungkinan berdasarkan fakta-fakta tertentu.

Ilmu apriori memiliki objek sesuatu yang semata-mata terpikirkan. Pada asasnya, perhatian kita tidak tertuju pada dunia di luar diri kita, tetapi pada diri kita sendiri. Sebaliknya dalam dunia empiris, orang berkecimpung dengan yang lain yang datang pada diri kita, yakni datum (jamak:data). Kesanggupan akan menghasilkan pikiran dan fakta murni yang menimbulkan data dan merupakan dua jenis objek yang serentak disadari serupa dengan penyadaran terhadap pengertian kiri dan kanan. Penyadaran terhadap kiri tidak ada tanpa penyadaran terhadap kanan.

Ilmu apriori senantiasa didiampingi ilmu empiris. Objek ilmu empiris adalah dunia kenyataan. Adapun apa yang sampai pada kita adalah data berdasarkan alat indra kita sehingga dipersoalkan tentang objek sejati yang menimbulkan data itu. Dengan demikian, ilmu apriori dapat dibedakan antara objek sejati dan objek data. Ilmu empiris berusaha mengenal objek sejati melalui objek data. Ilmu apriori tidak mengenal perbedaan antara objek sejati dan objek data. Dalam ilmu apriori, kita langsung berhadapan dengan objek sejati, sedangkan ilmu empiris menghadapinya secara tidak langsung.

2.      Ilmu pengetahuan alam dan rohani

Ilmu empiris dibagi menjadi dua, yaitu ilmu pengetahuan alam (Naturwissenschaft) dan ilmu pengetahuan rohani (Geisteswissenschaft). Klasifikasi tidak menetap pada pendirian Dilthey. Saat ini, Geisteswissenschaft akan diganti dengan Menschwissenschaft, yaitu ilmu tentang kemanusiaan guna menegaskan bahwa objeknya adalah manusia.

Ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan rohani berbeda karena objeknya. Perbedaan pertama, berobjekan pada hal-hal yang cukup dijangkau atas dasar kategori kausalitas. Dengan perkataan lain, objek ilmu tersebut dapat diterangkan dengan mempersoalkan sebabnya. Antara sebab dan akibat terdapat suatu hubungan yang menetap. Inilah yang dirumuskan dalam berbagai hukum. Jika A menyebabkan B, berarti bahwa setiap saat terjadi A maka timbul B. Dengan demikian dapat diramalkan, bahwa B akan timbul pada saat kita menjumpai A. Dengan kata lain, hal itu tidak bergantung pada waktu. Terhadap objek ilmu pengetauan alam, masa depan identik dengan masa lampau. Tenyata, objek ilmu merupakan segala sesuatu yang termasuk benda mati. Namun, hasil penyelidikan tidak membenarkan pandangan tersebut secara mutlak. Demikian garis perbatasan antara kedua jenis ilmu pengetahuan tersebut menjadi tidak tegas.

Hal tersebut tidak tepat disebut sebagai garis perbatasan, tetapi lebih tepat dipersoalkan tentang daerah perbatasan yang dibentuk oleh ilmu hayat. Apakah ilmu hayat tergolong ke dalam ilmu pengetahuan alam? Objek ilmu hayat adalah benda hidup, bukan benda mati. Adapun benda hidup tidak cukup dijangkau atas dasar kategori kausalitas, tetapi menuntut pula dasar kategori finalitas. Dalam ilmu hayat dipersoalkan tujuan atau fungsi. Benda mati dapat diselidiki terlepas dari lingkungannya, sedangkan benda hidup tidak mungkin dipersoalkan tanpa lingkungan.

Tujuan atau fungsi itu terletak pada lingkungan. Di antara para ahli ada yang kurang menyetujui penggunaan kategori finalitas. Mereka ingin membatasi diri pada kategori kausalitas, meskipun diakui bahwa gejala kehidupan tidak mungkin dijangkau selengkapnya atas dasar kausalitas. Oleh karena itu, beberapa ahli ada yang menganggap ilmu hayat sebagai ilmu pengetahuan alam dan ada pula yang memandangnya sebagai suatu jenis ilmu antara ilmu pengetahuan alam dan rohani.

Objek ilmu pengetahuan rohani, yaitu manusia dengan kehidupan rohaniahnya, tidak mungkin hanya dipandang sebagai benda mati atau benda hidup. Oleh karena itu, manusia tidak cukup dijangkau atas dasar kausalitas dan finalitas. Benar, bahwa manusia tunduk pada kategori-kategori, yaitu tunduk pada gaya-gaya tertentu. Namun, manusia sadar terhadap gaya-gaya itu dan karena itu manusia menguasainya. Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang bebas dan berkemauan bebas. Sebagai makhluk yang bebas, manusia berbuat.

Benda mati itu tidak mungkin berbuat. Hewan dapat berbuat, namun hewan tidak sadar terhadap dirinya yang sedang berbuat. Dengan kata lain, hewan tidak menentukan perbuatannya secara sadar. Manusia memilih secara sadar apa yang akan diperbuatnya sehingga dinilai mampu bereksisteni. Aktivitas inilah yang merupakan kategori ketiga yang dituntut untuk menjangkau manusia. Aktivitas merupakan pernyataan kebebasan manusia. Pada asasnya, ilmu pengetahuan rohani tidak memungkinkan peramalan, seperti dalam ilmu pengetahuan alam. Tiga perbuatan itu merupakan pilihan pada saat tertentu. Ilmu pengetahuan rohani berlawanan dengan ilmu pengetahuan alam dan bergantung pada waktu.

Berikut ini beberapa jenis ilmu pengetahuan berdasarkan jenis objek.

1.      apriori: objek yang tidak menuntut pengalaman

2.      empiri: objek yang menuntut pengalaman

a.       alam; objek cukup dijangkau atas dasar kategori kausalitas dan finalitas

b.      hayat; objek cukup dijangkau atas dasar kategori kausalitas dan finalitas.

c.       rohani; objek hanya dapat dijangkau atas dasar kategori kausalitas, finakiutas, dan aktivitas.

Metode memegang pula peranan penting dalam klasifikasi ini, walaupun tidak sebagai asas yang primer. Ilmu pengetahuan rohani mempergunakan metode ilmu pengetahuan alam, hanya tidak membatasi diri pada metode tersebut. Dapat disimpulkan, adanya peranan subjek dalam klasifikasi tersebut. Objek ilmu apriori, seluruhnya ditimbulkan subjek berlawanan dengan objek ilmu empiris yang tidak seluruhnya berpangkal pada subjek. Ilmu pengetahuan alam akan berusaha objektivasi sebesar-besarnya. Pada asasnya, ilmu pengetahuan rohani tidak mungkin meninggalkan faktor subjek. Di samping klasifikasi tersebut, dunia ilmiah mempersoalkan tentang pembagian lain, yaitu

1.      Ilmu teoretis dan praktis,

2.      Ilmu murni dan terpakai, dan

3.      Ilmu deskriptif dan normatif.

Ilmu teoretis dan praktis

Objek ilmu praktis adalah suatu perbuatan, sedangkan ilmu teoretis mempersoalkan adanya sesuatu. Dalam bidang ilmu pengetahuan alam, ilmu kimia tergolong ilmu teoretis, sedangkan ilmu kedokteran tergolong ilmu praktis. Demikian pula dalam ilmu pengetahuan rohani, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan teoretis, sedangkan ilmu politik termasuk ilmu praktis. Perlu ditegaskan di sini, bahwa objek ilmu pengetahuan rohani senantiasa tidak merupakan perbuatan, sungguhpun memang selalu berdasarkan perbuatan manusia. Hendaknya, ilmu praktis dibedakan dari praxis, yaitu praktik perbuatan itu sendiri.

Ilmu murni dan terapan

Perbedaan tersebut berdasarkan perbedaan tujuan. Ilmu terpakai (applied science) tertuju pada arah suatu guna, sedangkan ilmu murni (pure science) tertujua pada pengetahuan itu sendiri. Ilmu kimia merupakan ilmu murni, sedangkan teknologi kimia tergolong ilmu terpakai. Ilmu yang mendasari ilmu terpakai disebut sebagai ilmu dasar. Ilmu terpakai itu dimungkinkan oleh hubungan kausal yang terdapat dalam ilmu dasarnya. Hubungan kausal dalam ilmu dasar (A menyebabkan B) dijadikan hubungan alat tujuan dalam ilmu terpakai (dengan menimbulkan A maka akan tercapai B). Oleh karena itu, pengetahuan rohani tidak mengenal hubungan kausal secara murni sehingga bidang ilmu pengetahuan rohani tidak mengenal ilmu terpakai.

Ilmu deskriptif dan normatif

Di antara ilmu tersebut, ada yang dapat dipandang dan ada pula yang tidak mungkin dipandang terlepas dari penilaian. Pada pembicaraan kali ini, kita akan membicarakan ilmu deskriptif dan normatif. Kerap kali, ilmu praktis dipandang tergolong dalam ilmu normatif. Berbagai jenis teknologi yang termasuk ilmu praktis, kiranya bukan ilmu normatif. Begitu pula, tidak semua ilmu pengetahuan rohani tergolong ilmu normatif. Ilmu bahasa bersifat deskriptif, sedangkan ilmu kesusastraan bersifat normatif.     

Sumber : Buku Pengantar Filsafat, Sutardjo A. Wiramihardja

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...