Ilmu pengetahuan
merupakan suatu prinsip berpikir mengenai berbagai gejala kehidupan. Adanya
berbagai masalah kehidupan menyebabkan suatu ilmu pengetahuan berwajah lain
daripada ilmu pengetahuan lainnya. Bahkan suatu bidang ilmu pengetahuan sering
dilihat secara khusus, dalam arti cara bidang ilmu pengetahuan sering dilihat
secara khusus, dalam arti cara pandangannya berbeda atau tiap segi dari gejala
yang diamati atau diteliti lebih spesifik. Terdapat sudut pandang atau
pendekatan yang berbeda sehingga menghasilkan susunan berpikir, bahkan ilmu
yang berbeda, juga terdapat makin banyak kemungkinan suatu masalah dilihat
secara lebih detail. Muncullah spesialisasi yang dimaksudkan untuk dapat
mendalami bagian yang lebih spesifik atau lebih mendalam lagi.
Dewasa
ini, spesialisasi kerap menimbulkan sikap yang kurang dapat dibenarkan, dalam
arti seolah-olah tidak peduli pada bagian lain. Telaahan terhadap bidang
tertentu dianggap lebih baik atau lebih buruk daripada telaahan terhadap bidang
lainnya. Sebagian orang ada yang menolak untuk memandang disiplin tertentu
sebagai ilmu pengetahuan karena tidak memenuhi syarat mengikuti metode
tertentu, ialah hanya mengakui metode tertentu (metode monisme). Sementara itu,
sebagaian orang ada pula yang ingin memasukkan segala sesuatu dalam satu
bidang, seperti historisme, psikologisme, silogisme. Dengan kata lain, segala
sesuatu ingin dipandang dari satu sudut pandang. Ada yang menuntut sikap “a
science pour la science”, sedangkan di pihak lain adanya tuntutan terhadap
hubungan erat antara ilmu pengetahuan dan praktik kehidupan.
Sikap-sikap
tersebut menunjukkan beberapa kekurangan, yaitu kurangnya penyadaran terhadap
apa yang disebut metode ilmiah, kurangnya penyadaran terhadap masalah objek
berbagai ilmu pengetahuan, dan kurangnya penyadaran terhadap hubungan antara
teori dan praktik, demikian seterusnya. Penyadaran terhadap problematika ilmu
pengetahuan mungkin dapat menghindarkan diri kita dari sikap-sikap semacam itu.
Socrates telah berseru kepada para
cendikiawan agar mereka berendah hati dengan mengingatkan mereka, bahwa
pengetahuan tertinggi itu tidak berpengetahuan. Semakin banyak kita mengetahui
tentang sesuatu, semakin kita meragukan kebenarannya.
Dipandang
dari segi lain, patut kiranya apabila kita berendah hati. Dewasa ini,
spesialisme menunjukkan bahwa kita masing-masing mengetahui semakin banyak sisi
tentang, semakin sedikit hal. Hendaknya, hal tersebut mengingatkan kita bahwa
pengetahuan kita sangat terbatas.
Dengan
kata lain, penyelesaian masalah tertentu kerap kali membutuhkan kerja sama
antarahli dalam berbagai bidang. Selain menyadarkan kita terhadap keragaman
ilmu pengetahuan. Untuk memahami hal tersebut, beberapa pokok dari sejarah ilmu
pengetahuan akan dibahas dalam pembicaraan ini.
Dalam
menghadapi masalah ini, sebaiknya kita meninjau sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan, sebagaimana telah dicatat para ahli. Sebagaimana telah
dikemukakan, pada masa Yunani Kuno hanya dikenal satu ilmu pengetahuan, yakni
filsafat. Dewasa ini, Aristoteles membagi filsafat menjadi pola dari keragaman
ilmu pengetahuan. Sungguhpun perkembangan ilmu pengetahuan itu senantiasa tidak
berpusat pada universitas, namun universitas ikut mencerminkan dan mencetuskan
perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa Abad Pertengahan, muncullah
universitas, yaitu setelah akademia model Plato ditutup pada 200 Masehi.
Universitas ini dibangun di Paris kurang lebih pada 1200 M. Universitas ini dikenal
sebagai sebutan dan penghimpunan pendidikan tinggi keilmuwan yang dibangun
gereja di biara-biara.
Pada
masa itu, universitas tersebut terdiri atas satu macam tingkat sarjana muda dan
tingkat sarjana. Pada tingkat sarjan muda diberikan artes liberals, terdiri
atas trivium yang meliputi gramatika, retorika, dialektika (atau logika), dan
quadrivium yang meliputi aritmatika, geometri, musik, dan astronomi,
sebagaimana dikemukakan Aristoteles pada masa Yunani Kuno.
Artes liberals
adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang dimaksudkan memberikan pendidikan umum,
terdiri atas ilmu-ilmu teoretis. Pada tingkat sarjana, diberikan ilmu praktis
yang berhubungan dengan jabatan tertentu, seperti teologi, ilmu kedokteran, dan
ilmu hukum. Sungguhpun tidak boleh dikatakan, bahwa perkembangan ilmu tersebut
berpangkal pada kegunaan tertentu, namun bertambahnya jenis jabatan akan
bertambah pula perkembangannya.
Dengan
kata lain, perkembangan ilmu erat kaitannya dengan perkembangan praktik
kehidupan yang semakin lama semakin berdiferensiasi. Begitu pula dengan
kehidupan, semakin lama semakin menuntut adanya jabatan yang beragam.
Perkembangan ilmu-ilmu praktis berkenaan dengan keragaman jabatan, tidak
mungkin berlangsung tanpa perkembangan pada bidang ilmu teoretis.
Misalnya,
perkembangan ilmu kedokteran erat hubungannya dengan perkembangan ilmu hayat
dan ilmu kimia. Penyelidikan pada bidang ilmu murni tidak kurang pentingnya
daripada penyelidikan pada bidang ilmu terpakai. Demikianlah bimbingan dalam
bidang artes liberales dilaksanakan oleh fakultas filsafat yang untuk sementara
waktu masih bersifat mengantar pada fakultas lain. Dalam perkembangan
selanjutnya, fakultas filsafat itu menjadi setaraf dengan fakultas lain, yakni
menyelenggarakan perkuliahan pada tingkat sarjana. Kemudian, sejalan dengan
perkembangan berbagai ilmu teoretis, terjelmalah dari fakultas filsafat dua
jenis fakultas, yakni fakultas sastra dan filsafat, serta fakultas ilmu pasti
dan ilmu alam. Tiap-tiap fakultas menunjuk pada trivium dan quadrivium
itu.
Di
Amerika Serikat, kedua jenis fakultas itu masih tergabung dalam college of
sciences and arts. Science di sini berarti ilmu pengetahuan alam, sedangkan
arts menunjuk pada ilmu pengetahuan rohani. Dipandang dari sudut klasifikasi
ilmu pengetahuan, penggolongan filsafat pada fakultas sastra dan filsafat,
serta penggolongan ilmu pasti pada fakultas pengetahuan alam kurang dapat
dibenarkan. Selanjutnya, di antara ilmu pengetahuan ada yang sukar digolongkan,
misalnya psikologi. Apakah psikologi itu digolongkan ke dalam fakultas yang
mencakup ilmu pengetahuan rohani atau ilmu pengetahuan alam karena psikologi
sejak awal adalah kelompok biologi, tetapi dalam perkembangannya juga menyerap
sosiologi atau ilmu sosial lainnya. Selanjutnya ada ahli yang memasukkan juga
budaya sehingga menggeser psikologi menjadi bagian dari humaniora sehingga
dipersoalkan tentang tempat dari ilmu bumi.
Terlebih
dahulu telah diperbincangkan tentang kedudukan ilmu hayat. Pada hakikatnya,
masalah-masalah tersebut merupakan masalah teori ilmu pengetahuan yang menuntut
penyadaran terhadap pokok-pokok pengertian sebagaimana telah diutarakan.
Masalah organisatoris yang timbul pada universitas, yakni menggabungkan ilmu
tertentu ke dalam fakultas tertentu merupakan masalah sekunder.
Sebanyak-banyaknya penyelesaian masalah organisatoris menunjukkan kekacauan
pengertian dalam teori ilmu pengetahuan. Kekacauan itu ditambah dengan
penggunaan berbagai istilah yang menuntut hemat kami masih sulit
dipertanggungjawabkan. Suatu saat nanti, pengetahuan rohani dibagi menjadi humanities dan social sciences. Kiranya
sukar dicari perbedaan hakikinya mengingat manusia adalah makhluk sosial. Dalam
bidang ilmu pengetahuan alam, pengertian eksak dalam ilmu eksakta dipandang
sebagai suatu “overstatement”.
Masalah
lainnya adalah perbedaan perkembangan di antara kedua jenis ilmu empiris.
Kenyataan menunjukkan, bahwa ilmu pengetahuan alam itu sudah lebih dahulu dan
sudah lebih jauh berkembang dibandingkan ilmu pengetahuan rohani. Prasangka
dalam bentuk metode monisme yang memberikan supremasi pada ilmu pengetahuan
alam menunjukkan kekurangan penyadaran terhadap bahaya “lag” tersebut. Tidak seorang pun meragukan kepentinga ilmu
pengetahuan alam terhadap dunia modern. Akan tetapi, tidak semua orang mengakui
tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan rohani yang sejajar dan setara.
Dunia
kita semakin lama semakin kompleks. Dunia kita dapat pula disebut dunia ilmiah.
Dalam arti, bahwa penyelesaian masalah-masalah dunia yang kompleks menuntut
penyelesaian secara ilmiah. Jika pada bidang material tuntutan tersebut telah
dipenuhi sampai pada taraf tertentu, namun pada bidang spiritual, penyelesaian
secara amatir atau pra-ilmiah yang umumnya masih terlihat. Orang dapat
mempermasalahkan “lag” tersebut
sebagai penyebab keadaan yang kurang memuaskan, tetapi bahaya “lag” itu tidak akan teratasi selama kita
belum menginsyafi kesatuan dunia ilmu pengetahuan.
Pada
hakikatnya, berbagai masalah yang kita hadapi hanya merupakan segi-segi dari
satu masalah yang besar yang meliputi segala sesuatu. Dalam hal ini, kita
teringat pada pengertian objek formal. Demikian pula, berbagai ilmu
pengetahuan, pada hakikatnya bersatu dalam sebuah ilmu yang meliputi segala
jenis ilmu.
Ilmu
manakah yang patut dipandang sebagai pangkal segenap ilmu? Dalam hal ini, kita
akan menemukan berbagai jawaban. Cenderung, kita menjawabnya dengan filsafat,
induk segenap ilmu dasar, yaitu ilmu yang mempersoalkan dasar-dasar ilmu
lainnya yang merupakan masalah yang khas bagi teori ilmu pengetahuan.
Sumber
: Buku Pengantar Filsafat, Sutardjo A. Wiramihardja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar