Jumat, 24 Oktober 2014

Kesatuan Ilmu Pengetahuan


 

Ilmu pengetahuan merupakan suatu prinsip berpikir mengenai berbagai gejala kehidupan. Adanya berbagai masalah kehidupan menyebabkan suatu ilmu pengetahuan berwajah lain daripada ilmu pengetahuan lainnya. Bahkan suatu bidang ilmu pengetahuan sering dilihat secara khusus, dalam arti cara bidang ilmu pengetahuan sering dilihat secara khusus, dalam arti cara pandangannya berbeda atau tiap segi dari gejala yang diamati atau diteliti lebih spesifik. Terdapat sudut pandang atau pendekatan yang berbeda sehingga menghasilkan susunan berpikir, bahkan ilmu yang berbeda, juga terdapat makin banyak kemungkinan suatu masalah dilihat secara lebih detail. Muncullah spesialisasi yang dimaksudkan untuk dapat mendalami bagian yang lebih spesifik atau lebih mendalam lagi.

Dewasa ini, spesialisasi kerap menimbulkan sikap yang kurang dapat dibenarkan, dalam arti seolah-olah tidak peduli pada bagian lain. Telaahan terhadap bidang tertentu dianggap lebih baik atau lebih buruk daripada telaahan terhadap bidang lainnya. Sebagian orang ada yang menolak untuk memandang disiplin tertentu sebagai ilmu pengetahuan karena tidak memenuhi syarat mengikuti metode tertentu, ialah hanya mengakui metode tertentu (metode monisme). Sementara itu, sebagaian orang ada pula yang ingin memasukkan segala sesuatu dalam satu bidang, seperti historisme, psikologisme, silogisme. Dengan kata lain, segala sesuatu ingin dipandang dari satu sudut pandang. Ada yang menuntut sikap “a science pour la science”, sedangkan di pihak lain adanya tuntutan terhadap hubungan erat antara ilmu pengetahuan dan praktik kehidupan.

Sikap-sikap tersebut menunjukkan beberapa kekurangan, yaitu kurangnya penyadaran terhadap apa yang disebut metode ilmiah, kurangnya penyadaran terhadap masalah objek berbagai ilmu pengetahuan, dan kurangnya penyadaran terhadap hubungan antara teori dan praktik, demikian seterusnya. Penyadaran terhadap problematika ilmu pengetahuan mungkin dapat menghindarkan diri kita dari sikap-sikap semacam itu. Socrates telah berseru kepada para cendikiawan agar mereka berendah hati dengan mengingatkan mereka, bahwa pengetahuan tertinggi itu tidak berpengetahuan. Semakin banyak kita mengetahui tentang sesuatu, semakin kita meragukan kebenarannya.

Dipandang dari segi lain, patut kiranya apabila kita berendah hati. Dewasa ini, spesialisme menunjukkan bahwa kita masing-masing mengetahui semakin banyak sisi tentang, semakin sedikit hal. Hendaknya, hal tersebut mengingatkan kita bahwa pengetahuan kita sangat terbatas.

Dengan kata lain, penyelesaian masalah tertentu kerap kali membutuhkan kerja sama antarahli dalam berbagai bidang. Selain menyadarkan kita terhadap keragaman ilmu pengetahuan. Untuk memahami hal tersebut, beberapa pokok dari sejarah ilmu pengetahuan akan dibahas dalam pembicaraan ini.

Dalam menghadapi masalah ini, sebaiknya kita meninjau sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, sebagaimana telah dicatat para ahli. Sebagaimana telah dikemukakan, pada masa Yunani Kuno hanya dikenal satu ilmu pengetahuan, yakni filsafat. Dewasa ini, Aristoteles membagi filsafat menjadi pola dari keragaman ilmu pengetahuan. Sungguhpun perkembangan ilmu pengetahuan itu senantiasa tidak berpusat pada universitas, namun universitas ikut mencerminkan dan mencetuskan perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa Abad Pertengahan, muncullah universitas, yaitu setelah akademia model Plato ditutup pada 200 Masehi. Universitas ini dibangun di Paris kurang lebih pada 1200 M. Universitas ini dikenal sebagai sebutan dan penghimpunan pendidikan tinggi keilmuwan yang dibangun gereja di biara-biara.

Pada masa itu, universitas tersebut terdiri atas satu macam tingkat sarjana muda dan tingkat sarjana. Pada tingkat sarjan muda diberikan artes liberals, terdiri atas trivium yang meliputi gramatika, retorika, dialektika (atau logika), dan quadrivium yang meliputi aritmatika, geometri, musik, dan astronomi, sebagaimana dikemukakan Aristoteles pada masa Yunani Kuno.

Artes liberals adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang dimaksudkan memberikan pendidikan umum, terdiri atas ilmu-ilmu teoretis. Pada tingkat sarjana, diberikan ilmu praktis yang berhubungan dengan jabatan tertentu, seperti teologi, ilmu kedokteran, dan ilmu hukum. Sungguhpun tidak boleh dikatakan, bahwa perkembangan ilmu tersebut berpangkal pada kegunaan tertentu, namun bertambahnya jenis jabatan akan bertambah pula perkembangannya.

Dengan kata lain, perkembangan ilmu erat kaitannya dengan perkembangan praktik kehidupan yang semakin lama semakin berdiferensiasi. Begitu pula dengan kehidupan, semakin lama semakin menuntut adanya jabatan yang beragam. Perkembangan ilmu-ilmu praktis berkenaan dengan keragaman jabatan, tidak mungkin berlangsung tanpa perkembangan pada bidang ilmu teoretis.

Misalnya, perkembangan ilmu kedokteran erat hubungannya dengan perkembangan ilmu hayat dan ilmu kimia. Penyelidikan pada bidang ilmu murni tidak kurang pentingnya daripada penyelidikan pada bidang ilmu terpakai. Demikianlah bimbingan dalam bidang artes liberales dilaksanakan oleh fakultas filsafat yang untuk sementara waktu masih bersifat mengantar pada fakultas lain. Dalam perkembangan selanjutnya, fakultas filsafat itu menjadi setaraf dengan fakultas lain, yakni menyelenggarakan perkuliahan pada tingkat sarjana. Kemudian, sejalan dengan perkembangan berbagai ilmu teoretis, terjelmalah dari fakultas filsafat dua jenis fakultas, yakni fakultas sastra dan filsafat, serta fakultas ilmu pasti dan ilmu alam. Tiap-tiap fakultas menunjuk pada trivium dan quadrivium itu.

Di Amerika Serikat, kedua jenis fakultas itu masih tergabung dalam college of sciences and arts. Science di sini berarti ilmu pengetahuan alam, sedangkan arts menunjuk pada ilmu pengetahuan rohani. Dipandang dari sudut klasifikasi ilmu pengetahuan, penggolongan filsafat pada fakultas sastra dan filsafat, serta penggolongan ilmu pasti pada fakultas pengetahuan alam kurang dapat dibenarkan. Selanjutnya, di antara ilmu pengetahuan ada yang sukar digolongkan, misalnya psikologi. Apakah psikologi itu digolongkan ke dalam fakultas yang mencakup ilmu pengetahuan rohani atau ilmu pengetahuan alam karena psikologi sejak awal adalah kelompok biologi, tetapi dalam perkembangannya juga menyerap sosiologi atau ilmu sosial lainnya. Selanjutnya ada ahli yang memasukkan juga budaya sehingga menggeser psikologi menjadi bagian dari humaniora sehingga dipersoalkan tentang tempat dari ilmu bumi.

Terlebih dahulu telah diperbincangkan tentang kedudukan ilmu hayat. Pada hakikatnya, masalah-masalah tersebut merupakan masalah teori ilmu pengetahuan yang menuntut penyadaran terhadap pokok-pokok pengertian sebagaimana telah diutarakan. Masalah organisatoris yang timbul pada universitas, yakni menggabungkan ilmu tertentu ke dalam fakultas tertentu merupakan masalah sekunder. Sebanyak-banyaknya penyelesaian masalah organisatoris menunjukkan kekacauan pengertian dalam teori ilmu pengetahuan. Kekacauan itu ditambah dengan penggunaan berbagai istilah yang menuntut hemat kami masih sulit dipertanggungjawabkan. Suatu saat nanti, pengetahuan rohani dibagi menjadi humanities dan social sciences. Kiranya sukar dicari perbedaan hakikinya mengingat manusia adalah makhluk sosial. Dalam bidang ilmu pengetahuan alam, pengertian eksak dalam ilmu eksakta dipandang sebagai suatu “overstatement”.

Masalah lainnya adalah perbedaan perkembangan di antara kedua jenis ilmu empiris. Kenyataan menunjukkan, bahwa ilmu pengetahuan alam itu sudah lebih dahulu dan sudah lebih jauh berkembang dibandingkan ilmu pengetahuan rohani. Prasangka dalam bentuk metode monisme yang memberikan supremasi pada ilmu pengetahuan alam menunjukkan kekurangan penyadaran terhadap bahaya “lag” tersebut. Tidak seorang pun meragukan kepentinga ilmu pengetahuan alam terhadap dunia modern. Akan tetapi, tidak semua orang mengakui tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan rohani yang sejajar dan setara.

Dunia kita semakin lama semakin kompleks. Dunia kita dapat pula disebut dunia ilmiah. Dalam arti, bahwa penyelesaian masalah-masalah dunia yang kompleks menuntut penyelesaian secara ilmiah. Jika pada bidang material tuntutan tersebut telah dipenuhi sampai pada taraf tertentu, namun pada bidang spiritual, penyelesaian secara amatir atau pra-ilmiah yang umumnya masih terlihat. Orang dapat mempermasalahkan “lag” tersebut sebagai penyebab keadaan yang kurang memuaskan, tetapi bahaya “lag” itu tidak akan teratasi selama kita belum menginsyafi kesatuan dunia ilmu pengetahuan.

Pada hakikatnya, berbagai masalah yang kita hadapi hanya merupakan segi-segi dari satu masalah yang besar yang meliputi segala sesuatu. Dalam hal ini, kita teringat pada pengertian objek formal. Demikian pula, berbagai ilmu pengetahuan, pada hakikatnya bersatu dalam sebuah ilmu yang meliputi segala jenis ilmu.

Ilmu manakah yang patut dipandang sebagai pangkal segenap ilmu? Dalam hal ini, kita akan menemukan berbagai jawaban. Cenderung, kita menjawabnya dengan filsafat, induk segenap ilmu dasar, yaitu ilmu yang mempersoalkan dasar-dasar ilmu lainnya yang merupakan masalah yang khas bagi teori ilmu pengetahuan.

Sumber : Buku Pengantar Filsafat, Sutardjo A. Wiramihardja

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...