Rabu, 24 September 2014

Ilmu Pendidikan Islam I Hakekat Sistem Pendidikan Islam I Prinsip-Prinsip Sistem Pendidikan Islam


 

Prinsip berarti asas (kebenaran yang jadi pokok dasar orang berpikir, bertindak dan sebagainya. Dagobert D. Runes mengartikannya sebagai kebenaran yang bersifat universal (universal truth) yang menjadi sifat dari sesuatu.

Dikaitkan dengan pendidikan, agaknya prinsip pendidikan dapat diartikan dengan kebenaran yang universal sifatnya, yang dijadikan dasar dalam merumuskan perangkat pendidikan.

Prinsip pendidikan terambil dari dasar pendidikan, baik berupa agama ataupun ideologi negara yang dianut.

Dasar pendidikan Islam seperti yang dikemukaka oleh Ahmad D. Marimba, adalah Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW yang merupakan sumber pokok ajaran Islam. Al-Syaibani memperluas lagi dasar tersebut mencakup ijtihad, pendapat, peninggalan, keputusan-keputusan dan amalan-amalan para ulama yang terdahulu (al-shalaf al-shalih) dikalangan ummat Islam. Ini berarti, semua perangkat pendidikan Islam haruslah ditegakkan di atas ajaran Islam. Ini berarti semua perangkat pendidikan Islam haruslah ditegakkan di atas ajaran Islam, baik filsafat pendidikan, teori maupun praktek.

Prinsip pendidikan Islam juga ditegakkan di atas dasar yang sama dan berpangkal dari pandangan Islam secara filosofis terhadap jagad raya, manusia, masyarakat, ilmu pengetahuan dan akhlak. Pandangan Islam terhadap masalah-masalah tersebut, melahirkan berbagai prinsip dalam pendidikan Islam.

Berikut ini akan dijelaskan pula prinsip-prinsip Sistem Pendidikan Islam yang merupakan pandangan falsafi di atas yang tercermin nantinya dalam prinsip pendidikan. Adapun prinsip-prinsip yang dimaksud adalah:    

1.      Prinsip Pendidikan Islam Merupakan Implikasi Dari Karakteristik (ciri-ciri) Manusia Menurut Islam

Ajaran Islam mengemukakan empat macam ciri-ciri manusia membedakannya dengan makhluk lain yaitu :

1)      Fitrah   

2)      Kesatuan roh dan jasad (wandah al-ruh wa al jism)

3)      Kebebasan berkehendak (hurriyah al-iradah)

 

a.       Agama yang diturunkan melalui rasulnya adalah agama fitrah Firman Allah SWT :

Artinya :

Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetapkanlah alas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut itu….” (Q.S. Al-Rum: 30).

Fitrah itu sesuai dengan watak manusia yang terikat perjanjian (mitsag), bahwa manusia menerima Allah sebagai Tuhan yang disembah. Allah SWT berfirman:

Artinya :

Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka (roh) menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi” (Q.S. al A’raf :7).

Dengan demikian fitrah manusia adalah mempercayai adanya Allah SWT sebagai Tuhan. Fitrah manusia percaya kepada Tuhan berari manusia mempunyai potensi aktualisasi sifat-sifat Tuhan ke dalam diri manusia yang harus dipertanggung jawabkan sebagai amanah Allah dalam bentuk ibadah. Ibadah juga merupakan tujuan manusia diciptakan Allah seterusnya menegaskan:

Artinya :

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”. (Q.S. Al-Zariyat : 56)

b.      Ketentuan roh dan jasad

Manusia tersusun dari unsur yaitu: (1) roh, dan (2) jasad. Dari segi jasad sebagian karakteristik manusia sama dengan binatang, sama-sama memiliki dorongan untuk bekembang dan mempertahankan diri serta berketurunan. Namun dari segi roh manusia sama sekali berbeda dengan makhluk lain. Allah menyempurnakan kejadian manusia dengan meniupkan roh ketika struktur jasad manusia untuk menerimanya.

Allah SWT berfirman :

Artinya

Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan kedalamnya roh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepada-Nya dengan bersujud”. (Q.S. Al-Hajr : 29)

Dengan roh yang ditiupkan ke dalam diri manusia maka manusia hidup dan berkembang. Roh mempunyai dua daya, daya berpikir yang disebut aql dan daya rasa yang disebut qalb. Dengan daya aql manusia memperoleh ilmu pengetahuan, memperhatikan dan menyelidiki alam sekitar. Dengan daya qalb manusia berusaha mendekatkan diri (taqarrub) sedekat mungkin dengan Tuhan. Dalam sejarah Islam kedua daya ini dikembangkan. Para ulama-ulama filosof lebih mengembangkan aql dari pada qalb. Ulama sufi sebaliknya lebih mengembangkan qalb dari pada aql, dengan roh yang mempunyai dua daya tersebut manusia memiliki potensi (fitrah) mengaktualisasikan, sifat-sifat Allah ke dalam dirinya, serta memiliki kecenderungan untuk mencari Allah, mencintaiNya serta beribadah kepadaNya. Dengan adanya aql manusia siap mengenal Allah, beriman dan beribadat kepadaNya, memperoleh ilmu pengetahuan serta memanfaatkan untuk kesejahteraan hidup. Dengan adanya qalb manusia membedakan kebaikan dan keburukan.

c.       Manusia memiliki karakter kebebasan berkemauan (huriyah al-Iradah) dalam segala aspek kehidupannya.

Kebebasan sebagai karakteristik manusia meliputi berbagai dimensi seperti kebebasan dalam beragama, berbuat, mengeluarkan pendapat, memiliki, berpikir, berekspresi dan sebagainya.

Allah SWT menegaskan:

Artinya :

Tidak ada paksaan untuk memasuki agam (Islam): sesungguhnya telah jelas yang benar dan jalan yang salah”, (Q.S. al-Baqarah : 256).

Firman Allah SWT.

Artinya:

Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (Q.S. al-Ra’id : 3)

Begitu juga Rasulullah SAW menegaskan: “Jangan seseorang itu menghinda dirnya”. Para sahabat bertanya: “Bagaimana seseorang itu menghina drinya yang Rasulullah?”. Beliau bersabda:

Artinya :

Ia melihat perintah Allah dimana ia patut berbicara tetapi ia tidak berbicara”. (H.R Muslim)

Walaupun manusia diberi kebebasan akan tetapi kebebasan itu tidak mutlak dimana ia sanggup berbuat semaunya dalam masa dan tempat yang dikehendakinya. Kebebasan dalam Islam adalah kebebasan yang terikat, oleh rasa tanggung jawab, tidak menghalangi kebebasan orang lain, nilai-nilai agama dan moral yang dianut masyarakat, undang-undang yang berlaku, kebersamaan dan keadilan serta akal logika. Rasulullah bersabda:

Artinya:

Setiap kamu pemimpin dan setiap kamu akan mempertanggung jawabkan atas kepemimpinannya”. (H.R. Bukhari)

Implikasiny dalam pendidikan adalah bahwa pencapaian tujuan pendidikan Islam faktor peserta didik merupakan hal yang mutlak perlu diperhatikan. Supaya seorang pendidik berhasil dalam pendidikan maka harus ada konsep yang jelas tentang karakter fitrahnya, walaupun kita mengakui peranan lingkungan dalam pendidikan akan tetapi lingkungan bukan satu-satunya faktor yang paling menentukan. Fitrah manusia juga memerlukan dan perlu dikembangkan dalam rangka memperkuat hubungan manusia dengan Khaliknya dengan sesamanya dan makhluk lainnya. Karakter manusia yang terdiri dari badan dan roh dengan daya aql dan qalb nya perlu dikembangkan dalam pendidikan sehingga terdapat keseimbangan antara pendidikan agama dan sains. Untuk mengetahui tentang konsep manusia, watak dasar dan karakteristiknya tidak dilakukan dengan keilmuan yang empirik, maupun pendekatan rasional falsafi saja, sebab pendekatan yang seperti itu tidak menyentuh esensi dan hakikat manusia yang sebenarnya. Oleh karena itu diperlukan pendekatan Qur’ani (bimbingan wahyu), sedangkan pendekatan empirik dan rasional falsafi hanya diperlukan sebagai jalan untuk memahami wahyu yang kebenarannya bersifat absolute.

2.      Prinsip Pendidikan Islam Adalah Pendidikan Integral dan Terpadu

Pendidikan Islam tidak mengenal adanya pemisahan antara sains dan agama. Penyatuan antara kedua sistem pendidikan adalah tuntutan akidah Islam. Allah dalam doktrin ajaran Islam adalah pencipta alam semesta termasuk manusia. Dia pula yang menurunkan hukum-hukum untuk mengelola dan melestarikannya. Hukum-hukum mengenai alam fisik dinamakan sunnah Allah. Sedangkan pedoman hidup dan hukum-hukum untuk kehidupan manusia telah ditentukan pula ajaran agama yang dinamakan din Allah, yang mencakup akidah dan syariah. Baik alam fisik dengan aturanna (berupa din Allah adalah sama-sama tanda wujud dan kebesaran Allah. Jadi, sama-sama ayat Allah walaupun yang pertama didapatkan dalam alam semesta sedangkan yang kedua didapatkan di dalam wahyu. Yang pertama dinamakan ayat-ayat al-kauniyah dan yang kedua dinamakan ayat al-tanziliyyah. Study tentang ayat al-kauniyah dilakukan dalam ilmu fisika, geologi, geografi, biologi, dan sebagainya. Sedangkan study tentang kata kehidupan manusia berupa pengembangan pengetahuan dari ayat-ayat tanziliyah) dilakukan dalam ilmu hukum, ilmu politik, sosiologi, psikologi, ilmu ekonomi, antropologi dan lain sebagainya yang tercakup dalam ilmu-ilmu sosial dan humanitas.

Dengan demikian semua cabang ilmu yang merupakan studi kedua jenis ayat-ayat Allah itu sebenarnya adalah ilmu-ilmu Islami, asalkan disadari dan dilakukan dalam rangka pengembangan pemahaman ilmu pengetahuan, “Kalau dalam pengembangan ilmu pengetahuan nantinya terdapat perbedaan atau pertentangan antara hasil penelitian ilmiah dengan wahyu Allah tentu terjadi salah satu dari dua hal; (1) penyelidikan ilmiah yang belum sampai kepada kebenaran ilmiah yang objektif, atau (2) kita salah memahami ayat yang menyangkut objek penelitian.

Implikasi dalam pendidikan adalah bahwa dalam pendidikan Islam tidak dibenarkan adanya dikotomi pendidikan yaitu antara pendidikan agama dengan pendidikan sains. Para peserta didik harus dapat memahami Islam sebagai a total way of life yang dapat mengatur berbagai aspek kehidupan manusia. Kalau dikotomi itu tidak dapat dihindari, minimal seorang pendidik harus dapat melakukan perubahan orientasi mengenal konsep “ilmu” yang secara langsung dikaitkan dengan dalil-dalil keagamaan, dan sebaliknya ajaran agama dikorelasikan dengan ilmu pengetahuan sehingga wawasan peserta didik anak didik menyatu dalam agama dan ilmu pengetahuan.

3.      Prinsip Pendidikan Islam Adalah Pendidikan yang Seimbang    

Pandanga Islam yang menyeluruh terhadap semua aspek kehidupan mewujudkan adanya keseimbangan. Ada beberapa prinsip keseimbangan yang mendasari pendidikan Islam yaitu :

a.       Keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi

Islam meletakkan beban kewajiab yang berat di atas pundak pendidikan Islam dalam makna yang sebenarnya. Sebab hasilnya baik ataupun buruk akan dirasakan oleh masyarakat sekarang dan generasi yang akan datang: Bentuk hasil itu akan berkisar dari yang gemilang yakni progress sampai kepada ekstrim lain yaitu unnihilisi. Progress atau kemajuan yang ingin dicapai oleh pendidik Islam adalah kehidupan yang indah di dunia dan di akhirat. Allah SWT menegaskan:

Artinya:

“…… ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat dan peliharah dari siksaan neraka”. (Q.S. Al-Baqarah : 21)

Kemajuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam tidaklah diukur dengan penguasaan atau supremasi atas segala kepentingan duniawi saja akan tetapi sampai dimana kehidupan duniawi memberikan aset untuk kehidupan di akhirat kelak. Berbeda dengan pendidikan di Barat yang bertitik tolak dari filsafat pragmatisme yang mengukur kebenaran menurut kepentingan waktu, tempat, situasi dan berhenti pada garis hayat, yang bertitik tolak dari filsafat pendidikannya adalah kegunaan/utilitas. Yang diukur dari kepentingan duniawi. Oleh karena itu fungsi pendidikannya tidaklah sampai untuk menciptakan manusia yang dapat menempuh kehidupan yang indah di akhirat.

Sesuai dengan karakteristik manusia seperti disebutkan sebelumnya, maka pendidikan Islam berusaha mengembangkan semua aspek dan daya yang ada pada manusia secara seimbang. Pendidikan yang oleh Al-Akad disebut sebagai pendidikan yang tidak melebihkan salah satu unsur sehingga mengurangi hak unsur yang lainnya. Dengan mengembangkan semua aspek (badan aql dan qalb) pendidikan Islam bukan seperti pendidikan Yunani kuno yang menitik beratkan pendidikan fisik dan bukan seperti pendidikan agnotisisme yang mengutamakan aspek kejiwaan dengan mematikan hasrat jasmani. Munir Mursi mengungkapkan bahwa pendidikan Islam bukan pendidikan sufisme, bukan pula pendidikan rabbaniyah dan bukan pula pendidikan wujudiyah (keduniaan semata) akan tetapi mengutamakan kedua-duanya dan mendidiknya secara berimbang.

b.      Keseimbangan antara jasmani dan rohani’

Suatu kenyataan yang tidak bisa diingkari bahwa manusia lahir ke dunia ini dibekali dengan kecenderungan pembawaan daya imaginasi dan akal yang berbeda. Perbedaan ini dalam psikologi disebut al farq al fardiah yang meliputi aspek fisik dan psikis (jasmani dan rohani)

Allah SWT berfirman:

Artinya:

Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebahagian dari mereka atas sebahagian (yang lain).” (Q.S. Bani Israil : 22)

Pendidikan Islam memperhatikan perbedaan fisik dan psikis seorang sebagai salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam menyusun proram kependidikan. Prinsip ini didasarkan atas pandangan filosofis bahwa tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah untuk menumbuh kembangkan aspek fisik dan psikis anak. Kenyataan menunjukkan bahwa ada perbedaan potensi yang dibawa oleh anak dalam kedua aspek tersebut. Oleh sebab itu pendidikan Islam bertanggung jawab dalam pengembangan setiap individu anak sesuai dengan tabiat masing-masing.    

c.       Keseimbangan antara individu dan masyarakat

Di segi lain pendidikan Islam berusaha pula mengembangkan aspek kemasyarakatan berupa kasih mengasihi, hormat menghormati sesama muslim. Perasaan seperti ini apabila sudah tertanam dalam jiwa seseorang dapat menimbulkan tindakan positif berupa tolong menolong menjauhkan segala sesuatu yang dapat merugikan orang lain.

Allah SWT berfirman :

Artinya

Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara.” (Q.S. Al-Hujarat)

Begitu pula Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:

Tidaklah sempurna iman salah seorang diantaramu. Sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya”. (HR. Bukhari)

Implikasinya dalam pendidikan adalah bahwa dalam pembentukan kepribadian yang harmonis sebagai tujuan akhir pendidikan Islam prinsip keseimbangan harus diperhatikan. Kepribadian yang harmonis kalau segala aspek-aspeknya bekerja secara seimbang. Pendidikan Islam yang didasarkan prinsip keseimbangan dapat membantu pencapaian tujuan pendidikan tersebut secara tepat. Memang diakui banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian seperti lingkungan masyarakat, alam sekitar, kebudayaan, dimana anak didik itu berada ditambah dengan faktor anak didik itu sendiri: namun diantara faktor-faktor tersebut, faktor pendidikan lebih dominan.

4.      Prinsip Pendidikan Islam adalah Pendidikan yang Universal

Prinsip ini maksudnya adalah pandangan yang menyeluruh pada seluruh aspek kehidupan manusia. Agam Islam yang menjadi dasar pendidikan Islam itu bersifat menyeluruh terhadap wujud, alam jagat, dan hidup. Ia menekankan pandangan yang menghimpun roh dan badan, antara individu dan masyarakat, antara dunia dan akhirat antara materil dan spiritual. Pendidikan Islam yang berdasarkan prinsip ini, bertujuan untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan membangun segala aspek kepribadian manusia dan segala potensi dan dayanya. Juga mengembangkan segala segi kehidupan dalam masyarakat, seperti sosial budaya, ekonomi, politik, dan berusaha turut serta menyelesaikan masalah-masalah masyarakat masa kini dan bersiap menghadapi tuntutan-tuntutan masa depan dan memelihara sejarah dan kebudayaannya.

Menurut Muhammad Munir Mursy, yang dimaksud dengan prinsip ini adalah pendidikan Islam itu hendaknya meliputi seluruh aspek kepribadian manusia dan hendaknya melihata manusia itu dengan pandangan yang menyeluruh yang terdiri dari apek jiwa, badan, dan akal, sehingga nantinya pendidikan Islam itu diarahkan pada pendidikan Jasmani, pendidikan Jiwa, dan pendidikan akal. Zakiah Derajat, menggunakan istilah manusia seutuhnya dalam menjelaskan prinsip universal ini. Menurutnya, pendidikan Islam itu haruslah menumbuh suburkan dimensi fisik, akal, agama, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan dan sosial masyarakat secara seimbang, serasi dan terpadu sehingga membawa kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat.

Implikasiny dalam pendidikan adalah bahwa pendidikan Islam haruslah meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia dan tidak boleh hanya memberi penekanan kepada salah satu dimensi saja dan meninggalkan dimensi yang lainnya. Dalam pendidikan Islam diperlukan suatu model (pattern) sistem yang menyeluruh baik dalam pelembagaan pendidikan yang berjenjang dan bervariasi maupun dalam penerapan metode pendidikan sehingga dapat mengikuti model supra sistem dan terlahirlah sistem “one for all system”.

5.      Prinsip Pendidikan Islam adalah Pendidikan yang Dinamis

Pendidikan Islam dalam prinsip ini tidak statis dalam tujuan materi kurikulum media, dan metodenya, tetapi ia selalu membaharui diri dan berkembang. Ia memberikan respon terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan dan perubahan sosial yang tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Begitu juga ia memberi respon terhadap kepentingan individu dan masyarakat dan syariat Islam memliharanya, dan ia juga selalu membaharui diri untuk berkembang. Di antara cara-cara pembaruan dalam pendidikan adalah dengan memperbanyak penelitian dan eksperimen dalam pendidikan, dan bersifat terbuka terhadap perubahan.

Pendidikan Islam berusaha mengadakan perubahan yang diinginkan oleh individu dan masyarakat. Pada hakikatnya pendidikan itu merupakan proses perubahan tingkah laku, oleh karena itu pendidikan Islam memerlukan kedinamisan.

Implikasinya dalam pendidikan Islam terlihat pada saat Pendidikan Islam memberikan respon terhadap pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hubungan ini kita melihat misalnya pada perkembangan dunia pesantren yang dahulu hanya bercorak salafiyah, namun kini sudah bervariasi. A. Qadri Aziziy misalnya, mengemukakan lima macam pesantren yang ada pada saat ini. Pertama, menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan (MI, MTS, MA dan PT Agama Islam), maupun yang juga memiliki sekolah umum (SD, SLTP, SMU, SMK, dan Perguruan Tinggi Umum), seperti Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Pesantren Futuhiyah Mranggen Demak dan Pesantren Al Safi’iyah, Jakarta. Kedua, pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk Madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional, seperti Pesantren Gontor Ponorogo, Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati (Matholi’ul Falah), dan Pesantren Darul Rahman Jakarta. Ketiga, pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk Madrasah Diniyah, seperti Pesantren Salafiyah, Langitan, Tuban, Lirbiyo Kediri dan Pesantren Tegalrejo Magelang. Keempat, pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian (majelis ta’lim). Kelima, pesantren yang kini mulai berkembang pula nama pesantren untuk asrama anak-anak pelajar sekolah umum dan mahasiswa. Perkembangan pesantren tersebut dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat.              

Sumber : Buku Ilmu Pendidikan Islam, Ramayulis

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...