Prinsip
berarti asas (kebenaran yang jadi pokok dasar orang berpikir, bertindak dan
sebagainya. Dagobert D. Runes mengartikannya sebagai kebenaran yang bersifat
universal (universal truth) yang
menjadi sifat dari sesuatu.
Dikaitkan
dengan pendidikan, agaknya prinsip pendidikan dapat diartikan dengan kebenaran
yang universal sifatnya, yang dijadikan dasar dalam merumuskan perangkat
pendidikan.
Prinsip
pendidikan terambil dari dasar pendidikan, baik berupa agama ataupun ideologi
negara yang dianut.
Dasar
pendidikan Islam seperti yang dikemukaka oleh Ahmad D. Marimba, adalah
Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW yang merupakan sumber pokok ajaran Islam.
Al-Syaibani memperluas lagi dasar tersebut mencakup ijtihad, pendapat, peninggalan,
keputusan-keputusan dan amalan-amalan para ulama yang terdahulu (al-shalaf al-shalih) dikalangan ummat
Islam. Ini berarti, semua perangkat pendidikan Islam haruslah ditegakkan di
atas ajaran Islam. Ini berarti semua perangkat pendidikan Islam haruslah
ditegakkan di atas ajaran Islam, baik filsafat pendidikan, teori maupun
praktek.
Prinsip
pendidikan Islam juga ditegakkan di atas dasar yang sama dan berpangkal dari
pandangan Islam secara filosofis terhadap jagad raya, manusia, masyarakat, ilmu
pengetahuan dan akhlak. Pandangan Islam terhadap masalah-masalah tersebut,
melahirkan berbagai prinsip dalam pendidikan Islam.
Berikut
ini akan dijelaskan pula prinsip-prinsip Sistem Pendidikan Islam yang merupakan
pandangan falsafi di atas yang tercermin nantinya dalam prinsip pendidikan.
Adapun prinsip-prinsip yang dimaksud adalah:
1.
Prinsip
Pendidikan Islam Merupakan Implikasi Dari Karakteristik (ciri-ciri) Manusia
Menurut Islam
Ajaran
Islam mengemukakan empat macam ciri-ciri manusia membedakannya dengan makhluk
lain yaitu :
1)
Fitrah
2) Kesatuan
roh dan jasad (wandah al-ruh wa al jism)
3) Kebebasan
berkehendak (hurriyah al-iradah)
a. Agama
yang diturunkan melalui rasulnya adalah agama fitrah Firman Allah SWT :
Artinya
:
“Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
Agama (Allah); (tetapkanlah alas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut itu….” (Q.S. Al-Rum: 30).
Fitrah
itu sesuai dengan watak manusia yang terikat perjanjian (mitsag), bahwa manusia menerima Allah sebagai Tuhan yang disembah.
Allah SWT berfirman:
Artinya
:
…
Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka (roh)
menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi” (Q.S. al A’raf
:7).
Dengan
demikian fitrah manusia adalah mempercayai adanya Allah SWT sebagai Tuhan.
Fitrah manusia percaya kepada Tuhan berari manusia mempunyai potensi
aktualisasi sifat-sifat Tuhan ke dalam diri manusia yang harus dipertanggung
jawabkan sebagai amanah Allah dalam bentuk ibadah. Ibadah juga merupakan tujuan
manusia diciptakan Allah seterusnya menegaskan:
Artinya
:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembahku”. (Q.S. Al-Zariyat : 56)
b. Ketentuan
roh dan jasad
Manusia
tersusun dari unsur yaitu: (1) roh, dan (2) jasad. Dari segi jasad sebagian
karakteristik manusia sama dengan binatang, sama-sama memiliki dorongan untuk
bekembang dan mempertahankan diri serta berketurunan. Namun dari segi roh
manusia sama sekali berbeda dengan makhluk lain. Allah menyempurnakan kejadian
manusia dengan meniupkan roh ketika struktur jasad manusia untuk menerimanya.
Allah
SWT berfirman :
Artinya
“Maka apabila aku telah menyempurnakan
kejadiannya dan telah meniupkan kedalamnya roh (ciptaan) Ku, maka tunduklah
kamu kepada-Nya dengan bersujud”. (Q.S. Al-Hajr : 29)
Dengan
roh yang ditiupkan ke dalam diri manusia maka manusia hidup dan berkembang. Roh
mempunyai dua daya, daya berpikir yang disebut aql dan daya rasa yang disebut qalb.
Dengan daya aql manusia memperoleh
ilmu pengetahuan, memperhatikan dan menyelidiki alam sekitar. Dengan daya qalb manusia berusaha mendekatkan diri (taqarrub) sedekat mungkin dengan Tuhan.
Dalam sejarah Islam kedua daya ini dikembangkan. Para ulama-ulama filosof lebih
mengembangkan aql dari pada qalb. Ulama sufi sebaliknya lebih
mengembangkan qalb dari pada aql, dengan roh yang mempunyai dua daya
tersebut manusia memiliki potensi (fitrah)
mengaktualisasikan, sifat-sifat Allah ke dalam dirinya, serta memiliki
kecenderungan untuk mencari Allah, mencintaiNya serta beribadah kepadaNya.
Dengan adanya aql manusia siap mengenal Allah, beriman dan beribadat kepadaNya,
memperoleh ilmu pengetahuan serta memanfaatkan untuk kesejahteraan hidup.
Dengan adanya qalb manusia membedakan
kebaikan dan keburukan.
c. Manusia
memiliki karakter kebebasan berkemauan (huriyah al-Iradah) dalam segala aspek
kehidupannya.
Kebebasan
sebagai karakteristik manusia meliputi berbagai dimensi seperti kebebasan dalam
beragama, berbuat, mengeluarkan pendapat, memiliki, berpikir, berekspresi dan
sebagainya.
Allah
SWT menegaskan:
Artinya
:
“Tidak ada paksaan untuk memasuki agam
(Islam): sesungguhnya telah jelas yang benar dan jalan yang salah”, (Q.S.
al-Baqarah : 256).
Firman
Allah SWT.
Artinya:
“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (Q.S. al-Ra’id :
3)
Begitu
juga Rasulullah SAW menegaskan: “Jangan seseorang itu menghinda dirnya”. Para
sahabat bertanya: “Bagaimana seseorang itu menghina drinya yang Rasulullah?”.
Beliau bersabda:
Artinya
:
“Ia melihat perintah Allah dimana ia patut
berbicara tetapi ia tidak berbicara”. (H.R Muslim)
Walaupun
manusia diberi kebebasan akan tetapi kebebasan itu tidak mutlak dimana ia
sanggup berbuat semaunya dalam masa dan tempat yang dikehendakinya. Kebebasan
dalam Islam adalah kebebasan yang terikat, oleh rasa tanggung jawab, tidak
menghalangi kebebasan orang lain, nilai-nilai agama dan moral yang dianut
masyarakat, undang-undang yang berlaku, kebersamaan dan keadilan serta akal
logika. Rasulullah bersabda:
Artinya:
“Setiap kamu pemimpin dan setiap kamu akan
mempertanggung jawabkan atas kepemimpinannya”. (H.R. Bukhari)
Implikasiny
dalam pendidikan adalah bahwa pencapaian tujuan pendidikan Islam faktor peserta
didik merupakan hal yang mutlak perlu diperhatikan. Supaya seorang pendidik
berhasil dalam pendidikan maka harus ada konsep yang jelas tentang karakter
fitrahnya, walaupun kita mengakui peranan lingkungan dalam pendidikan akan
tetapi lingkungan bukan satu-satunya faktor yang paling menentukan. Fitrah
manusia juga memerlukan dan perlu dikembangkan dalam rangka memperkuat hubungan
manusia dengan Khaliknya dengan sesamanya dan makhluk lainnya. Karakter manusia
yang terdiri dari badan dan roh dengan daya aql
dan qalb nya perlu dikembangkan dalam
pendidikan sehingga terdapat keseimbangan antara pendidikan agama dan sains.
Untuk mengetahui tentang konsep manusia, watak dasar dan karakteristiknya tidak
dilakukan dengan keilmuan yang empirik, maupun pendekatan rasional falsafi
saja, sebab pendekatan yang seperti itu tidak menyentuh esensi dan hakikat
manusia yang sebenarnya. Oleh karena itu diperlukan pendekatan Qur’ani
(bimbingan wahyu), sedangkan pendekatan empirik dan rasional falsafi hanya
diperlukan sebagai jalan untuk memahami wahyu yang kebenarannya bersifat
absolute.
2.
Prinsip
Pendidikan Islam Adalah Pendidikan Integral dan Terpadu
Pendidikan
Islam tidak mengenal adanya pemisahan antara sains dan agama. Penyatuan antara
kedua sistem pendidikan adalah tuntutan akidah Islam. Allah dalam doktrin
ajaran Islam adalah pencipta alam semesta termasuk manusia. Dia pula yang
menurunkan hukum-hukum untuk mengelola dan melestarikannya. Hukum-hukum
mengenai alam fisik dinamakan sunnah
Allah. Sedangkan pedoman hidup dan hukum-hukum untuk kehidupan manusia
telah ditentukan pula ajaran agama yang dinamakan din Allah, yang mencakup akidah dan syariah. Baik alam fisik dengan
aturanna (berupa din Allah adalah
sama-sama tanda wujud dan kebesaran Allah. Jadi, sama-sama ayat Allah walaupun
yang pertama didapatkan dalam alam semesta sedangkan yang kedua didapatkan di
dalam wahyu. Yang pertama dinamakan ayat-ayat al-kauniyah dan yang kedua dinamakan ayat al-tanziliyyah. Study tentang ayat al-kauniyah dilakukan dalam ilmu fisika, geologi, geografi,
biologi, dan sebagainya. Sedangkan study tentang kata kehidupan manusia berupa
pengembangan pengetahuan dari ayat-ayat tanziliyah) dilakukan dalam ilmu hukum,
ilmu politik, sosiologi, psikologi, ilmu ekonomi, antropologi dan lain
sebagainya yang tercakup dalam ilmu-ilmu sosial dan humanitas.
Dengan
demikian semua cabang ilmu yang merupakan studi kedua jenis ayat-ayat Allah itu
sebenarnya adalah ilmu-ilmu Islami, asalkan disadari dan dilakukan dalam rangka
pengembangan pemahaman ilmu pengetahuan, “Kalau dalam pengembangan ilmu
pengetahuan nantinya terdapat perbedaan atau pertentangan antara hasil
penelitian ilmiah dengan wahyu Allah tentu terjadi salah satu dari dua hal; (1)
penyelidikan ilmiah yang belum sampai kepada kebenaran ilmiah yang objektif,
atau (2) kita salah memahami ayat yang menyangkut objek penelitian.
Implikasi
dalam pendidikan adalah bahwa dalam pendidikan Islam tidak dibenarkan adanya
dikotomi pendidikan yaitu antara pendidikan agama dengan pendidikan sains. Para
peserta didik harus dapat memahami Islam sebagai a total way of life yang dapat mengatur berbagai aspek kehidupan
manusia. Kalau dikotomi itu tidak dapat dihindari, minimal seorang pendidik
harus dapat melakukan perubahan orientasi mengenal konsep “ilmu” yang secara
langsung dikaitkan dengan dalil-dalil keagamaan, dan sebaliknya ajaran agama
dikorelasikan dengan ilmu pengetahuan sehingga wawasan peserta didik anak didik
menyatu dalam agama dan ilmu pengetahuan.
3.
Prinsip
Pendidikan Islam Adalah Pendidikan yang Seimbang
Pandanga
Islam yang menyeluruh terhadap semua aspek kehidupan mewujudkan adanya
keseimbangan. Ada beberapa prinsip keseimbangan yang mendasari pendidikan Islam
yaitu :
a. Keseimbangan
antara kehidupan duniawi dan ukhrawi
Islam
meletakkan beban kewajiab yang berat di atas pundak pendidikan Islam dalam
makna yang sebenarnya. Sebab hasilnya baik ataupun buruk akan dirasakan oleh
masyarakat sekarang dan generasi yang akan datang: Bentuk hasil itu akan
berkisar dari yang gemilang yakni progress sampai kepada ekstrim lain yaitu
unnihilisi. Progress atau kemajuan yang ingin dicapai oleh pendidik Islam
adalah kehidupan yang indah di dunia dan di akhirat. Allah SWT menegaskan:
Artinya:
“……
ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di
dunia dan di akhirat dan peliharah dari siksaan neraka”. (Q.S. Al-Baqarah :
21)
Kemajuan
yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam tidaklah diukur dengan penguasaan
atau supremasi atas segala kepentingan duniawi saja akan tetapi sampai dimana
kehidupan duniawi memberikan aset untuk kehidupan di akhirat kelak. Berbeda
dengan pendidikan di Barat yang bertitik tolak dari filsafat pragmatisme yang
mengukur kebenaran menurut kepentingan waktu, tempat, situasi dan berhenti pada
garis hayat, yang bertitik tolak dari filsafat pendidikannya adalah
kegunaan/utilitas. Yang diukur dari kepentingan duniawi. Oleh karena itu fungsi
pendidikannya tidaklah sampai untuk menciptakan manusia yang dapat menempuh
kehidupan yang indah di akhirat.
Sesuai
dengan karakteristik manusia seperti disebutkan sebelumnya, maka pendidikan
Islam berusaha mengembangkan semua aspek dan daya yang ada pada manusia secara
seimbang. Pendidikan yang oleh Al-Akad disebut sebagai pendidikan yang tidak
melebihkan salah satu unsur sehingga mengurangi hak unsur yang lainnya. Dengan
mengembangkan semua aspek (badan aql
dan qalb) pendidikan Islam bukan
seperti pendidikan Yunani kuno yang menitik beratkan pendidikan fisik dan bukan
seperti pendidikan agnotisisme yang mengutamakan aspek kejiwaan dengan
mematikan hasrat jasmani. Munir Mursi mengungkapkan bahwa pendidikan Islam
bukan pendidikan sufisme, bukan pula
pendidikan rabbaniyah dan bukan pula
pendidikan wujudiyah (keduniaan
semata) akan tetapi mengutamakan kedua-duanya dan mendidiknya secara berimbang.
b. Keseimbangan
antara jasmani dan rohani’
Suatu
kenyataan yang tidak bisa diingkari bahwa manusia lahir ke dunia ini dibekali
dengan kecenderungan pembawaan daya imaginasi dan akal yang berbeda. Perbedaan
ini dalam psikologi disebut al farq al
fardiah yang meliputi aspek fisik dan psikis (jasmani dan rohani)
Allah
SWT berfirman:
Artinya:
“Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan
sebahagian dari mereka atas sebahagian (yang lain).” (Q.S. Bani Israil :
22)
Pendidikan
Islam memperhatikan perbedaan fisik dan psikis seorang sebagai salah satu
faktor yang harus dipertimbangkan dalam menyusun proram kependidikan. Prinsip
ini didasarkan atas pandangan filosofis bahwa tujuan pendidikan pada hakekatnya
adalah untuk menumbuh kembangkan aspek fisik dan psikis anak. Kenyataan
menunjukkan bahwa ada perbedaan potensi yang dibawa oleh anak dalam kedua aspek
tersebut. Oleh sebab itu pendidikan Islam bertanggung jawab dalam pengembangan
setiap individu anak sesuai dengan tabiat masing-masing.
c. Keseimbangan
antara individu dan masyarakat
Di
segi lain pendidikan Islam berusaha pula mengembangkan aspek kemasyarakatan
berupa kasih mengasihi, hormat menghormati sesama muslim. Perasaan seperti ini
apabila sudah tertanam dalam jiwa seseorang dapat menimbulkan tindakan positif
berupa tolong menolong menjauhkan segala sesuatu yang dapat merugikan orang
lain.
Allah
SWT berfirman :
Artinya
“Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara.”
(Q.S. Al-Hujarat)
Begitu
pula Rasulullah SAW bersabda:
Artinya:
“Tidaklah sempurna iman salah seorang
diantaramu. Sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya”.
(HR. Bukhari)
Implikasinya
dalam pendidikan adalah bahwa dalam pembentukan kepribadian yang harmonis
sebagai tujuan akhir pendidikan Islam prinsip keseimbangan harus diperhatikan.
Kepribadian yang harmonis kalau segala aspek-aspeknya bekerja secara seimbang.
Pendidikan Islam yang didasarkan prinsip keseimbangan dapat membantu pencapaian
tujuan pendidikan tersebut secara tepat. Memang diakui banyak faktor yang
mempengaruhi pembentukan kepribadian seperti lingkungan masyarakat, alam
sekitar, kebudayaan, dimana anak didik itu berada ditambah dengan faktor anak
didik itu sendiri: namun diantara faktor-faktor tersebut, faktor pendidikan
lebih dominan.
4.
Prinsip
Pendidikan Islam adalah Pendidikan yang Universal
Prinsip
ini maksudnya adalah pandangan yang menyeluruh pada seluruh aspek kehidupan
manusia. Agam Islam yang menjadi dasar pendidikan Islam itu bersifat menyeluruh
terhadap wujud, alam jagat, dan hidup. Ia menekankan pandangan yang menghimpun
roh dan badan, antara individu dan masyarakat, antara dunia dan akhirat antara
materil dan spiritual. Pendidikan Islam yang berdasarkan prinsip ini, bertujuan
untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan membangun segala aspek kepribadian
manusia dan segala potensi dan dayanya. Juga mengembangkan segala segi
kehidupan dalam masyarakat, seperti sosial budaya, ekonomi, politik, dan
berusaha turut serta menyelesaikan masalah-masalah masyarakat masa kini dan
bersiap menghadapi tuntutan-tuntutan masa depan dan memelihara sejarah dan
kebudayaannya.
Menurut
Muhammad Munir Mursy, yang dimaksud dengan prinsip ini adalah pendidikan Islam
itu hendaknya meliputi seluruh aspek kepribadian manusia dan hendaknya melihata
manusia itu dengan pandangan yang menyeluruh yang terdiri dari apek jiwa,
badan, dan akal, sehingga nantinya pendidikan Islam itu diarahkan pada
pendidikan Jasmani, pendidikan Jiwa, dan pendidikan akal. Zakiah Derajat,
menggunakan istilah manusia seutuhnya dalam menjelaskan prinsip universal ini.
Menurutnya, pendidikan Islam itu haruslah menumbuh suburkan dimensi fisik,
akal, agama, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan dan sosial masyarakat secara
seimbang, serasi dan terpadu sehingga membawa kebahagiaan dan kesejahteraan di
dunia dan akhirat.
Implikasiny
dalam pendidikan adalah bahwa pendidikan Islam haruslah meliputi seluruh
dimensi kehidupan manusia dan tidak boleh hanya memberi penekanan kepada salah
satu dimensi saja dan meninggalkan dimensi yang lainnya. Dalam pendidikan Islam
diperlukan suatu model (pattern)
sistem yang menyeluruh baik dalam pelembagaan pendidikan yang berjenjang dan
bervariasi maupun dalam penerapan metode pendidikan sehingga dapat mengikuti
model supra sistem dan terlahirlah sistem “one
for all system”.
5.
Prinsip
Pendidikan Islam adalah Pendidikan yang Dinamis
Pendidikan
Islam dalam prinsip ini tidak statis dalam tujuan materi kurikulum media, dan
metodenya, tetapi ia selalu membaharui diri dan berkembang. Ia memberikan
respon terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan dan
perubahan sosial yang tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Begitu juga
ia memberi respon terhadap kepentingan individu dan masyarakat dan syariat
Islam memliharanya, dan ia juga selalu membaharui diri untuk berkembang. Di
antara cara-cara pembaruan dalam pendidikan adalah dengan memperbanyak
penelitian dan eksperimen dalam pendidikan, dan bersifat terbuka terhadap perubahan.
Pendidikan
Islam berusaha mengadakan perubahan yang diinginkan oleh individu dan
masyarakat. Pada hakikatnya pendidikan itu merupakan proses perubahan tingkah
laku, oleh karena itu pendidikan Islam memerlukan kedinamisan.
Implikasinya
dalam pendidikan Islam terlihat pada saat Pendidikan Islam memberikan respon
terhadap pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hubungan
ini kita melihat misalnya pada perkembangan dunia pesantren yang dahulu hanya
bercorak salafiyah, namun kini sudah bervariasi. A. Qadri Aziziy misalnya,
mengemukakan lima macam pesantren yang ada pada saat ini. Pertama, menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki
sekolah keagamaan (MI, MTS, MA dan PT Agama Islam), maupun yang juga memiliki
sekolah umum (SD, SLTP, SMU, SMK, dan Perguruan Tinggi Umum), seperti Pesantren
Tebu Ireng, Jombang, Pesantren Futuhiyah Mranggen Demak dan Pesantren Al
Safi’iyah, Jakarta. Kedua, pesantren
yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk Madrasah dan
mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional, seperti
Pesantren Gontor Ponorogo, Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati (Matholi’ul
Falah), dan Pesantren Darul Rahman Jakarta. Ketiga,
pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk Madrasah Diniyah,
seperti Pesantren Salafiyah, Langitan, Tuban, Lirbiyo Kediri dan Pesantren
Tegalrejo Magelang. Keempat,
pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian (majelis ta’lim). Kelima, pesantren yang kini mulai
berkembang pula nama pesantren untuk asrama anak-anak pelajar sekolah umum dan
mahasiswa. Perkembangan pesantren tersebut dalam rangka memenuhi tuntutan
masyarakat.
Sumber
: Buku Ilmu Pendidikan Islam, Ramayulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar