Rabu, 10 September 2014

Psikologi Pendidikan I Arti Penting Psikologi Pendidikan


 
Keharusan yang tak dapat ditawar-tawar bagi setiap pendidik yang kompeten dan professional adalah melaksanakan profesinya sesuai dengan keadaan peserta didik. Dalam hal ini, tanpa mengurangi peranan didaktik dan metodik psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya memahami keadaan dan perilaku manusia termasuk para siswa yang satu sama lainnya berbeda itu,  amat penting bagi para guru di semua jenjang kependidikan. Jenjang kependidikan ini meliputi wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan pendidikan menengah 3 tahun yang diselenggarakan dalam institusi sekolah dan madrasah.

Para ahli psikologi dan pendidikan pada umumnya berkeyakinan bahwa dua orang anak (yang kembar sekalipun) tak pernah memiliki respons yang sama persis terhadap situasi mengajar-belajar di sekolah. Keduanya sangat mungkin berbeda dalam hal pembawaan, kematangan jasmani, intelegensi, dan keterampilan motor/jasmaniah. Anak-anak itu, seperti juga anak-anak lainnya, relatif berbeda dalam berkepribadian sebagaimana yang tampak dalam penampilan dan cara berpikir atau memecahkan masalah mereka masing-masing.

Pendidikan, selain merupakan prosedur seperti yang telah penyusun singgung, juga merupakan lingkungan yang menjadi tempat terlibatnya individu yang sering berinteraksi. Dalam interaksi antarindividu ini baik antara guru dengan para siswa maupun antara siswa dengan siswa lainnya, terjadi proses dan peristiwa psikologis. Peristiwa dan proses psikologis ini sangat perlu dan dijadikan landasan oleh para guru dalam memperlakukan para siswa secara tepat.

Para pendidik khususunya para guru sekolah, sangat diharapkan memiliki—kalau tidak mengatasi—pengetahuan psikologi pendidikan yang memadai agar dapat mendidik para siswa melalui proses mengajar-belajar yang berdaya guna dan berhasil guna. Pengetahuan mengenai psikologi pendidikan bagi para guru berperan penting dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah-sekolah. Hal ini disebabkan eratnya hubungan antara psikologi khusus tersebut dengan pendidikan seerat metodik dengan kegiatan pengajaran.

Pengetahuan yang bersifat psikologis mengenai peserta didik dalam proses belajar-mengajar sesungguhnya tidak hanya diperlukan oleh calon guru atau guru yang sedang bertugas di lembaga-lembaga pendidikan formal. Para dosen di perguruan tinggi, bahkan para orangtua dan mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan informal seperti kiai di pesantren, para pendeta dan pastur di gereja, dan para instruktur di lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan kejuruan, pada prinsipnya juga memerlukan pengetahuan psikologi pendidikan.

Di samping pikologi pendidikan, dalam beberapa dasawarsa terakhir ini berkembang pula pengetahuan sejenis tetapi lebih sempit yang disebut “didaksologi”. Didaksologi agaknya merupakan subdisiplin psikologi pengajaran (instructional psychology). Psikologi pengajaran sendiri sesungguhnya hanya bagian dari psikologi pendidikan.

Didaksologi sebagai sebuah disiplin ilmu kependidikan yang masih muda belia dan belum dikenal secara luas itu pada dasarnya lebih banyak menggali dan membahas struktur dasar interaksi dalam proses mengajar-belajar yang sebelumnya tidak disentuh oleh ilmu didaktif tradisional (Winkel, 1991). Didaksologi, seperti psikologi pengajaran dikembangkan dan digunakan dalam tradisi pendidikan di Eropa Barat. Sedangkan psikologi pendidikan dihubungkan dan digunakan tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga di Eropa. Dan Amerika Serikat, psikologi pendidikan kemudian melebarkan sayapnya ke Kanada, Australia, dan Selandia Baru serta Benua Asia hingga ke Indonesia. Penyusun tidak tahu pasti apakah psikologi pendidikan juga dikembangkan di Benua Afrika, tetapi di beberapa Negara Afrika tertentu seperti Afrika Selatan dan Mesir (berdasarkan literature yang ada) psikologi khusus itu dikembangkan orang pula.

Berbeda dengan psikologi pendidikan, psikologi pengajaran lebih menekankan aspek-aspek penyajian materi pelajaran dan komunikasi antara guru dengan para siswa dalam proses instruksional dan proses mengajar-belajar. Di Australia kajian mengenai komunikasi instruksional seperti ini biasanya terdapat dalam mata kuliah yang disebut psychology and instruction (psikologi dan pengajaran). Ruang lingkup kajian psychology and instruction lebih sempit daripada psikologi, tetapi masih lebih luas daripada didaksologi.

Ada beberapa hal penting yang perlu penyusun kemukakan mengenai kajian psikologi pendidikan, antara lain:

1.      psikologi pendidikan adalah pengetahuan kependidikan yang didasarkan atas hasil-hasil temuan riset, psikologis;

2.      hasil-hasil temuan riset psikologis tersebut kemudian dirumuskan sedemikian rupa hingga menjadi konsep-konsep, teori-teori, dan metode-metode serta strategi-strategi yang utuh;

3.      konsep, teori, metode, dan strategi tersebut kemudian disistematisasikan sedemikian rupa hingga menjadi “repertoire of resources”, yakni rangkaian sumber yang berisi pendekatan yang dapat dipilih dan digunakan untuk praktik-paktik kependidikan khususnya dalam proses mengajar-belajar.

Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa pendekatan psikologi pendidikan adalah pendekatan ilmiah “scientific approach”. Oleh karenanya di samping sebagai psikolgis praktis, psikologi pendidikan juga bersifat teoretis.

Kembali ke masalah mengajar-belajar dan hubungannya dengan psikologi pendidikan, unsur utama dalam pelaksanaan sebuah sistem pendidikan di mana pun adalah proses mengajar-belajar. Di tengah-tengah proses edukatif (bersifat kependidikan) ini baik di tempat pendidikan formal maupun informal, terdapat seorang tokoh yang disebut guru. Sumber pengetahuan yang dapat membantu atau menolong guru dalam mengelola mengajar-belajar tersebut adalah psikologi praktis, psikologi pendidikan.

Sudah tentu, masih ada sumber-sumber pengetahuan lainnya yang juga berhubungan dengan proses mengajar-belajar. Pemahaman dan kemampuan guru yang kompeten dan professional dalam memanfaatkan teknik-teknik psikologi pendidikan merupakan hal yang tak pantas ditawar-tawar.

Para ahli psikologi melakukan riset tingkah laku manusia berdasarkan metodologi ilmiah. Mereka menarik simpulan dan merumuskan teori-teori dan asumsi-asumsi berdasarkan hasil temuan riset ilmiah itu. Namun, harus diakui antara satu teori dengan teori lainnya sering muncul pertentangan-pertentangan dan ketidakajegan (inconsistency).

Anda, baik selaku calon guru maupun guru yang sedang bertugas, tidak perlu memandang psikologi pendidikan sebagai satu-satunya gudang penyimpan jawaban-jawaban yang benar dan pasti atas persoalan-persoalan kependidikan yang Anda hadapi. Namun, sebaliknya, Anda tetap perlu tahu bahwa dalam psikologi pendidikan terdapat serangkaian stok informasi mengenai teori-teori dan praktik belajar, mengajar, dan mengajar belajar yang dapat Anda pilih. Dalam hal ini, pilihan Anda seyogiyanya diselaraskan dengan kebutuhan kontekstual sesuai dengan tuntutan ruang dan zaman. Dengan kata lain, pilihan psikologis Anda tersebut harus cocok dengan keperluan ke-kini-an dan ke-disiplinan, baik ditinjau dari sudut kepentingan para siswa maupun dari sudut jenis dan sifat materi yang akan Anda sajikan kepada mereka.

Apa yang Perlu Dipetik dari Psikologi Pendidikan?

Sebelum sampai pada pembahasan mengenai “buah” yang dapat dipetik dari psikologi pendidikan, terlebih dahulu perlu penyusun utarakan manfaat psikologi ini bagi guru dan calon guru. Menurut Lindgren sebagaimana dikutip Surya (1982), manfaat psikologi pendidikan ialah untuk membantu para guru dan para calon guru dalam mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai pendidikan dan prosesnya.

Sementara itu, Chaplin (1972) menitikberatkan manfaat psikologis pendidikan untuk memecahkan masalah-masalah yang terdapat dalam dunia pendidikan dengan cara menggunakan metode-metode yang disusun secara rapi dan sistematis. Hal ini tercermin dalam ungkapannya: . . . the application formalized methods for solving these problems. Tak perlu dibedakan apakah masalah-masalah psikologis yang timbul itu dari pihak guru, siswa, atau situasi mengajar-belajar yang dihadapi guru dan siswa yang bersangkutan.   

Dari dua macam pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa, secara umum psikologi pendidikan merupakan alat bantu yang penting bagi para penyelenggara pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Mengapa demikian? Karena prinsip yang terkandung dalam psikologi pendidikan dapat dijadikan landasan berpikir dan bertindak dalam mengelola proses mengajar-belajar. Sedangkan proses tersebut, sebagaimana yang telah penyusun singgung sebelumnya, adalah unsur utama dalam pelaksanaan setiap sistem pendidikan.

Setidak-tidaknya ada 10 macam kegiatan pendidikan yang banyak memerlukan prinsip-prinsip psikologis, yakni: 1) seleksi penerimaan siswa baru; 2) perencanaan pendidikan; 3) penyusunan kurikulum; 4) penelitian pendidikan; 5) administrasi kependidikan; 6) pemilihan materi pelajaran; 7) interaksi mengajar-belajar; 8) pelayanan bimbingan dan penyuluhan; 9) metodologi mengajar; 10) pengukuran dan evaluasi. Dalam menerapkan prinsip-prinsip psikologi tersebut, diperlukan adanya figur-figur guru yang kompeten.

Selanjutnya guru yang kompeten dalam perspektif psikologi pendidikan adalah guru yang mampu melaksanakan profesi secara bertanggung jawab. Adapun guru yang bertanggung jawab adalah guru yang mampu mengelola proses mengajar-belajar sebaik-baiknya sesuai dengan prinsip-prinsip psikologis. Dalam buku ini, penyusun sajikan pelbagai informasi teoretis dan praktis yang dapat dipandang sebagai buah-buah yang bisa dipilih dan dipetik sesuai dengan pertimbangan kebutuhan sebagaimana terungkap di muka.

Adapun mengenai buah yang perlu Anda petik dari psikologi pendidikan itu, akan penyusun paparkan lebih lanjut. Namun, tentu Anda dapat memperbanyak buah-buah yang perlu Anda petik dari psikologi pendidikan sepanjang Anda menemukannya.

Pertama, Proses Perkembangan Siswa

Di kalangan para guru dan orang tua siswa terkadang timbul pertanyaan apakah perbedaan usia antara seorang siswa dengan siswa lainnya membuat perbedaan substansial (berifat inti) dalam hal merespons pengajaran. Pertanyaan ini perlu dicari jawabannya melalui pemahaman tahapan-tahapan perkembangan siswa dan ciri-ciri khas yang mengiringi tahapan perkembangan mereka tersebut.

Tahapan-tahapan perkembangan yang lebih perlu dipahami sebagai bahan pertimbangan pokok dalam penyelenggaraan proses mengajar-belajar adalah tahapan-tahapan yang berhubungan dengan perkembangan ranah cipta para siswa dalam menjalani proses mengajar-belajar dan pembelajaran materi tertentu, serta dalam mengikuti proses mengajar-belajar yang dikelols guru kelas.

Kedua, Cara Belajar Siswa

Di mana pun proses pendidikan berlangsung, alasan utama kehadiran guru adalah untuk membantu siswa agar belajar sebaik-baiknya. Oleh karena itu, adalah hal esensial (pokok, dasar) bagi para guru untuk memahami sepenuhnya cara dan tahapan belajar yang terjadi pada diri para siswanya.

Pengetahuan Anda yang pokok mengenai proses belajar tersebut meliputi:

1.      signifikansi (arti penting) belajar;

2.      teori-teori belajar;

3.      hubungan belajar dengan memori dan pengetahuan; dan

4.      fase-fase yang dilalui dalam peristiwa belajar.

Di samping ini semua, yang penting pula Anda pahami ialah pendekatanbelajar, kesulitan belajar, dan alternatif-alternatif (pilihan-pilihan) yang dapat diambil untuk menolong siswa. Anda dalam mengatasi kesulitan-kesulitan belajarnya.

Ketiga, Cara Menghubungkan Mengajar dengan Belajar

Tugas utama guru sebagai pendidik sebagaimana ditetapkan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional kita adalah mengajar. Secara singkat mengajar adalah kegiatan menyampaikan pengetahuan dan nilai-nilai moral yang terkandung dalam pengetahuan tersebut kepada siswa. Agar kegiatan mengajar ini diterima oleh para siswa, guru perlu berusaha membangkitkan gairah dan minat belajar mereka. Kebangkitan gairah dan minat belajar para siswa akan mempermudah guru dalam menghubungkan kegiatan mengajar dengan kegiatan belajar.

Oleh karena itu, sebagai calon guru atau guru yang sedang bertugas, Anda sangat diharapkan mengerti benar seluk-beluk mengajar baik dalam arti individual (seperti remedial teaching/mengajar perbaikan bagi siswa bermasalah) maupun dalam arti klasikal. Dalam hal ini, Anda tentu dituntut pula untuk memahami model-model mengajar, metode-metode dan strategi-strategi mengajar. Kemudian, metode-metode dan strategi ini Anda terapkan secara cermat dalam proses mengajar-belajar yang Anda kelola.

Keempat, Pengambilan Keputusan untuk Pengelolaan PMB

Dalam mengelola sebuah proses mengajar-belajar (PMB), seorang guru dituntut untuk menjadi figur sentral (tokoh inti) yang kuat dan berwibawa namun tetap bersahabat. Sebelum mengelola sebuah proses mengajar belajar, Anda perlu merencanakan terlebih dahulu satuan bahan atau materi dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Sesuai perencanaan materi dan tujuan penyajiannya, Anda perlu menetapkan kiat yang tepat untuk menyampaikan materi tersebut kepada para siswa dalam situasi mengajar-belajar yang efisien.

Untuk memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan kegiatan di atas, Anda dituntut untuk menempatkan diri sebagai pengambil atau pembuat keputusan (decision maker) yang penuh perhitungan utung-rugi ditinjau dari sudut kajian psikologis. Jika tidak, pengelolaan tahap-tahap interaksi mengajar-belajar akan tersendat-sendat dan boleh jadi akan gagal mencapai tujuannya.

Agar sebuah pengelolaan proses belajar-mengajar mencapai sukse, seorang guru hendaknya memandang dirinya sendiri sebagai seorang professional yang efektif. Lalu, pandangan positif ini diejawantahkan dalam bentuk upaya-upaya pengambilan keputusan mengenai materi pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan para siswa dan penegasan tujuan-tujuan penyajian materi tersebut secara eksplisit, yakni tersurat dan gambling. Keputusan lain yang harus diambil selanjutnya adalah penetapan pendekatan, metode, dan strategi mengajar yang menurut tinjauan psikologis sesuai dengan jenis dan sifat materi, tugas yang akan diberikan kepada para siswa dan situasi mengajar-belajar yang diharapkan.

Namun dalam hal pengambilan keputusan-keputusan diatas perlu penyusun utarakan hambatan-hambatan yang umum dialami para guru. Faktor-faktor penghambat—atau paling tidak pembatas gerak—pembuatan keputusan-keputusan instruksional yang sering merintangi para guru pada umumnya meliputi:

1.      kurangnya kesadaran guru terhadap masalah-masalah belajar yang mungkin sedang dihadapi;

2.      kesetiaan terhadap gagasan lama yang sebenarnya sudah tak dapat diberlakukan lagi;

3.      kurangnya sumber-sumber informasi yang diperlukan; dan

4.      ketidakcermatan observasi terhadap situasi mengajar-belajar.

Selain hal-hal di atas, hambatan mungkin pula dari perbedaan harapan guru dan siswa. Beberapa orang siswa dalam sebuah kelas misalnya, mungkin memiliki cita-cita memenuhi kebutuahn masa depannya yang sama sekali berbeda dengan rekan-rekannya atau bahkan menyimpang dari karakteristik sekolah yang mereka ikuti. Perbedaan seperti ini akan mengakibatkan munculnya perbedaan gaya belajar, sikap, dan perilaku mereka selama membaur dalam proses mengajar-belajar. Selanjutnya, tekanan dari luar dapat pula mempengaruhi kemulusan pengambilan keputusan oleh guru. Tekanan lua ini bisa datang dari orang tua sisiwa, aturan adminstratif sekolah, fasilitas yang tersedia, dan sebagainya.

Sumber : Buku Psikologi Pendidikan, Muhibbin Syah.

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...