Proses
Perkembangan dan Hubungannya dengan Proses Belajar
Definisi
dan Faktor yang Memengaruhi Perkembangan
Pada
bagian ini akan penyusun uraikan batasan perkembangan manusia yang meliputi
dimensi (cakupan dan ukuran) rohaniah dan jasmaniah. Seusai menguraikan
definisi perkembangan, penyusun, akan ungkapkan pula faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan. Faktor-faktor ini mungkin berdampak posistif dan
mungkin juga berdampak negative baik bagi perkembangan yang berdimensi
psikologis maupun yang berdimensi biologis.
Definisi
Perkembangan
Setiap
organisme, baik manusia maupun hewan, pasti mengalami peristiwa perkembangan
selama hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang
dimiliki oleh organisme tersebut, baik yang bersifat konkret maupun yang
bersifat abstrak. Jadi, arti peristiwa perkembangan itu khususnya perkembangan
manusia tidak hanya tertuju pada aspek psikologis, tetapi juga aspek biologis.
Secara
singkat, perkembangan (development)
adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju. Pertumbuhan
sendiri (growth) berarti tahapan
peningkatan sesuatu dalam hal jumlah, ukuran dan arti pentingnya. Pertumbuhan
juga dapat berarti sebuah tahapan perkembangan a stage of development (McLeod, 1989).
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991),
“perkembangan” adalah perihal
berkembang. Selanjutnya, kata “berkembang” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
ini berarti mekar terbuka atau membentang; menjadi besar, luas, dan banyak,
serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan,
dan sebagainya. Dengan demikian, kata “berkembang” tidak saja meliputi aspek
yang bersifat abstrak seperti pikiran dan pengetahuan, tetapi juga meliputi
aspek yang bersifat konkret (perhatikan kata-kata yang dicetak miring di atas).
Dalam
Dictionary of Psychology (1972) dan The Pinguin Dictionary of Psychology
(1988), arti perkembangan pada prinsipnya adalah tahapan-tahapan perubahan yang
progresif yang terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan organisme lainnya,
tanpa membedakan aspek-aspek yang terdapat dalam diri organisme-organisme
tersebut.
Selanjutnya,
Dictionary of Psychology di atas
secara lebih luas merinci pengertian perkembangan manusia sebagai berikut.
1. The progressive
and continous change in the organism from birth to death,
perkembangan itu merupakan perubahan yang progresif dan terus menerus dalam
diri organisme sejak lahir hingga mati.
2. Growth,
perkembangan itu berarti pertumbuhan .
3. Change in the
shape and integration of bodily parts into functional parts,
perkembangan berarti perubahan dalam bentuk dan penyatuan bagian-bagian yang
bersifat jasmaniah ke dalam bagian-bagian yang fungsional.
4. Maturation or
the appearance of fundamental pattern of unlearned behavior,
perkembangan itu adalah kematangan atau kemunculan pola-pola dasar tingkah laku
yang bukan hasil belajar.
Berdasarkan
uraian-uraian di atas, penyusun menyimpulkan perkembangan sebagai rentetan
perubahan jasmani dan rohani manusia menuju
ke arah yang lebih maju dan sempurna. Namun, perlu pula penyusun kemukakan
bahwa sebagian orang menganggap perkembangan sebagai proses yang berbeda dari
pertumbuhan. Menurut mereka, berkembangan itu tidak sama dengan tumbuh, begitu
pun sebaliknya.
Pertumbuhan
berarti perubahan kuantitatif yang mengacu pada jumlah, besar, dan luas yang
bersifat konkret. Perubahan seperti ini dimanifestasikan misalnya dalam peristiwa
pembesaran atau penambahan seperti: dari kecil menjadi besar, dari pendek
menjadi panjang, dari sempit menjadi luas, dan lain-lain perubahan material
yang bersifat biologis. Dengan kata lain, pertumbuhan berarti kenaikan dan
penambahan ukuran yang berangsur-angsur seperti badan yang menjadi besar dan
tegap, juga kaki dan tangan yang semakin panjang.
Adapun
perkembangan ialah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi
organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniah itu sendiri. Dengan kata
lain, penekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi
psikologis itu sendiri. Dengan kata
lain, penekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi
psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik.
Berbeda
dengan pertumbuhan, perkembangan akan berlanjut terus hingga manusia mengakhiri
hayatnya. Sedangkan pertumbuhan hanya terjadi sampai manusia mencapai
kematangan fisi (maturation). Artinya orang tak akan bertambah tinggi atau
besar jika batas pertumbuhan tubuhnya telah mencapai tingkat kematangan. Akan
tetapi, bagaimana halnya dengan pertumbuhan kuku dan rambut yang secara
periodik kita potong ini? Bagaimana pula halnya dengan pertumbuhan sel-sel baru
yang menggantikan sel-sel tua dan rusak dalam tubuh kta itu?
Selanjutnya,
persoalan mana yang lebih tepat antara kedua pendapat aliran di atas akan lebih
baik kita jawab setelah mendalami literatur-literatur yang berkenaan dengan hal
ini. Namun, istilah perkembangan dalam arti yang menyeluruh seperti terurai di
muka akan lebih sering penyusun pakai dalam pembahasan selanjutnya. Hal ini
didasarkan atas pertimbangan lebih dominannya penggunaan kata perkembangan
(dalam arti psiko-fisik) itu dalam buku dan jurnal yang berhubungan dengan
psikologi pendidikan.
Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan
Dalam mempelajari
perkembangan manusia diperlukan adanya perhatian khusus mengenai hal-hal
sebagai berikut: 1) proses pematangan khususnya pematangan fungsi kognitif; 2)
proses belajar; 3) pembawaan atau bakat. Ketiga hal ini berkaitan erat satu
sama lain dan saling berpengaruh dalam perkembangan kehidupan manusia tak
terkecuali para siswa sebagai peserta didik kita. Apabila fungsi kognitif,
bakat dan proses belajar seorang siswa dalam keadaan positif, hampir dapat
dipastikan siswa tersebut akan mengalami proses perkembangan kehidupan secara
mulus. Akan tetapi, asumsi yang “menjanjikan” seperti ini sebenarnya belum
tentu terwujud karena banyak faktor yang berpengaruh terhadap proses
perkembangan siswa dalam menuju cita-cita bahagianya.
Adapun mengenai
faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan siswa, para ahli berbeda pendapat
lantaran sudut pandang dan pendekatan mereka terhadap eksistensi siswa tidak
sama. Untuk lebih jelasnya berikut penyusun paparkan aliran-aliran yang
berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan siswa.
Aliran
Nativisme
Nativisme (nativism) adalah sebuah doktrin
filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Tokoh
utama aliran ini bernama Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang filosof
Jerman. Aliran filsafat nativisme konon dijuluki sebagai aliran pesimistis yang
memandang segala sesuatu dengan kaca mata hitam. Mengapa demikian? Karena para
ahli penganut aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia ini ditentukan
oleh pemabawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh
apa-apa. Dalam ilmu pendidikan, pandangan seperti ini disebut “pesimisme
pedagogis”.
Sebagai contoh, jika
sepasang orangtua ahli musik, maka anak-anak yang mereka lahirkan akan menjadi
pemusik pula. Harimau pun hanya akan melahirkan harimau, tak akan pernah
melahirkan domba. Jadi, pembawaan dan bakat orangtua selalu berpengaruh mutlak
terhadap perkembangan kehidupan anak-anaknya. Benarkah postulat (anggapan
dasar) ini dapat terus bertahan?
Ambillah contoh,
sepasang suami-istri yang memiliki keistimewaan di bidang politik, tentu
anaknya menjadi politikus pula. Namun, apabila lingkungan, khususnya lingkungan
pendidikannya tidak menunjang, misalnya karena ia memasuki sekolah pertanian,
sudah tentu ia tak akan pernah menjadi politisi tetapi petani.
Aliran nativisme hingga
kini masih cukup berpengaruh di kalangan beberapa orang ahli, tetapi sudah
tidak semutlak dulu lagi. Di antara ahli yang dipandang sebagai nativis ialah
Noam A. Chomsky kelahiran 1928, seorang ahli linguistic yang sangat terkenal
hingga saat ini. Chomsky menganggap bahwa perkembangan penguasaan bahasa pada
manusia tidak dapat dijelaskan semata-mata oleh proses belajar, tetapi juga
(yang lebih penting) oleh adanya “biological
predisposition” (kecenderungan biologis) yang dibawa sejak lahir.
Namun demikian, Chomsky
tidak menafikan sama sekali peranan belajar dan pengalaman berbahasa, juga
lingkungan. Baginya, semua ini ada pengaruhnya, tetapi pengaruh pembawaan
bertata bahasa jauh lebih besar lagi bagi perkembangan bahasa manusia (Bruno,
1987)
Aliran
Empirisisme
Kebalikan dari aliran
nativisme adalah aliran empirisisme (empiricism) dengan tokoh utama John Locke
(1632-1704). Nama asli aliran ini adalah “The
School of British Empiricism” (aliran empirisisme Inggris). Namun aliran
ini lebih berpengaruh terhadap para pemikir Amerika Serikat, sehingga
melahirkan sebuah aliran filsafat bernama “environmentalisme”
(aliran lingkungan) dan psikologi bernama “environmental
psychology” (psikologi lingkungan) yang relatif masih baru (Reber, 1988).
Doktrin aliran
empirisisme yang amat masyhur adalah “tabula rasa”. Sebuah istilah bahasa Latin
yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet).
Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan, dan
pendidikan dalam arti perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada
lingkungan dan pengalman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak
lahir dianggap tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini, para penganut empirisisme
(bukan empirisme) menganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam
keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa
seorang anak kelak bergantung pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.
Jika seorang siswa
memeroleh kesempatan yang memadai untuk mempelajari ilmu politik, tentu kelak
ia akan menjadi seorang politisi. Karena ia memiliki pengalaman belajar di
bidang politik, ia tak akan pernah menjadi pemusik, walaupun orangtuanya
pemusik sejati.
Memang amat sukar
dimungkiri bahwa lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap proses
perkembangan dan masa depan siswa. Dalam hal ini, lingkungan keluarga (bukan
bakat pembawaan dari keluarga) dan lingkungan masyarakat sekitar telah terbukti
menentukan tinggi rendahnya mutu perilaku dan masa depan seorang siswa.
Kondisi sebuah kelompok
masyarakat yang berdomisili di kawasan kumuh dengan kemampuan ekonomi di bawah
garis rata-rata dan tanpa fasilitas umum seperti mesjid, sekolah dan lapangan
olah raga telah terbukti menjadi lahan yang subur bagi pertumbuhan anak-anak
nakal. Anak-anak di lingkungan seperti ini memang tak punya cukup alasan untuk
tidak menjadi brutal, lebih-lebih apabila kedua orangtuanya kurang atau tidak
berpendidikan.
Faktor orangtua atau
keluarga terutama sifat dan keadaan mereka sangat menentukan arah perkembangan
masa depan para siswa yang mereka lahirkan. Sifat orangtua (parental trait)
yang penyusun maksud ialah gaya khas dalam bersikap, memandang, memikirkan, dan
memperlakukan anak. Contoh: kelahiran bayi yang tidak dikehendaki (misalnya
akibat pergaulan bebas) akan menimbulkan sikap dan perlakuan orang tua yang
bersifat menolak (parental rejection). Sebaliknya, sikap orangtua yang terlalu
melindungi anak juga dapat mengganggu perkembangan anak. Perilaku memanjakan
anak secara berlebihan ini, menurut hasil penelitian Chazen, et. al (1983)
ternyata berhubungan erat dengan penyimpangan perilaku dan ketidakmampuan
sosial anak pada kemudian hari.
Namun demikian, perlu
pula penyusun kemukakan, sebuah ironi faktual, yakni di antara para siswa yang
dijuluki nakal dan brutal khususnya di kota-kota ternyata cukup banyak yang
muncul dari kalangan keluarga berada, terpelajar, dan bahkan taat beragama.
Sebaliknya, tidak sedikit anak pintar dan berakhlak baik yang lahir dari
keluarga bodoh dan miskin atau bahkan dari keluarga yang tidak harmonis di
samping bodoh dan miskin. Jadi, sejauh manakah validitas doktrin emprisisme
yang telah memunculkan “optimism pedagogis” itu dapat bertahan?
Aliran
Konvergensi
Aliran konvergensi
(convergence) merupakan gabungan antara aliran empirisisme dengan aliran
nativisme. Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan
lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia.
Tokoh utama konvergensi bernama Louis William Stern (1871-1938), seorang
filosof dan psikolog Jerman.
Aliran filsafat yang
dipeloporinya disebut “personalisme”, sebuah pemikiran filosofis yang sangat
berpengaruh terhadap disiplin-disiplin ilmu yang berkaitan dengan manusia. Di
antara disiplin ilmu yang menggunakan asas personalisme adalah “personologi”
yang mengembangkan teori yang komprehensif (luas dan lengkap) mengenai
kepribadian manusia (Reber, 1988).
Dalam menetapkan faktor
yang mempengaruhi perkembangan manusia, Stern dan para ahli yang mengikutinya
tidak hanya berpegang pada lingkungan/pengalaman juga tidak berpegang pada
pembawaan saja, tetapi berpegang pada kedua faktor yang sama pentingnya itu. Faktor
pembawaan tidak berarti apa-apa jika tanpa faktor pengalaman. Demikian pula
sebaliknya, faktor pengalaman tanpa faktor bakat pembawaan tak akan mampu
mengembangkan manusia yang sesuai dengan harapan.
Para penganut aliran
konvergensi berkeyakinan bahwa baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan
andilnya sama besar dalam menentukan masa depan seseorang. Jadi, seorang siswa
yang lahir dari keluarga santri atau kiai, umpamanya, kelak ia akan menjadi
ahli agama apabila ia dididik di lingkungan pendidikan keagamaan.
Untuk lebih konkretnya,
marilah kita ambil sebuah contoh lagi. Seorang anak yang normal pasti memiliki
bakat untuk berdiri tegak di atas kedua kakinya. Tetapi apabila anak tersebut
tidak hidup di lingkungan masyarakat manusia, misalnya kalau dia dibuang ke
tengah hutan belantara dan tinggal bersama hewan, maka bakat berdiri yang ia
miliki secara turun-temurun dari orangtuanya itu, akan sulit diwujudkan. Jika
anak tersebut diasuh oleh sekelompok srigala, tentu ia akan berjalan di atas
kedua kaki dan tangannya. Dia akan merangkak seperti srigala pula. Jadi, bakat
dan pembawaan dalam hal ini jelas tidak ada pengaruhnya apabila lingkungan atau
pengalaman tidak mengembangkannya.
Sampai sejauh manakah
pengaruh pembawaan jika dibandingkan dengan lingkungan terhadap perkembangan
masa depan seseorang? Jawabannya mungkin berbeda antara orang per orang.
Sebagian orang mungkin lebih banyak ditentukan oleh faktor lingkungannya.
Namun, dalam hal pembawaan yang bersifat jasmaniah hampir dapat dipastikan
bahwa semua orang sama, yakni akan berbentuk badan, berambut, dan bermata sama
dengan kedua orangtuanya. Sebagian contoh, anak-anak keturunan Barat umumya
berambut pirang, berkulit putih, bermata biru, dan berperawakan tinggi besar,
karena memang warisan orangtua dan nenek moyangnya demikian.
Akan tetapi, dalam hal
pembawaan yang bersifat rohaniah sangat sulit kita kenali. Banyak orang yang
ahli di bidang “X” tetapi anaknya ahli di bidang “Y”. Anak ini sudah diusahakan
agar mempelajari bidang ”X” supaya sama dengan orangtuanya, tetapi ia menolak
dan menunjukkan kecenderungan bakat “Y”. Ternyata setelah mengikuti pengajaran
bidang “Y”, anak yang berasal dari keturunan yang ahli di bidang “X” itu
benar-benar ahli di bidang “Y” bukan bidang “X”. Apakah anak tersebut telah
menyalahi bakat dan pembawaan keturunannya?
Banyak bukti yang
menunjukkan, bahwa watak dan bakat seseorang yang tidak sama dengan orangtuanya
itu, setelah ditelusuri ternyata watak dan bakat orang tersebut sama dengan
kakek atau ayah/ibu kakeknya. Dengan demikian, tidak semua bakat dan watak
seseorang dapat diturunkan langsung kepada anak-anaknya, tetapi mungkin kepada
cucunya atau anak-anak cucunya. Alhasil, bakat dan watak dapat tersembunyi
sampai beberapa generasi.
Apakah aliran
konvergensi sebagaimana tersebut di atas dapat kita jadikan pedoman dalam arti
bahwa perkembangan seorang siswa pasti bergantung pada pembawaan dan lingkungan
pendidikannya? Sampai batas tertentu aliran ini dapat kita terima, tetapi tidak
secara mutlak sebab masih ada satu hal lagi yang perlu kita ingat yakni potensi
psikologis tertentu yang juga tersimpan rapi dalam diri setiap sisiwa dan sulit
diidentifikasi.
Hasil proses
perkembangan seorang siswa taka dapat dijelaskan hanya dengan mnyebutkan
pembawaan dan lingkungan. Artinya, keberhasilan seorang siswa bukan karena
pembawaan dan lingkungan saja, karena siswa tersebut tidak hanya dikembangkan
oleh pembawaan dan lingkungannya tetapi juga oleh diri siswa itu sendiri.
Setiap orang, termasuk siswa tersebut, memiliki potensi self-direction dan
self-discipline yang memungkinkan dirinya bebas memilih antara mengikuti atau
menolak sesuatu (aturan atau stimulus) lingkungan tertentu yang hendak
mengembangkan dirinya. Alhasil, siswa itu sendiri memiliki potensi psikologis
tersendiri untuk mengembangkan bakat dan pembawaannya dalam konteks lingkungan
tertentu.
Berdasarkan uraian
mengenai aliran-aliran doktrin filosofis yang berhubungan dengan proses
perkembangan di atas, penyusun pandangan bahwa faktor yang memengaruhi
tinggi-rendahnya mutu hasil perkembangan siswa pada dasarnya terdiri atas dua
macam:
1. Faktor
intern, yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi
pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya
sendiri;
2. Faktor
eksternal, yaitu hal-hal yang datang atau ada di luar diri siswa yang meliputi
lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut
dengan lingkungannya.
Sumber : Buku
Psikologi Pendidikan, Muhibbin Syah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar