Jumat, 12 September 2014

Psikologi Pendidikan I Proses, Tugas, dan Hukum Perkembangan


Proses, Tugas, dan Hukum Perkembangan

1.      Proses Perkembangan

Secara umum, proses dapat diartikan sebagai rentetan perubahan yang terjadi dalam perkembangan sesuatu. Adapun maksud kata proses dalam perkembangan siswa ialah tahapan-tahapan perubahan yang dialami seorang siswa, baik yang bersifat jasmaniah maupun yang bersifat rohaniah. Proses dalam hal ini juga berarti tahapan perubahan tingkah laku siswa, baik yang terbuka maupun yang tertutup.

Proses bisa juga berarti cara terjadinya perubahan dalam diri siswa atau respons/reaksi yang ditimbulkan oleh siswa tersebut. Proses perkembangan dengan pengertian seperti ini menurut Hurlock (1980) merupakan perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan (development changes). Manusia, menurut Elizabeth B. Hurlock, tak pernah statis atau mandek, karena perubahan-perubahan senantiasa terjadi dalam dirinya dalam berbagai kapasitas (kemampuan), baik yang bersifat biologis maupun yang bersifat psikologis.

Secara global, seluruh proses perkembangan individu sampai menjadi “person” (dirinya sendiri) berlangsung dalam tiga tahapan, yakni:

1.   tahapan proses konsepsi (pembukaan sel ovum ibu oleh sel sperma ayah);

2.   tahapan proses kelahiran (saat keluarnya bayi dari rahim ibu kea lam dunia bebas);

3.   tahapan proses perkembangan individu bayi tersebut menjadi seorang pribadi yang khas (development or selfhood).

Hurlock (1980) memberi istilah “stages in the life span” (tingkatan-tingkatan dalam rentang waktu kehidupan) bagi seluruh proses perkembangan individu. Life span ini menurutnya berlangsung dalam 10 tingkatan atau fase, bermula dari prenatal period (masa sebelum lahir) sampai old age (masa tua).

Namun demikian, hanya enam fase yang akan penyusun bahas dalam buku ini dalam kaitannya dengan tugas perkembangan yang erat hubungannya dengan proses belajar manusia. Oleh karena itu, bagi Anda khususnya para mahasiswa fakultas keguruan disarankan untuk mempelajari seluk-beluk perkembangan lebih luas dan mendalam melalui penelaahan buku-buku khusus psikologi perkembangan.

2.      Tugas dan Fase Perkembangan

Adalah hal yang pasti bahwa setiap fase atau tahapan perkembangan kehidupan manusia senantiasa berlangsung seiring dengan kegiatan belajar. Kegiatan belajar dalam hal ini tidak berarti merupakan kegiatan belajar yang ilmiah. Tugas belajar yang muncul dalam setiap fase perkembangan merupakan keharusan universal dan idealnya berlaku secara otomatis, seperti kegiatan belajar keterampilan melakukan sesuatu pada fase perkembangan tertentu yang lazim terjadi pada manusia normal. Di samping itu, hal-hal lain yang juga menimbulkan tugas-tugas perkembangan tersebut adalah:

1)      Karena adanya kematangan fisik tertentu pada fase perkembangan tertentu;

2)      Karena adanya dorongan cita-cita psikologis manusia yang sedang berkembang itu sendiri;

3)      Karena adanya tuntutan cultural masyarakat sekitar.

Dalam rangka memfungsikan tahap-tahap perubahan yang menyertai perkembangannya, manusia harus belajar melakukan kebiasaan-kebiasaan tertentu umpanya kebiasaan belajar berjalan dan berbicara pada rentang usia 1-5 tahun. Belajar melakukan kebiasaan-kebiasaan tertentu pada saat atau masa perkembangan yang tepat dipandang berkaitan langsung dengan tugas-tugas perkembangan berikutnya.

Tugas-tugas perkembangan tersebut seyogianya selalu diperhitungkan secara cermat oleh para orangtua dan guru sebagai sesuatu yang harus terjadi secara alamiah dan tepat pada waktunya. Perhatian orangtua dan guru (khususnya untuk fase masa sekolah) amat diperlukan mengingat keberhasilan pelaksanaan tugas perkembangan pada suatu fase akan sangat menunjang keberhasilan tugas perkembangan pada fase-fase berikutnya.

Adapun mengenai fase-fase perkembangan dan tugas-tugas yang mengirngi fase-fase tersebut, seperti yang telah penyusun utarakan di atas adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Robert Havigrust (1972) berikut ini. 

Tugas Perkembangan Fase Bayi dan Kanak-Kanak

Secara kronologis (menurut urutan waktu), masa bayi (infancy atau babyhood) berlangsung sejak seorang individu manusia dilahirkan dari rahim ibunya sampai berusia sekitar setahun. Sedangkan masa kanak-kanak (early childhood) adalah masa perkembangan berikutnya, yakni dari usia setahun hingga usia sekitar lima atau enam tahun. Perkembangan biologis pada masa-masa ini berjalan pesat, tetapi secara sosiologis ia masih sangat terikat oleh lingkungan keluarganya. Oleh karena itu, fungsionalisasi lingkungan keluarga pada fase ini yang penting sekali untuk mempersiapkan anak terjun ke dalam lingkungan yang lebih luas terutama lingkungan sekolah.

Tugas-tugas perkembangan pada fase ini meliputi kegiatan-kegiatan belajar sebagai berikut:

1)      Belajar memakan makanan keras, misalnya mulai dengan bubur susu, bubur beras, nasi dan seterusnya;

2)      Belajar berdiri dan berjalan, misalnya mulai dengan berpegang pada tembok atau sandaran kursi;

3)      Belajar berbicara, misalnya mulai dengan menyebut kata ibu, ayah, dan nama-nama benda sederhana yang ada di sekililingnya;

4)      Belajar mengendalikan pengeluaran benda-benda buangan dari tubuhnya, misalnya mulai dengan meludah, membuang ingus dan seterusnya.

5)      Belajar membedakan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan, dan bersopan santun seksual;

6)      Mencapai kematangan untuk belajar membaca dalam arti mulai siap mengenal huruf, suku kata dan kata-kata tertulis;

7)      Belajar mengadakan hubungan emosional selain dengan ibunya, dengan ayah, saudara kandung, dan orang-orang di sekelilingnya; dan

8)      Belajar membedakan antara hal-hal yang baik dengan yang buruk, juga antara hal-hal yang benar dan salah, serta mengembangkan atau membentuk kata hati (hati nurani).

Tugas perkembangan fase anak-anak

Masa anak-anak (late childhood) berlangsung antara usia 6 sampai 12 tahun dengan ciri-ciri utama sebagai berikut: 1) memiliki dorongan untuk keluar dari rumah dan memasuki kelompok sebaya (peer group); 2) keadaan fisik yang memungkinkan/mendorong anak memasuki dunia permainan dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan jasmani; 3) memiliki dorongan mental untuk memasuki dunia konsep, logika, symbol, dan komunikasi yang luas.

Adapun tugas-tugas perkembangan pada masa perkembangan kedua ini meliputi kegiatan belajar dan mengembangkan hal-hal sebagai berikut:

1)      Belajar keterampilan fisik yang diperlukan bermain, seperti lompat jauh, lompat tinggi, mengejar, menghindari kejaran, dan seterusnya;

2)      Membina sikap yang sehat (positif) terhadap dirinya sendiri sebagai seorang individu yang sedang berkembang, seperti kesadaran tentang harga diri (self-esteem) dan kemampuan diri (self efficacy);

3)      Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya sesuai dengan etika moral yang berlaku di masyarakatnya;

4)      Belajar memainkan peran sebagai seorang pria (jika ia seorang pria) dan sebagai seorang wanita (jika ia seorang wanita);

5)      Mengembangkan dasar-dasar keterampilan membaca, menulis, dan berhitung (matematika atau aritmatika);

6)      Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan kehidupan sehari-hari;

7)      Mengembangkan kata hati, moral dan skala nilai yang selaras dengan keyakinan dan kebudayaan yang berlaku di masyarakatnya;

8)      Mengembangkan sikap objektifitas/lugas baik positif maupun negatif terhadap kelompok dan lembaga kemasyarakatan; dan

9)      Belajar mencapai kemerdekaan atau kebebasan pribadi sehingga menjadi dirinya sendiri yang independen (mandiri) dan bertanggung jawab.

Tugas Perkembangan Fase Remaja

Masa remaja (adolescence) menurut sebagian ahli psikologi terdiri atas sub-sub masa perkembangan sebagai berikut: 1) subperkembangan prepuber selama kurang lebih dua setengah sampai tiga setengah tahun 3) subperkembangan post-puber, yakni saat perkembangan biologis sudah lambat tapi masih terus berlangsung pada bagian-bagian organ tertentu. Saat ini merupakan akhir masa puber yang mulai menampakkan tanda-tanda kedewasaan.

Proses perkembangan pada masa remaja lazimnya berlangsung selama kurang lebih 11 tahun, mulai usia 12-21 pada wanita dan 13-22 tahun pada pria. Masa perkembangan remaja yang panjang ini dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran dan persoalan, bukan saja bagi si remaja sendiri melainkan juga bagi para orangtua, guru, dan masyarakat sekitar. Bahkan, tak jarang para hukum pun turut direpokan oleh ulah dan tindak tanduknya yang dipandang menyimpang.

Mengapa demikian? secara singkat jawabannya ialah karena individu remaja sedang berada di persimpangan jalan antara dunia anak-anak dan dunia dewasa. Sehubungan dengan ini, hampir dapat dipastikan bahwa segala sesuatu yang sedang mengalami atau dalam keadaan transisi (masa peralihan) dari suatu keadaan lainnya selalu menimbulkan gejolak, goncangan, dan benturan yang kadang-kadang berakibat sangat buruk bahkan fatal (mematikan).

Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja pada umumnya meliputi pencapaian dan persiapan segala hal yang berhubungan dengan kehidupan masa dewasa, yakni:

1)      Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya yang berbeda jenis kelamin sesuai dengan keyakinan dan etika moral yang berlaku di masyarakat;

2)      Mencapai peranan sosial sebagai seorang pria (jika ia seorang pria) dan peranan sosial seorang wanita (jika ia seorang wanita) selaras dengan tuntutan sosial dan cultural masyarakatnya;

3)      Menerima kesatuan organ-organ tubuh sebagai pria (jika ia seorang pria) dan kesatuan organ-organ sebagai wanita (jika ia seorang wanita) dan menggunakannya secara efektif sesuai dengan kodratnya masing-masing.

4)      Keinginan menerima dan mencapai tingkah laku sosial tertentu yang bertanggung jaawab di tengah-tengah masyarakatnya;

5)      Mencapai kemerdekaan/kebebasan emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya dan mulai menjadi seorang “person” (menjadi dirinya sendiri);

6)      Mempersiapkan diri untuk memasuki dunia perkawinan (rumah tangga) dan kehidupan berkeluarga yakni sebagai suami (ayah) dan istri (ibu); dan

7)      Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman bertingkah laku dan mengembangkan ideologi untuk keperluan kehidupan kewarganegaraannya.   

Tugas Perkembangan Dewasa

Masa dewasa awal (early adulthood) ialah fase perkembangan saat seorang remaja mulai memasuki masa dewasa, yakni usia usia 21-40 tahun. Sebelum memasuki masa ini seorang remaja terlebih dahulu berada pada tahap ambang dewasa (late adolescence) atau masa remaja akhir yang lazimnya berlangsung 21 atau 22 tahun. Namun, menurut pengamatan para ahli, pada masa post puber perkembangan organ-organ jasmaniah tertentu, meskipun sudah sangat lamban, masih terus berlangsung hingga kira-kira usia 24 tahun.

Adapun tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal adalah meliputi hal-hal sebagai berikut.

1)      Mulai bekerja mencari nafkah, khususnya apabila ia tidak melanjutkan karier akademik;

2)      Memilih teman atau pasangan hidup berumah tangga (memilih calon suami atau istri);

3)      Mulai memasuki kehidupan berumah tangga, yakni menjadi seorang suami atau istri;

4)      Belajar hidup bersama pasangan dalam suasana rumah tangga, yakni dengan istri/suaminya;

5)      Mengelola tempat tinggal untuk keperluan rumah tangga dan keluarganya;

6)      Membesarkan anak-anak dengan menyediakan pangan, sandang, dan papan yang cukup dan memberikan pendidikan (dalam arti luas) yang memadai; dan

7)      Menerima tanggung jawab kewarganegaraan sesuai dengan perundangan-undangan dan tuntutan sosial yang berlaku di masyarakatnya.

8)      Menemukan kelompok sosial (perkumpulan kemasyarakatan) yang cocok dan menyenangkan.

Tugas Perkembangan Setengah Baya

Masa setengah baya (middle age) adalah masa yang berlangsung antara usia 40 sampai 60 tahun. Konon, di kalangan tertentu, pria dan wanita yang menginjak usia 40 tahun ke atas sering dijuluki sebagai orang yang sedang mengalami masa pubertas kedua. Julukan ini timbul karena mereka senang lagi bersolek, suka bersikap dan berbuat emosional/mudah marah, dan bahkan jatuh cinta lagi.

Di kalangan kaum wanita biasanya tampak gejala depresi (murung), cepat tersinggung, cemas dan khawatir kehilangan kasih sayang anak-anak yang sudah mulai mananjak dewasa. Selain itu, wanita setengah baya juga acapkali merasa cemas akan kehilangan suami karena menopause (berhenti menstruasi) yang pada umumnya diiringi dengan timbulnya tanda-tanda atau garis-garis ketuaan di bagian tertentu pada tubuhnya.

Adapun tugas-tugas perkembangan pada fase setengah tua tersebut adalah sebagai berikut.

1)      Mencapai tanggung jawab sosial dan kewarganegaraan secara lebih dewasa;

2)      Membantu anak-anak yang berusia belasan tahun (khususnya anak kandungnya sendiri) agar berkembang menjadi orang-orang dewasa yang bahagia dan bertanggung jawab;

3)      Mengembangkan aktivitas dan memanfaatkan waktu luang sebaik-baiknya bersama orang-orang dewasa lainnya;

4)      Menghubungkan diri sedemikian rupa dengan pasangannya (dengan suami atau istri) sebagai seorang pribadi yang utuh;

5)      Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan psikologis yang lazim terjadi pada masa setengah baya;

6)      Mencapai dan melaksanakan penampilan yang memuaskan dalam karier; dan

7)      Menyesuaikan diri dengan perikehidupan (khususnya dalam hal cara bersikap dan bertindak) orang-orang yang berusia lanjut.

Tugas Perkembangan Fase Usia Tua

Masa tua (old age) adalah fase terakhir kehidupan manusia. Masa ini berlangsung antara usia 60 tahun sampai berhembusnya napas terakhir (akhir hayat). Mereka yang sudah menginjak umur 60 tahun ke atas yang dalam istilah psikologi disebut “senescence” (masa tua) biasanya ditandai oleh perubahan-perubahan kemampuan motorik yang semakin merosot.

Di antara perubahan-perubahan tersebut adalah menurunnya kekuatan otot-otot tangan dan otot-otot yang menyangkut seluruh tubuh. Oleh karena itu, pada umumnya orangtua lebih cepat merasa lelah, dan untuk mengembalikan kesegaran tubuhnya dari kelelahan itu, ia memerlukan waktu yang lebih lama daripada ketika ia masih berusia muda.

Tugas-tugas perkembangan pada masa tua sesuai dengan berkurangnya kekuatan dan kesehatan jasmaniyahnya itu adalah sebagai berikut:

1)      Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan kesehatan jasmaniahnya;

2)      Menyesuaikan diri dengan keadaan pensiun dan berkurangnya income (penghasilan);

3)      Menyesuaikan diri dengan kematian pasangannya (istri atau suaminya).

4)      Membina hubungan yang tegas (afiliasi eksplisit) dengan para anggota kelompok seusianya;

5)      Membina pengaturan jasmani sedemikian rupa agar memuaskan dan sesuai dengan kebutuhannya; dan

6)      Menyesuaikan diri (adaptasi) terhadap peranan-peranan sosial dengan cara yang luwes.

      

3.      Hukum Perkembangan

Pengertian hukum dalam perkembangan sudah tentu berbeda dengan hukum dalam dunia peradilan atau peraturan konstitusional. Hukum dalam pembahasan ini berarti kaidah atau patokan mengenai terjadinya peristiwa tertentu. Secara spesifik, hukum perkembangan dapat diartikan sebagai “Kaidah atau patokan yang menyatakan kesamaan sifat dan hakikat dalam perkembangan”. Dapat juga dikatakan, hukum perkembangan adalah patokan generalisasi, mengenai sebab dan akibat terjadinya peristiwa perkembangan dalam diri manusia.

Hukum Konvergensi

Perkembangan manusia pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga oleh lingkungan pendidikan. Hal ini berarti masa depan kehidupan manusia, tak terkecuali para siswa, bergantung pada potensi pembawaan yang mereka warisi dan orangtua pada proses pematangan, dan pada proses pendidikan yang mereka alami. Seberapa jauh perbedaan pengaruh antara pembawaan dengan lingkungan, bergantung pada besar kecilnya efek lingkungan yang dialami siswa.

Apabila pengaruh lingkungan sama besar dan kuatnya dengan pembawaan siswa, maka hasil pendidikan yang didapat siswa itu pun akan seimbang dan baik, dalam arti tidak ada satu faktor pun yang dikorbankan secara sia-sia. Seterusnya, apabila pengaruh lingkungan lebih besar dan lebih kuat daripada pembawaan, hasila pendidikan siswa hanya akan sesuai dengan kehendak lingkungan, dan pembawaan (watak dan bakat) siswa tersebut akan terkorbankan. Sebaliknya, jika siswa lebih besar dan lebih kuat pengaruhnya daripada lingkungan, hasil siswa lebih besar dan lebih kuat pengaruhnya daripada lingkungan, hasil pendidikan siswa tersebut hanya sesuai dengan bakat dan kemampuannya tanpa bisa berkembang lebih jauh, karena ketidakmampuan lingkungan. Oleh karena itu, terlalu kecilnya pengaruh lingkungan pendidikan, misalnya mutu guru dan fasilitas yang rendah akan merugikan para siswa yang membawa potensi dan bakat yang baik.

Hukum Perkembangan dan Pengembangan Diri             

Para siswa, seperti juga manusia dan organisme lainnnya, memiliki dorongan dan hasrat mempertahankan diri dari hal-hal yang negatif, seperti rasa sakit, rasa tidak aman, kematian, dan juga kepunahan dan seterusnya. Untuk itulah mereka perlu sandang, pangan, papan, dan pendidikan.

Pada anak balita, wujud pertahanan diri itu dapat berupa tangisan ketika lapar, atau teriakan yang disertai pelemparan batu ketika mendapat gangguan hewan atau orang di sekelilingnya. Usaha mempertahankan diri ini, berlanjut menjadi usaha untuk mengembangkan diri. Naluri pengembangan diri pada anak, antara lain dimanifestasikan dalam bentuk bermain untuk mengetahui segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Selanjutnya, pada anak-anak biasanya tampak keingintahuannya terhadap sesuatu itu berkali-kali. Alhasil, manusia berkembang karena adanya insting atau naluri pembawaan sejak lahir yang menuntutnya untuk bertahan dan mengembangkan diri di muka bumi ini.

Hukum Masa Peka

Peka artinya mudah terangsang atau mudah menerima stimulus. Masa peka adalah masa yang tepat yang terdapat pada diri anak untuk mengembangkan fungsi-fungsi tertentu, seperti fungsi mulut untuk berbicara dan membaca, fungsi tangan untuk menulis, dan sebagainya. Masa “mudah dirangsang” ini sangat menentukan cepat dan lambatnya siswa dalam menerima pelajaran. Artinya, jika seorang siswa belum sampai pada masa pekanya untuk mempelajari suatu materi pelajaran, materi pelajaran tersebut akan sangat sulit diserap dan diolah oleh sistem memorinya.

Selanjutnya perlu dicatat, masa peka untuk belajar, seperti untuk belajar membaca dan menulis juga belajar berpikir abstrak (seperti belajar matematika), pada umumnya datang pada diri anak tepat pada waktunya. Kedatangan masa peka ini menurut sebagian ahli hanya sekali selama hidup. Sehingga keterlambatan memanfaatkan masa yang sangat berharga tersebut akan menyebabkan kesulitan belajar. Barangkali karena keterlambatan masa peka itulah, para orangtua yang buta huruf merasa sulit sekali mengikuti pelajaran membaca, menulis, dan berhitung.

Oleh karena itu, para orangtua dan guru seyogianya memperhatikan secara cermat perkembangan anak-anak didik dalam hubungannya dengan kedatangan masa peka belajar mereka. Apabila para orangtua dan guru lalai dalam memanfaatkan masa peka anak didik untuk mempelajari pelajaran-pelajaran tertentu, kemungkinan besar mereka akan mengalami kesulitan dalam mempelajari pelajaran-pelajaran tersebut. Kesulitan-kesulitan seperti ini memang dapat diatasi dengan upaya relearning (belajar ulang) atau remedial teaching, tetapi akibatnya proses penguasaan atas pelajaran-pelajaran lainnya mungkin akan terganggu.

Hukum Keperluan Belajar

Antara perkembangan dan belajar terdapat hubungan sangat erat, sehingga hampir semua proses perkembangan memerlukan belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa setiap anak biasanya berkembang karena belajar.

Keperluan belajar bagi proses perkembangan, terutama perkembangan fungsi-fungsi psikis tak dapat kita ingkari, meskipun kebanyakan ahli tidak menyebutnya secara eksplisit. Bahkan kemampuan berjalan yang secara lahiriah dapat diperkirakan akan muncul dengan sendirinya ternyata masih juga memerlukan belajar, meskipun sekadar memfungsikan organ kaki anak yang sebenarnya berpotensi untuk bisa berjalan sendiri itu.

Perkembangan ranah cipta, seperti berpikir dan memecahkan masalah dan perkembangan ranah rasa seperti meyakini kebenaran ajaran agama dan bertenggang rasa terhadap orang lain, tentu tidak timbul atau ada sendiri dalam diri seorang siswa tanpa belajar terlebih dahulu. Alhasil, kegiatan belajar siswa dalam segala bentuk dan manifestasinya sangat diperlukan untuk mendukung proses perkembangannya yang utuh dan menyeluruh.

Hukum Kesatuan Anggota Badan

Proses perkembangan fungsi-fungsi organ jasmaniah tidak terjadi tanpa diiringi proses perkembangan fungsi-fungsi rohaniah. Dengan demikian, suatu tahapan perkembangan tidak terlepas dari tahapan perkembangan lainnya. Jadi, perkembangan pancaindra, misalnya, tidak terlepas dari perkembangan mendengar, melihat, berbicara dan merasa. Selanjutnya kemampuan-kemampuan ini juga tidak terlepas dari perkembangan berpikir, bersikap, dan berperasaan.

Dalam hal perkembangan kognitif misalnya, seorang siswa memperoleh pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep benda tertentu, umpamanya kursi. Dalam memahami konsep kursi, siswa tersebut tidak akan terpaku pada benda yang pernah ia lihat, tetapi berkembang pada benda-benda lain yang memiliki signifikansi yang sama dengan kursi seperti bangku, sofa, dan seterusnya. Bersamaan dengan pengenalan benda-benda tempat duduk itu, siswa tersebut juga mengalami perkembangan afektif, misalnya perkembangan apresiasi. Dengan berkembangnya apresiasi, ia akan bisa menilai tempat duduk mana yang mengandung nilai seni tinggi. Sofa ukiran Jepara contohnya, tentu akan ia nilai sebaga tempat duduk yang lebih indah dan nyaman daripada sekadar kursi atau bangku biasa.

Perkembangan kognitif dan afektif juga diiringi dengan perkembangan ranah psikomotor, yaitu pelbagai keterampilan yang selaras dengan pengetahuan dan perasaan yang telah ia miliki. Cara dan intensitas pemanfaatan keterampilan psikomotor itu pun disesuaikan dengan kebutuhan sebagaimana yang ditunjukkan oleh persepsi akalnya dan apresiasi ranah rasanya. Contoh: cara mengangkut dan memindahkan sofa dan ukiran Jepara tentu berada dengan cara mengangkut dan memindahkan bangku atau kursi biasa. Begitu juga dengan penempatannya. Sofa ukiran Jepara tentu tidak akan ditempatkan di dapur, di ruang tamu atau ruang keluarga. Alhasil, tahapan-tahapan perkembangan yang terjadi dalam suatu ranah akan berpengaruh terhadap tahapan-tahapan perkembangan dalam ranah lainnya. Inilah yang dimaksud dengan hukum kesatuan anggota badan dalam arti yang luas.

Hukum Tempo Perkembangan

Lambat atau cepatnya proses perkembangan seseorang tidak sama dengan orang lain. Dengan kata lain, setiap orang memiliki tempo perkembangan masing-masing. Tempo-tempo perkembangan manusia pada umumnya terbagi dalam kategori: cepat, sedang, dan lambat. Tempo perkembangan yang terlalu cepat atau terlalu lambat biasanya menunjukkan kelainan yang relatif sangat jarang terjadi.

Pada dasarnya tempo cepat, sedang, dan lambat tidak menunjukkan kualitas proses perkembangan seorang anak yang normal. Si A misalnya mungkin berkembang lebih cepat daripada si B, dan si B berkembang lebih cepat daripada si C. Padahal, mereka bertiga berasal dari keluarga yang sama. Dalam hal ini, orangtua dan guru tak perlu merisaukannya. Sebab, secara prinsip setiap anak akan mencapai tingkat perkembangan yang sama, hanya waktu pencapaiannya saja yang berbeda. Namun, jika jarak waktu pencapaian suatu tahap yang dilalui seorang anak terlalu jauh, umpamanya waktu antara penguasaan materi pelajaran kesatu dengan materi pelajaran kedua melebihi batas lambat anak lainnya, maka orangtua dan guru perlu segera mengambil langkah-langkah yang tepat. Mungkin, anak itu penyandang tunagrahita atau keterbelakangan mental.

Hukum Irama Perkembangan

Di samping ada tempo, di dalam perkembangan juga dikenal adanya irama atau naik-turunnya proses perkembangan. Artinya, perkembangan manusia itu tidak tetap, terkadang naik terkadang. Pada suatu saat seorang anak mengalami perkembangan yang tenang, sedangkan pada saat lain ia mengalami perkembangan yang menggoncangkan.

Menurut pengamatan para ahli psikologi, setiap anak biasanya mengalami dua masa pancaroba atau krisis yang lazim disebut “trotz”. Masa trotz ini terjadi dalam dua priode, yakni:

1.      Trotz periode ke-1 atau krisis pertama terjadi pada usia 2 sampai 3 tahun dengan ciri utama anak menjadi egois, selalu bersikap dan bertingkah laku mendahulukan kepentingan diri sendiri.

2.      Trotz periode ke-2 atau krisis kedua terjadi pada umur antara 14 sampai 17 tahun, dengan ciri utama sering membantah orangtuanya sendiri dalam mencapai identitas pribadi.

Khusus mengenai trotz ke-2 perlu digarisbawahi, bahwa batas umur antara 14-17 tahun bukan “harga mati”. Artinya rentang usia remaja yang mengalami krisis kedua ini di sebuah negara mungkin berbeda dengan remaja di negara lainnya, boleh jadi lebih cepat atau lebih lambat.

Di negara kita sendiri perbedaan rentang, usia trotz ke-2 itu, menurut Poerbakawatja dan Harahap (1981), tampak berbeda antara remaja kawasan perkotaan dan remaja kawasan pedesaan khususnya di desa-desa yang belum tersentuh budaya modern. Namun, betapapun nisbinya batasan rentang usia strum and drung (masa gelisah) remaja itu, yang penting bagi orangtua dan guru adalah cara memberi pengertian yang benar dan baik bahwa kegelisahan tersebut adalah karena kematangan seksual yang normal. Selain itu, adalah tanggung jawab orangtua dan guru untuk menuntun mereka ke jalan yang benar agar mereka terhindar dari godaan penyalahgunaan dorongan seksual yang bukan pada tempat dan saatnya.

Hukum Rekapitulasi

Hukum ini berasal dari teori rekapitulasi (recapitulation theory) yang berisi doktrin yang menyatakan bahwa proses perkembangan individu manusia adalah sebuah mikrokosmik (dunia kehidupan kecil) yang mencerminkan evolusi kehidupan jenis makhluk hidup dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat yang paling kompleks. Ada dua aspek yang digambarkan oleh teori ini, yakni aspek psikis dan aspek fisik (Reber, 1988).

Rekapitulasi pada dasarnya berarti pengulangan atau ringkasan kehidupan organisme tertentu seperti manusia yang berlangsung secara evolusioner (sangat lambat) dalam waktu berabad-abad. Dalam hal ini, proses perkembangan psikis anak dipandang sebagai ulangan karena adanya kesamaan dengan perilaku cultural nenek moyangnya pada ratusan bahkan ribuan abad yang lalu.

Hukum rekapitulasi perkembangan yang tampak pada anak-anak adalah sebagai berikut, yakni:

1)      masa berburu dan menyamun, yakni pada umur sekitar 8 tahun ketika ia suka bermain kejar-kejaran, perang-perangan, dan menangkap hewan-hewan kecil seperti kupu-kupu dan capung;

2)      masa menggembala, yakni pada umur sekitar 10 tahun ketika ia gemar memelihara hewan piaraan seperti ayam, burung, kucing, dan sebagainya;

3)      masa bercocok tanam, yakni pada umur sekitar 12 tahun ketika ia suka mengurus tanaman di kebun atau menyiram bunga-bunga dalam pot; dan

4)      masa berdagang, yakni pada umur 12 tahun ke atas ketika ia suka bermain jual-jualan, kemudian meningkat menjadi kesenangan tukar menukar foto, perangko, dan berkirim surat serta menjalin persahabatan.

Sebagai pelengkap uraian pada bagian ini, perlu penyusun utarakan bahwa hukum rekapitulasi di luar empat hal di atas seperti rekapitulasi bentuk fisik manusia (bukan kemampuan fisik) dan kepercayaan bahwa perkembangan manusia itu merupakan gambaran sejarah kehewanan kita (traces of our animal history) adalah tidak benar (Gleitman, 1987).      

Sumber : Buku Psikologi Pendidikan, Muhibbin Syah.

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...