Proses,
Tugas, dan Hukum Perkembangan
1.
Proses
Perkembangan
Secara
umum, proses dapat diartikan sebagai rentetan perubahan yang terjadi dalam
perkembangan sesuatu. Adapun maksud kata proses dalam perkembangan siswa ialah
tahapan-tahapan perubahan yang dialami seorang siswa, baik yang bersifat jasmaniah
maupun yang bersifat rohaniah. Proses dalam hal ini juga berarti tahapan
perubahan tingkah laku siswa, baik yang terbuka maupun yang tertutup.
Proses
bisa juga berarti cara terjadinya perubahan dalam diri siswa atau
respons/reaksi yang ditimbulkan oleh siswa tersebut. Proses perkembangan dengan
pengertian seperti ini menurut Hurlock (1980) merupakan perubahan-perubahan
yang berhubungan dengan perkembangan (development
changes). Manusia, menurut Elizabeth B. Hurlock, tak pernah statis atau
mandek, karena perubahan-perubahan senantiasa terjadi dalam dirinya dalam
berbagai kapasitas (kemampuan), baik yang bersifat biologis maupun yang
bersifat psikologis.
Secara
global, seluruh proses perkembangan individu sampai menjadi “person” (dirinya sendiri) berlangsung
dalam tiga tahapan, yakni:
1.
tahapan proses konsepsi (pembukaan sel
ovum ibu oleh sel sperma ayah);
2.
tahapan proses kelahiran (saat keluarnya
bayi dari rahim ibu kea lam dunia bebas);
3.
tahapan proses perkembangan individu
bayi tersebut menjadi seorang pribadi yang khas (development or selfhood).
Hurlock
(1980) memberi istilah “stages in the
life span” (tingkatan-tingkatan dalam rentang waktu kehidupan) bagi seluruh
proses perkembangan individu. Life span
ini menurutnya berlangsung dalam 10 tingkatan atau fase, bermula dari prenatal period (masa sebelum lahir)
sampai old age (masa tua).
Namun
demikian, hanya enam fase yang akan penyusun bahas dalam buku ini dalam kaitannya
dengan tugas perkembangan yang erat hubungannya dengan proses belajar manusia.
Oleh karena itu, bagi Anda khususnya para mahasiswa fakultas keguruan
disarankan untuk mempelajari seluk-beluk perkembangan lebih luas dan mendalam
melalui penelaahan buku-buku khusus psikologi perkembangan.
2.
Tugas
dan Fase Perkembangan
Adalah
hal yang pasti bahwa setiap fase atau tahapan perkembangan kehidupan manusia
senantiasa berlangsung seiring dengan kegiatan belajar. Kegiatan belajar dalam
hal ini tidak berarti merupakan kegiatan belajar yang ilmiah. Tugas belajar
yang muncul dalam setiap fase perkembangan merupakan keharusan universal dan
idealnya berlaku secara otomatis, seperti kegiatan belajar keterampilan
melakukan sesuatu pada fase perkembangan tertentu yang lazim terjadi pada
manusia normal. Di samping itu, hal-hal lain yang juga menimbulkan tugas-tugas
perkembangan tersebut adalah:
1) Karena
adanya kematangan fisik tertentu pada fase perkembangan tertentu;
2) Karena
adanya dorongan cita-cita psikologis manusia yang sedang berkembang itu
sendiri;
3) Karena
adanya tuntutan cultural masyarakat sekitar.
Dalam
rangka memfungsikan tahap-tahap perubahan yang menyertai perkembangannya,
manusia harus belajar melakukan kebiasaan-kebiasaan tertentu umpanya kebiasaan
belajar berjalan dan berbicara pada rentang usia 1-5 tahun. Belajar melakukan
kebiasaan-kebiasaan tertentu pada saat atau masa perkembangan yang tepat
dipandang berkaitan langsung dengan tugas-tugas perkembangan berikutnya.
Tugas-tugas
perkembangan tersebut seyogianya selalu diperhitungkan secara cermat oleh para
orangtua dan guru sebagai sesuatu yang harus terjadi secara alamiah dan tepat
pada waktunya. Perhatian orangtua dan guru (khususnya untuk fase masa sekolah)
amat diperlukan mengingat keberhasilan pelaksanaan tugas perkembangan pada
suatu fase akan sangat menunjang keberhasilan tugas perkembangan pada fase-fase
berikutnya.
Adapun
mengenai fase-fase perkembangan dan tugas-tugas yang mengirngi fase-fase
tersebut, seperti yang telah penyusun utarakan di atas adalah sebagaimana yang
dikemukakan oleh Robert Havigrust (1972) berikut ini.
Tugas
Perkembangan Fase Bayi dan Kanak-Kanak
Secara
kronologis (menurut urutan waktu), masa bayi (infancy atau babyhood)
berlangsung sejak seorang individu manusia dilahirkan dari rahim ibunya sampai
berusia sekitar setahun. Sedangkan masa kanak-kanak (early childhood) adalah masa perkembangan berikutnya, yakni dari
usia setahun hingga usia sekitar lima atau enam tahun. Perkembangan biologis
pada masa-masa ini berjalan pesat, tetapi secara sosiologis ia masih sangat
terikat oleh lingkungan keluarganya. Oleh karena itu, fungsionalisasi
lingkungan keluarga pada fase ini yang penting sekali untuk mempersiapkan anak
terjun ke dalam lingkungan yang lebih luas terutama lingkungan sekolah.
Tugas-tugas
perkembangan pada fase ini meliputi kegiatan-kegiatan belajar sebagai berikut:
1)
Belajar memakan makanan keras, misalnya
mulai dengan bubur susu, bubur beras, nasi dan seterusnya;
2)
Belajar berdiri dan berjalan, misalnya
mulai dengan berpegang pada tembok atau sandaran kursi;
3)
Belajar berbicara, misalnya mulai dengan
menyebut kata ibu, ayah, dan nama-nama benda sederhana yang ada di sekililingnya;
4)
Belajar mengendalikan pengeluaran
benda-benda buangan dari tubuhnya, misalnya mulai dengan meludah, membuang
ingus dan seterusnya.
5)
Belajar membedakan jenis kelamin antara
laki-laki dan perempuan, dan bersopan santun seksual;
6)
Mencapai kematangan untuk belajar
membaca dalam arti mulai siap mengenal huruf, suku kata dan kata-kata tertulis;
7)
Belajar mengadakan hubungan emosional
selain dengan ibunya, dengan ayah, saudara kandung, dan orang-orang di
sekelilingnya; dan
8)
Belajar membedakan antara hal-hal yang
baik dengan yang buruk, juga antara hal-hal yang benar dan salah, serta
mengembangkan atau membentuk kata hati (hati nurani).
Tugas
perkembangan fase anak-anak
Masa
anak-anak (late childhood)
berlangsung antara usia 6 sampai 12 tahun dengan ciri-ciri utama sebagai
berikut: 1) memiliki dorongan untuk keluar dari rumah dan memasuki kelompok
sebaya (peer group); 2) keadaan fisik
yang memungkinkan/mendorong anak memasuki dunia permainan dan pekerjaan yang
membutuhkan keterampilan jasmani; 3) memiliki dorongan mental untuk memasuki
dunia konsep, logika, symbol, dan komunikasi yang luas.
Adapun
tugas-tugas perkembangan pada masa perkembangan kedua ini meliputi kegiatan
belajar dan mengembangkan hal-hal sebagai berikut:
1)
Belajar keterampilan fisik yang
diperlukan bermain, seperti lompat jauh, lompat tinggi, mengejar, menghindari
kejaran, dan seterusnya;
2)
Membina sikap yang sehat (positif) terhadap
dirinya sendiri sebagai seorang individu yang sedang berkembang, seperti
kesadaran tentang harga diri (self-esteem)
dan kemampuan diri (self efficacy);
3)
Belajar bergaul dengan teman-teman
sebaya sesuai dengan etika moral yang berlaku di masyarakatnya;
4)
Belajar memainkan peran sebagai seorang
pria (jika ia seorang pria) dan sebagai seorang wanita (jika ia seorang wanita);
5)
Mengembangkan dasar-dasar keterampilan
membaca, menulis, dan berhitung (matematika atau aritmatika);
6)
Mengembangkan konsep-konsep yang
diperlukan kehidupan sehari-hari;
7)
Mengembangkan kata hati, moral dan skala
nilai yang selaras dengan keyakinan dan kebudayaan yang berlaku di
masyarakatnya;
8)
Mengembangkan sikap objektifitas/lugas
baik positif maupun negatif terhadap kelompok dan lembaga kemasyarakatan; dan
9)
Belajar mencapai kemerdekaan atau
kebebasan pribadi sehingga menjadi dirinya sendiri yang independen (mandiri)
dan bertanggung jawab.
Tugas
Perkembangan Fase Remaja
Masa
remaja (adolescence) menurut sebagian
ahli psikologi terdiri atas sub-sub masa perkembangan sebagai berikut: 1)
subperkembangan prepuber selama kurang lebih dua setengah sampai tiga setengah
tahun 3) subperkembangan post-puber, yakni saat perkembangan biologis sudah
lambat tapi masih terus berlangsung pada bagian-bagian organ tertentu. Saat ini
merupakan akhir masa puber yang mulai menampakkan tanda-tanda kedewasaan.
Proses
perkembangan pada masa remaja lazimnya berlangsung selama kurang lebih 11
tahun, mulai usia 12-21 pada wanita dan 13-22 tahun pada pria. Masa
perkembangan remaja yang panjang ini dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran
dan persoalan, bukan saja bagi si remaja sendiri melainkan juga bagi para
orangtua, guru, dan masyarakat sekitar. Bahkan, tak jarang para hukum pun turut
direpokan oleh ulah dan tindak tanduknya yang dipandang menyimpang.
Mengapa
demikian? secara singkat jawabannya ialah karena individu remaja sedang berada
di persimpangan jalan antara dunia anak-anak dan dunia dewasa. Sehubungan
dengan ini, hampir dapat dipastikan bahwa segala sesuatu yang sedang mengalami
atau dalam keadaan transisi (masa peralihan) dari suatu keadaan lainnya selalu
menimbulkan gejolak, goncangan, dan benturan yang kadang-kadang berakibat
sangat buruk bahkan fatal (mematikan).
Adapun
tugas-tugas perkembangan masa remaja pada umumnya meliputi pencapaian dan
persiapan segala hal yang berhubungan dengan kehidupan masa dewasa, yakni:
1)
Mencapai pola hubungan baru yang lebih
matang dengan teman sebaya yang berbeda jenis kelamin sesuai dengan keyakinan
dan etika moral yang berlaku di masyarakat;
2)
Mencapai peranan sosial sebagai seorang
pria (jika ia seorang pria) dan peranan sosial seorang wanita (jika ia seorang
wanita) selaras dengan tuntutan sosial dan cultural masyarakatnya;
3)
Menerima kesatuan organ-organ tubuh
sebagai pria (jika ia seorang pria) dan kesatuan organ-organ sebagai wanita
(jika ia seorang wanita) dan menggunakannya secara efektif sesuai dengan
kodratnya masing-masing.
4)
Keinginan menerima dan mencapai tingkah
laku sosial tertentu yang bertanggung jaawab di tengah-tengah masyarakatnya;
5)
Mencapai kemerdekaan/kebebasan emosional
dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya dan mulai menjadi seorang “person”
(menjadi dirinya sendiri);
6)
Mempersiapkan diri untuk memasuki dunia
perkawinan (rumah tangga) dan kehidupan berkeluarga yakni sebagai suami (ayah)
dan istri (ibu); dan
7)
Memperoleh seperangkat nilai dan sistem
etika sebagai pedoman bertingkah laku dan mengembangkan ideologi untuk
keperluan kehidupan kewarganegaraannya.
Tugas
Perkembangan Dewasa
Masa
dewasa awal (early adulthood) ialah
fase perkembangan saat seorang remaja mulai memasuki masa dewasa, yakni usia
usia 21-40 tahun. Sebelum memasuki masa ini seorang remaja terlebih dahulu
berada pada tahap ambang dewasa (late
adolescence) atau masa remaja akhir yang lazimnya berlangsung 21 atau 22
tahun. Namun, menurut pengamatan para ahli, pada masa post puber perkembangan
organ-organ jasmaniah tertentu, meskipun sudah sangat lamban, masih terus
berlangsung hingga kira-kira usia 24 tahun.
Adapun
tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal adalah meliputi hal-hal sebagai
berikut.
1)
Mulai bekerja mencari nafkah, khususnya
apabila ia tidak melanjutkan karier akademik;
2)
Memilih teman atau pasangan hidup
berumah tangga (memilih calon suami atau istri);
3)
Mulai memasuki kehidupan berumah tangga,
yakni menjadi seorang suami atau istri;
4)
Belajar hidup bersama pasangan dalam
suasana rumah tangga, yakni dengan istri/suaminya;
5)
Mengelola tempat tinggal untuk keperluan
rumah tangga dan keluarganya;
6)
Membesarkan anak-anak dengan menyediakan
pangan, sandang, dan papan yang cukup dan memberikan pendidikan (dalam arti
luas) yang memadai; dan
7)
Menerima tanggung jawab kewarganegaraan
sesuai dengan perundangan-undangan dan tuntutan sosial yang berlaku di
masyarakatnya.
8)
Menemukan kelompok sosial (perkumpulan
kemasyarakatan) yang cocok dan menyenangkan.
Tugas
Perkembangan Setengah Baya
Masa
setengah baya (middle age) adalah
masa yang berlangsung antara usia 40 sampai 60 tahun. Konon, di kalangan
tertentu, pria dan wanita yang menginjak usia 40 tahun ke atas sering dijuluki
sebagai orang yang sedang mengalami masa pubertas kedua. Julukan ini timbul
karena mereka senang lagi bersolek, suka bersikap dan berbuat emosional/mudah
marah, dan bahkan jatuh cinta lagi.
Di
kalangan kaum wanita biasanya tampak gejala depresi (murung), cepat
tersinggung, cemas dan khawatir kehilangan kasih sayang anak-anak yang sudah
mulai mananjak dewasa. Selain itu, wanita setengah baya juga acapkali merasa
cemas akan kehilangan suami karena menopause (berhenti menstruasi) yang pada
umumnya diiringi dengan timbulnya tanda-tanda atau garis-garis ketuaan di
bagian tertentu pada tubuhnya.
Adapun
tugas-tugas perkembangan pada fase setengah tua tersebut adalah sebagai
berikut.
1)
Mencapai tanggung jawab sosial dan
kewarganegaraan secara lebih dewasa;
2)
Membantu anak-anak yang berusia belasan
tahun (khususnya anak kandungnya sendiri) agar berkembang menjadi orang-orang
dewasa yang bahagia dan bertanggung jawab;
3)
Mengembangkan aktivitas dan memanfaatkan
waktu luang sebaik-baiknya bersama orang-orang dewasa lainnya;
4)
Menghubungkan diri sedemikian rupa
dengan pasangannya (dengan suami atau istri) sebagai seorang pribadi yang utuh;
5)
Menerima dan menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan psikologis yang lazim terjadi pada masa setengah baya;
6)
Mencapai dan melaksanakan penampilan
yang memuaskan dalam karier; dan
7)
Menyesuaikan diri dengan perikehidupan
(khususnya dalam hal cara bersikap dan bertindak) orang-orang yang berusia
lanjut.
Tugas
Perkembangan Fase Usia Tua
Masa
tua (old age) adalah fase terakhir
kehidupan manusia. Masa ini berlangsung antara usia 60 tahun sampai
berhembusnya napas terakhir (akhir hayat). Mereka yang sudah menginjak umur 60
tahun ke atas yang dalam istilah psikologi disebut “senescence” (masa tua)
biasanya ditandai oleh perubahan-perubahan kemampuan motorik yang semakin
merosot.
Di
antara perubahan-perubahan tersebut adalah menurunnya kekuatan otot-otot tangan
dan otot-otot yang menyangkut seluruh tubuh. Oleh karena itu, pada umumnya
orangtua lebih cepat merasa lelah, dan untuk mengembalikan kesegaran tubuhnya
dari kelelahan itu, ia memerlukan waktu yang lebih lama daripada ketika ia
masih berusia muda.
Tugas-tugas
perkembangan pada masa tua sesuai dengan berkurangnya kekuatan dan kesehatan
jasmaniyahnya itu adalah sebagai berikut:
1)
Menyesuaikan diri dengan menurunnya
kekuatan dan kesehatan jasmaniahnya;
2)
Menyesuaikan diri dengan keadaan pensiun
dan berkurangnya income (penghasilan);
3)
Menyesuaikan diri dengan kematian
pasangannya (istri atau suaminya).
4)
Membina hubungan yang tegas (afiliasi
eksplisit) dengan para anggota kelompok seusianya;
5)
Membina pengaturan jasmani sedemikian
rupa agar memuaskan dan sesuai dengan kebutuhannya; dan
6)
Menyesuaikan diri (adaptasi) terhadap
peranan-peranan sosial dengan cara yang luwes.
3.
Hukum
Perkembangan
Pengertian
hukum dalam perkembangan sudah tentu berbeda dengan hukum dalam dunia peradilan
atau peraturan konstitusional. Hukum dalam pembahasan ini berarti kaidah atau
patokan mengenai terjadinya peristiwa tertentu. Secara spesifik, hukum
perkembangan dapat diartikan sebagai “Kaidah atau patokan yang menyatakan
kesamaan sifat dan hakikat dalam perkembangan”. Dapat juga dikatakan, hukum
perkembangan adalah patokan generalisasi, mengenai sebab dan akibat terjadinya
peristiwa perkembangan dalam diri manusia.
Hukum
Konvergensi
Perkembangan
manusia pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pembawaan sejak
lahir, tetapi juga oleh lingkungan pendidikan. Hal ini berarti masa depan
kehidupan manusia, tak terkecuali para siswa, bergantung pada potensi pembawaan
yang mereka warisi dan orangtua pada proses pematangan, dan pada proses
pendidikan yang mereka alami. Seberapa jauh perbedaan pengaruh antara pembawaan
dengan lingkungan, bergantung pada besar kecilnya efek lingkungan yang dialami
siswa.
Apabila
pengaruh lingkungan sama besar dan kuatnya dengan pembawaan siswa, maka hasil
pendidikan yang didapat siswa itu pun akan seimbang dan baik, dalam arti tidak
ada satu faktor pun yang dikorbankan secara sia-sia. Seterusnya, apabila
pengaruh lingkungan lebih besar dan lebih kuat daripada pembawaan, hasila
pendidikan siswa hanya akan sesuai dengan kehendak lingkungan, dan pembawaan
(watak dan bakat) siswa tersebut akan terkorbankan. Sebaliknya, jika siswa
lebih besar dan lebih kuat pengaruhnya daripada lingkungan, hasil siswa lebih
besar dan lebih kuat pengaruhnya daripada lingkungan, hasil pendidikan siswa
tersebut hanya sesuai dengan bakat dan kemampuannya tanpa bisa berkembang lebih
jauh, karena ketidakmampuan lingkungan. Oleh karena itu, terlalu kecilnya
pengaruh lingkungan pendidikan, misalnya mutu guru dan fasilitas yang rendah
akan merugikan para siswa yang membawa potensi dan bakat yang baik.
Hukum
Perkembangan dan Pengembangan Diri
Para
siswa, seperti juga manusia dan organisme lainnnya, memiliki dorongan dan
hasrat mempertahankan diri dari hal-hal yang negatif, seperti rasa sakit, rasa
tidak aman, kematian, dan juga kepunahan dan seterusnya. Untuk itulah mereka
perlu sandang, pangan, papan, dan pendidikan.
Pada
anak balita, wujud pertahanan diri itu dapat berupa tangisan ketika lapar, atau
teriakan yang disertai pelemparan batu ketika mendapat gangguan hewan atau
orang di sekelilingnya. Usaha mempertahankan diri ini, berlanjut menjadi usaha
untuk mengembangkan diri. Naluri pengembangan diri pada anak, antara lain
dimanifestasikan dalam bentuk bermain untuk mengetahui segala sesuatu yang ada
di sekitarnya. Selanjutnya, pada anak-anak biasanya tampak keingintahuannya
terhadap sesuatu itu berkali-kali. Alhasil, manusia berkembang karena adanya
insting atau naluri pembawaan sejak lahir yang menuntutnya untuk bertahan dan
mengembangkan diri di muka bumi ini.
Hukum
Masa Peka
Peka
artinya mudah terangsang atau mudah menerima stimulus. Masa peka adalah masa
yang tepat yang terdapat pada diri anak untuk mengembangkan fungsi-fungsi
tertentu, seperti fungsi mulut untuk berbicara dan membaca, fungsi tangan untuk
menulis, dan sebagainya. Masa “mudah dirangsang” ini sangat menentukan cepat
dan lambatnya siswa dalam menerima pelajaran. Artinya, jika seorang siswa belum
sampai pada masa pekanya untuk mempelajari suatu materi pelajaran, materi
pelajaran tersebut akan sangat sulit diserap dan diolah oleh sistem memorinya.
Selanjutnya
perlu dicatat, masa peka untuk belajar, seperti untuk belajar membaca dan
menulis juga belajar berpikir abstrak (seperti belajar matematika), pada
umumnya datang pada diri anak tepat pada waktunya. Kedatangan masa peka ini
menurut sebagian ahli hanya sekali selama hidup. Sehingga keterlambatan
memanfaatkan masa yang sangat berharga tersebut akan menyebabkan kesulitan
belajar. Barangkali karena keterlambatan masa peka itulah, para orangtua yang
buta huruf merasa sulit sekali mengikuti pelajaran membaca, menulis, dan
berhitung.
Oleh
karena itu, para orangtua dan guru seyogianya memperhatikan secara cermat
perkembangan anak-anak didik dalam hubungannya dengan kedatangan masa peka
belajar mereka. Apabila para orangtua dan guru lalai dalam memanfaatkan masa
peka anak didik untuk mempelajari pelajaran-pelajaran tertentu, kemungkinan
besar mereka akan mengalami kesulitan dalam mempelajari pelajaran-pelajaran
tersebut. Kesulitan-kesulitan seperti ini memang dapat diatasi dengan upaya relearning (belajar ulang) atau remedial teaching, tetapi akibatnya
proses penguasaan atas pelajaran-pelajaran lainnya mungkin akan terganggu.
Hukum
Keperluan Belajar
Antara
perkembangan dan belajar terdapat hubungan sangat erat, sehingga hampir semua
proses perkembangan memerlukan belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
setiap anak biasanya berkembang karena belajar.
Keperluan
belajar bagi proses perkembangan, terutama perkembangan fungsi-fungsi psikis
tak dapat kita ingkari, meskipun kebanyakan ahli tidak menyebutnya secara
eksplisit. Bahkan kemampuan berjalan yang secara lahiriah dapat diperkirakan
akan muncul dengan sendirinya ternyata masih juga memerlukan belajar, meskipun
sekadar memfungsikan organ kaki anak yang sebenarnya berpotensi untuk bisa berjalan
sendiri itu.
Perkembangan
ranah cipta, seperti berpikir dan memecahkan masalah dan perkembangan ranah
rasa seperti meyakini kebenaran ajaran agama dan bertenggang rasa terhadap
orang lain, tentu tidak timbul atau ada sendiri dalam diri seorang siswa tanpa
belajar terlebih dahulu. Alhasil, kegiatan belajar siswa dalam segala bentuk
dan manifestasinya sangat diperlukan untuk mendukung proses perkembangannya
yang utuh dan menyeluruh.
Hukum
Kesatuan Anggota Badan
Proses
perkembangan fungsi-fungsi organ jasmaniah tidak terjadi tanpa diiringi proses
perkembangan fungsi-fungsi rohaniah. Dengan demikian, suatu tahapan
perkembangan tidak terlepas dari tahapan perkembangan lainnya. Jadi,
perkembangan pancaindra, misalnya, tidak terlepas dari perkembangan mendengar,
melihat, berbicara dan merasa. Selanjutnya kemampuan-kemampuan ini juga tidak
terlepas dari perkembangan berpikir, bersikap, dan berperasaan.
Dalam
hal perkembangan kognitif misalnya, seorang siswa memperoleh pengetahuan dan
pemahaman mengenai konsep benda tertentu, umpamanya kursi. Dalam memahami
konsep kursi, siswa tersebut tidak akan terpaku pada benda yang pernah ia
lihat, tetapi berkembang pada benda-benda lain yang memiliki signifikansi yang
sama dengan kursi seperti bangku, sofa, dan seterusnya. Bersamaan dengan
pengenalan benda-benda tempat duduk itu, siswa tersebut juga mengalami
perkembangan afektif, misalnya perkembangan apresiasi. Dengan berkembangnya
apresiasi, ia akan bisa menilai tempat duduk mana yang mengandung nilai seni
tinggi. Sofa ukiran Jepara contohnya, tentu akan ia nilai sebaga tempat duduk
yang lebih indah dan nyaman daripada sekadar kursi atau bangku biasa.
Perkembangan
kognitif dan afektif juga diiringi dengan perkembangan ranah psikomotor, yaitu
pelbagai keterampilan yang selaras dengan pengetahuan dan perasaan yang telah
ia miliki. Cara dan intensitas pemanfaatan keterampilan psikomotor itu pun
disesuaikan dengan kebutuhan sebagaimana yang ditunjukkan oleh persepsi akalnya
dan apresiasi ranah rasanya. Contoh: cara mengangkut dan memindahkan sofa dan
ukiran Jepara tentu berada dengan cara mengangkut dan memindahkan bangku atau
kursi biasa. Begitu juga dengan penempatannya. Sofa ukiran Jepara tentu tidak
akan ditempatkan di dapur, di ruang tamu atau ruang keluarga. Alhasil,
tahapan-tahapan perkembangan yang terjadi dalam suatu ranah akan berpengaruh
terhadap tahapan-tahapan perkembangan dalam ranah lainnya. Inilah yang dimaksud
dengan hukum kesatuan anggota badan dalam arti yang luas.
Hukum
Tempo Perkembangan
Lambat
atau cepatnya proses perkembangan seseorang tidak sama dengan orang lain.
Dengan kata lain, setiap orang memiliki tempo perkembangan masing-masing.
Tempo-tempo perkembangan manusia pada umumnya terbagi dalam kategori: cepat,
sedang, dan lambat. Tempo perkembangan yang terlalu cepat atau terlalu lambat
biasanya menunjukkan kelainan yang relatif sangat jarang terjadi.
Pada
dasarnya tempo cepat, sedang, dan lambat tidak menunjukkan kualitas proses
perkembangan seorang anak yang normal. Si A misalnya mungkin berkembang lebih
cepat daripada si B, dan si B berkembang lebih cepat daripada si C. Padahal,
mereka bertiga berasal dari keluarga yang sama. Dalam hal ini, orangtua dan
guru tak perlu merisaukannya. Sebab, secara prinsip setiap anak akan mencapai
tingkat perkembangan yang sama, hanya waktu pencapaiannya saja yang berbeda.
Namun, jika jarak waktu pencapaian suatu tahap yang dilalui seorang anak
terlalu jauh, umpamanya waktu antara penguasaan materi pelajaran kesatu dengan
materi pelajaran kedua melebihi batas lambat anak lainnya, maka orangtua dan
guru perlu segera mengambil langkah-langkah yang tepat. Mungkin, anak itu
penyandang tunagrahita atau keterbelakangan mental.
Hukum
Irama Perkembangan
Di
samping ada tempo, di dalam perkembangan juga dikenal adanya irama atau
naik-turunnya proses perkembangan. Artinya, perkembangan manusia itu tidak
tetap, terkadang naik terkadang. Pada suatu saat seorang anak mengalami
perkembangan yang tenang, sedangkan pada saat lain ia mengalami perkembangan
yang menggoncangkan.
Menurut
pengamatan para ahli psikologi, setiap anak biasanya mengalami dua masa
pancaroba atau krisis yang lazim disebut “trotz”.
Masa trotz ini terjadi dalam dua priode, yakni:
1.
Trotz
periode ke-1 atau krisis pertama terjadi pada usia 2 sampai 3 tahun dengan ciri
utama anak menjadi egois, selalu bersikap dan bertingkah laku mendahulukan
kepentingan diri sendiri.
2.
Trotz
periode ke-2 atau krisis kedua terjadi pada umur antara 14 sampai 17 tahun,
dengan ciri utama sering membantah orangtuanya sendiri dalam mencapai identitas
pribadi.
Khusus
mengenai trotz ke-2 perlu digarisbawahi, bahwa batas umur antara 14-17 tahun
bukan “harga mati”. Artinya rentang usia remaja yang mengalami krisis kedua ini
di sebuah negara mungkin berbeda dengan remaja di negara lainnya, boleh jadi
lebih cepat atau lebih lambat.
Di
negara kita sendiri perbedaan rentang, usia trotz
ke-2 itu, menurut Poerbakawatja dan Harahap (1981), tampak berbeda antara
remaja kawasan perkotaan dan remaja kawasan pedesaan khususnya di desa-desa
yang belum tersentuh budaya modern. Namun, betapapun nisbinya batasan rentang
usia strum and drung (masa gelisah)
remaja itu, yang penting bagi orangtua dan guru adalah cara memberi pengertian
yang benar dan baik bahwa kegelisahan tersebut adalah karena kematangan seksual
yang normal. Selain itu, adalah tanggung jawab orangtua dan guru untuk menuntun
mereka ke jalan yang benar agar mereka terhindar dari godaan penyalahgunaan
dorongan seksual yang bukan pada tempat dan saatnya.
Hukum
Rekapitulasi
Hukum
ini berasal dari teori rekapitulasi (recapitulation
theory) yang berisi doktrin yang menyatakan bahwa proses perkembangan
individu manusia adalah sebuah mikrokosmik (dunia kehidupan kecil) yang mencerminkan
evolusi kehidupan jenis makhluk hidup dari tingkat yang paling sederhana ke
tingkat yang paling kompleks. Ada dua aspek yang digambarkan oleh teori ini,
yakni aspek psikis dan aspek fisik (Reber, 1988).
Rekapitulasi
pada dasarnya berarti pengulangan atau ringkasan kehidupan organisme tertentu
seperti manusia yang berlangsung secara evolusioner (sangat lambat) dalam waktu
berabad-abad. Dalam hal ini, proses perkembangan psikis anak dipandang sebagai
ulangan karena adanya kesamaan dengan perilaku cultural nenek moyangnya pada
ratusan bahkan ribuan abad yang lalu.
Hukum
rekapitulasi perkembangan yang tampak pada anak-anak adalah sebagai berikut,
yakni:
1)
masa berburu dan menyamun, yakni pada
umur sekitar 8 tahun ketika ia suka bermain kejar-kejaran, perang-perangan, dan
menangkap hewan-hewan kecil seperti kupu-kupu dan capung;
2)
masa menggembala, yakni pada umur
sekitar 10 tahun ketika ia gemar memelihara hewan piaraan seperti ayam, burung,
kucing, dan sebagainya;
3)
masa bercocok tanam, yakni pada umur sekitar
12 tahun ketika ia suka mengurus tanaman di kebun atau menyiram bunga-bunga
dalam pot; dan
4)
masa berdagang, yakni pada umur 12 tahun
ke atas ketika ia suka bermain jual-jualan, kemudian meningkat menjadi
kesenangan tukar menukar foto, perangko, dan berkirim surat serta menjalin
persahabatan.
Sebagai
pelengkap uraian pada bagian ini, perlu penyusun utarakan bahwa hukum
rekapitulasi di luar empat hal di atas seperti rekapitulasi bentuk fisik
manusia (bukan kemampuan fisik) dan kepercayaan bahwa perkembangan manusia itu
merupakan gambaran sejarah kehewanan kita (traces
of our animal history) adalah tidak benar (Gleitman, 1987).
Sumber
: Buku Psikologi Pendidikan, Muhibbin Syah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar