Selasa, 23 September 2014

Ilmu Pendidikan Islam I Hakekat Sistem Pendidikan Islam I PENGERTIAN SISTEM I CIRI-CIRI SUATU SISTEM DAN KOMPONENNYA


 

PENGERTIAN SISTEM

Kata sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema yang berarti “cara, strategi”. Dalam Bahasa Inggris system berarti “Sistem, susunan, jaringan, cara”. Sistem juga diartikan “sebagai suatu strategi, cara berpikir atau model berpikir.”

Definisi tradisional menyatakan bahwa sistem adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Misalnya mobil adalah suatu sistem, yang meliputi komponen-komponen seperti roda, rem, kemudi, rumah-rumah, mesin dan sebagainya. Dalam artian yang luas, mobil sebenarnya adalah suatu subsistem atau komponen dalam sistem transportasi, di samping alat-alat transport lainnya, seperti sepeda, motor, pesawat terbang dan sebagainya. Dan dalam arti yang lebih luas lagi transportasi adalah sub-sistem atau komponen dari sistem kehidupan manusia disamping sub-sistem ekonomi.

Definisi modern juga tidak jauh berbeda dengan definisi tradisional seperti dikemukakan oleh pakar, cuma agak lebih terinci.

Roger A Kanfman mendefinisikan sistem, yaitu suatu totalitas yang tersusun dari bagian-bagian yang bekerja secara sendiri-sendiri (independent) atau bekerja bersama-sama untuk mencapai hasil atau tujuan yang diinginkan berdasarkan kebutuhan.

Mc Ashan mendefinisikan sistem sebagai strategi yang menyeluruh atau rencana diskomposisi oleh satu set elemen, yang harmonis, merepresentasikan kesatuan unit, masing-masing elemen, yang mempunyai tujuan tersendiri yang semuanya berkaitan terurut dalam bentuk yang logis.

Immegart mendefinisikan esensi sistem adalah suatu keseluruhan yang memiliki bagian-bagian yang tersusun secara sistematis, bagian-bagian itu terelasi antara satu dengan yang lain, serta peduli terhadap konteks lingkungannya. Dari pendapat di atas jelaslah bahwa sistem itu memiliki struktur yang teratur, yang saling terkait dan saling bekerjasam dalam mencapai tujuan.

CIRI-CIRI SUATU SISTEM DAN KOMPONENNYA

Suatu teori sistem menurut Reja Mudyahardjo mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1)      Keseluruhan adalah hal yang utama dan bagian-bagian adalah hal yang kedua.

2)      Integrasi adalah kondisi saling hubungan antara bagian-bagian dalam satu sistem.

3)      Bagian-bagian membentuk sebuah keseluruhan yang tak dapat dipisahkan.

4)      Bagian-bagian memainkan peran mereka dalam kesatuannya untuk mencapai tujuan dari keseluruhan.

5)      Sifat bagian dan fungsinya dalam keseluruhan dan tingkah lakunya diatur oleh keseluruhan terhadap hubungan-hubungan bagiannya.

6)      Keseluruhan adalah sebuah sistem atau sebuah kompleks atau sebuah konfigurasi dari energi dan berperilaku seperti sesuatu unsur tunggal yang tidak kompleks.

7)      Segala sesuatu haruslah dimulai dari keseluruhan sebagai suatu dasar, dan bagian-bagian serta hubungan-hubungan; baru kemudian terjadi secara berangsur-angsur.

Sedangkan J.W. Getzel dan E.G. Guba menyatakan bahwa pada umumnya sistem sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a.       Terdiri atas unsur-unsur yang saling berkaitan antara satu sama lain.

b.      Berorientasi kepada tujuan yang ditetapkan

c.       Didalamnya terdapat peraturan-peraturan dan tata tertib berbagai kegiatan dan sebagainya.

Sebuah sistem terdiri atas beberapa sub-sistem, setiap sub-sistem mungkin terdiri dari beberapa sub-subsistem, selanjutnya setiap sub-subsitem mungkin terdiri dari sub-sub-subsistem begitu seterusnya sampai bagian itu tidak dapat dibagi lagi yang disebut komponen. Setiap sub-sistem itu dalam kemandiriannya merupakan satu sistem pula.

Bila diaplikasikan dalam sistem pendidikan maka komponen-komponennya pendidikan seperti yang dikemukakan para pakar sebagai berikut:

1.      Noeng Muhadjir membagi komponen sistem kepada tiga kategori yaitu :

a.       Bertolak dari lima unsur dasar pendidikan, meliputi: yang memberi, yang menerima, tujuan, cara/jalan, dan konteks positif.

b.      Bertolak dari empat komponen pokok pendidikan, yaitu kurikulum, subjek didik, personifikasi pendidik, dan konteks belajar mengajar.

c.       Bertolak dari tiga fungsi pendidikan, yaitu pendidikan kreativitas, pendidikan moralitas, dan pendidikan produktivitas.

2.      Selanjutnya penulis membagi sistem pendidikan tersebut atas empat unsur yaitu:

a.       Kegiatan pendidikan yang meliputi: pendidikan diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, pendidikan oleh seseorang terhadap orang lain.

b.      Binaan pendidikan, mencakup: jasmani, akal dan qalbu.

c.       Tempat pendidikan, mencakup: rumah tangga, sekolah, dan masyarkat.

d.      Komponen pendidikan, mencakup: dasar, tujuan, materi, metode, media, evaluasi, administrasi biasa, dan sebagainya.

PENDEKATAN SISTEM

Menurut Reja Mudyahardja, pendekatan sistem adalah cara-cara berpikir dan bekerja yang menggunakan konsep-konsep teori sistem yang relevan dalam memecahkan masalah.

Pada awalnya pendekatan sistem digunakan dalam bidang teknik, tetapi pada akhir tahun 1950 dan awal 1960-an, pendekatan sistem mulai diaplikasikan dalam bidang pendidikan seperti merumuskan masalah, analisis kebutuhan, analisis masalah, desain metode, dan materi instruksional pelaksanaan secara eksperimental, menilai dan merivisi dan sebagainya.

Dengan demikian pendekatan sistem merupakan proses pemecahan masalah yang logis untuk mencapai hasil pendidikan secara efektif dan efisisen.

Menurut Reja Mudyhardja, sistem tersebut ada yang tertutup dan ada yang terbuka.

1.      Sistem tertutup

Sistem yang struktur organisasi bagian-bagiannya tidak mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sekurang-kurangnya dalam jangka waktu pendek. Struktur bagian-bagian tersusun secara tetap dan bentuk operasinya berjalan otomatis.

2.      Sistem Terbuka

Sistem yang struktur bagian-depannya terus menyesuaikan diri dengan masukan dari lingkungan yang terus-menerus berubah-ubah, dalam usaha dapat mencapai kapasitas optimalnya. Struktur bagian-bagian bersifat lentur dan bentuknya operasinya dinamis, karena bagian-bagian dalam sistem dapat berubah karakterisitik dan posisinya.

Pendidikan Islam dalam satu sisi bisa dikategorikan sebagai sistem tertutup karena ada prinsip-prinsip dasar dalam sistem tersebut yang sudah baku (tidak berubah dan tidak boleh diubah) yaitu al-Qur’an dan Hadis, tapi dalam sisi lain sistem pendidikan Islam dikategorikan sebagai sistem terbuka karena dalam perkembangannya selalu berkaitan erat dengan berbagai sistem dalam kehidupan masyarakat, seperti sistem ekonomi, politik, sistem sosial budaya dari masyarakat yang mempengaruhi sistem pendidikan Islam.          

MODEL PERUMUSAN SISTEM PENDIDIKAN ISLAM

Sebagai Sebuah Sistem, pendidikan Islam berbeda dengan sistem pendidikan lainnya, bahkan lebih unggul daripada sistem pendidikan non-Islam, sebab pendidikan Islam memiliki dua model, yaitu: (1) model idealisitis dan (2) model pragmatis.

1.      Model Idealisitik

Model Idealisitik adalah model yang lebih mengutamakan penggalian sistem pendidikan Islam dari ajaran dasar Islam sendiri, yaitu al-Qur’an dan Hadis yang mengandung prinsip-prinsip pokok berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek pendidikan. Menurut Azyumardi Azra, dasar-dasar pembentukan dan pengembangan pendidikan Islam yang pertama dan utama adalah al-Qur’an dan Sunnah. Model ini menggunakan pola deduktif, dengan membangun premis mayor (sebagai postulat) yang dikaji dari nash. Bangunan premis mayor ini dijadikan sebagai “kebenaran universal dan mulak” untuk diterapkan pada premis minornya. Dari proses ini akhirnya mendapatakan konklusi mengenai sistem pendidikan Islam.

Menurut Abd Mujib prosedur penyusun model ini sebagai berikut:

1)      Digali pemecahan persoalan kependidikan Islam berdasarkan nash secara langsung. Prosedur ini biasanya menggunakan pendekatan maudhu’i (tematik), yaitu mengklasifikasikan ayat atau hadits menurut kategorinya lalu menyimpulkannya.

2)      Digali dari hasil interpretasi nash para ahli filosof Islam, seperti konsep jiwa manusia menurut al-Farabi, al-Kindi, Ibn Sina, Ibn Maskawaih, Ibn Thufail dan sebagainya. Konsep ini berkaitan dengan komponen peserta didik dan pendidik. Ciri utama interpretasi kelompok ini adalah sangat mengutamakan pendidikan intelektual (al-‘aql).

3)      Digali dari hasil interpretasi para Sufi muslim, seperti konsep jiwa dan konsep ilmu menurut al-Ghazali dan lainnya. Konsep ini berkaitan dengan komponen peserta didi, pendidik, kurikulum, metode, media, alat pendidikan. Ciri utama interpretasi kelompok ini adalah sangat mengutamakan pendidikan intuisi (al-qalb).

4)      Digali dari hasil interpretasi para mufassir dan para ahli pendidikan modern, seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Iqbal dan sebagainya. Ciri utama kelompok ini adalah hasil interpretasi nashnya didukung oleh data ilmiah, seperti yang tertulis di dalam Tafsir al-Manar. Model kebenarannya sehingga ia bercorak se Islam mungkin, namun untuk merumuskannya memerlukan metodologi yang tepat dan benar Di Indonesia sebagai pakar pendidikan Islam lemah dalam penguasaan metodologi.

 

2.      Model pragmatis

Model pragmatis adalah model yang lebih mengutamakan aspek praktis dan kegunaannya. Artinya, formulasi sistem pendidikan Islam itu diambil dari sistem pendidikan kontemporer yang telah mapan, apa saja yang terdapat pada pendidikan kontemporer dapat dikembangkan dalam pendidikan Islam, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang terdapat dalam al-Qur’an dan Sunah.

Model pragmatis dilakukan dengan cara: (1) adopsi, yaitu mengambil secara utuh sistem pendidikan non-Islam, (2) asmilasi yaitu mengambil sistem pendidikan non-Islam dengan menyesuaikannya disana sini dan (3) legitimasi yaitu mengambil sistem pendidikan non Islam kemudian dicarikan Nash untuk justifikasinya.

Menurut Abd Mujib, sistem pendidikan Islam yang didasarkan model ini bersumber dari pemikiran filsafat pendidikan, psikologi pendidikan kontemporer. Sistem pendidikan yang terdapat di dalam aliran progresivisme, esensialisme, perenialisme, dan rekonstruksinisme.

Model pragmatis ini paling banyak diminati pakar pendidikan Islam. Di samping efektivitas dan efisiensinya, model ini telah teruji keunggulannya. Sistem pendidikan Islam yang dikembangkan melalui model ini memiliki posisi tersendiri bahkan mampu menjadi alternatif bagi keberadaan sistem pendidikan kontemporer.

PERBEDAAN SISTEM PENDIDIKAN ISLAM DENGAN SISTEM PENDIDIKAN NON ISLAM

Sesuai dengan namanya (Islam dan Non-Islam), perbedaan keduanya terletak pada :

1.      Sistem Ideologi

Islam memiliki idiologi al-tauhid yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Sedangkan non-Islam memiliki berbagai macam ideologi yang bersumber dari isme-isme materialis, komunis, ateis, sosialis, kapitalis dan sebagainya. Dengan begitu maka perbedaan kedua sistem tersebut adalah muatan ideologi yang mendasarinya.

Apabila ide pokok ideologi Islam berupa al-tauhid, maka setiap komponen dan tindakan sistem pendidikan Islam harus berdasarkan al-tauhid pula makna tauhid bukan hanya sekedar meng-Esakan Tuhan seperti yang di pahami oleh kaum monoteis, melainkan juga meyakinkan kesatuan penciptaan (unity of creation), kesatuan kemanusiaan (unity of mankind), kesatuan tujuan hidup (unity of purpose of life). Dengan kerangka dasar al-tauhid ini maka dalam pendidikan Islam tidak akan ditemui tindakan yang dualisme, (dikotomis) dan sekuralis. Sistem pendidikan Islam menghendaki adanya integralistik yang menyatukan kebutuhan dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, materil dan spiritual, individu dan sosial yang dijiwai dan dinafasi oleh roh tauhid.    

2.      Sistem Nilai

Pendidikan Islam bersumber dari nilai al-Qur’an dan Sunnah, sedang pendidikan non-Islam bersumberkan dari nilai yang lain. Formulasi ini relevan dengan kesimpulan di atas, sebab dalam ideologi Islam itu bermuatan nilai-nilai dasar al-Qur’an dan Sunnah, sebagai sumber asal dan ijtihad sebagai sumber tambahan. Pendidikan non-Islam sebenarnya ada juga sumber nilainya hanya dari hasil pemikiran, hasil penelitian para ahli, dan adat kebiasaan masyarakat.

Dalam pendidikan Islam nilai-nilai yang diambil dalam al-Qur’an dan sunah tersebut diinternalisasikan kepada peserta didik melalui proses pendidikan.

3.      Orientasi Pendidikan

Pendidikan Islam berorientasi kepada duniawi dan ukhrawi, sedangkan pendidikan non-Islam, orientasinya duniawi semata. Di dalam Islam kehidupan akhirat merupakan kelanjutan dari kehidupan dunia, bahkan suatu mutu kehidupan akhirat konsekuensi dari mutu kehidupan dunia. Segala perbuatan muslim dalam bidang apapun memiliki kaitan dengan akhirat.

Islam sebagai agama yang bersifat universal berisi ajaran-ajaran yang dapat membimbing manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Firman Allah SWT :

Artinya :

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dan kenikmatan (dunia)…. “. (QS., al-Mukminum : 77)

Untuk ini Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menjalin hubungan yang erat dengan Allah dan sesama manusia. Dalam hubungan ini Muhammad Saltut melihat bahwa ajaran Islam itu pada dasarnya dibagi dalam dua kelompok yaitu aqidah dan syari’ah. Muslim sejati disisi Allah ialah orang yang beriman dan melaksanakan syari’ah. Barang siapa beriman tanpa bersyari’ah atau sebaliknya bersyariah’ tanpa beriman niscaya tidak akan berhasil.

Berdasarkan hal tersebut pendidikan Islam berfungsi untuk menghasilkan manusia yang dapat menempuh kehidupan yang indah di dunia dan kehidupan yang indah di akhirat serta terhindar dari siksaan Allah yang maha pedih.

Berbeda dengan pendidikan Barat yang bertitik tolak dari filsafat pragmatism, yaitu yang mengukur kebenaran menurut kepentingan waktu, tempat dan situasi, dan berakhir pada garis hayat. Filsafat ilmunya adalah kegunaan/utilities. Fungsi pendidikan tidaklah sampai untuk menciptakan manusia yang dapat menempuh kehidupan yang indah di akhirat, akan tetapi terbatas pada kehidupan duniawiyah semata.     
 
Sumber : Buku Ilmu Pendidikan Islam, Ramayulis

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...