PENGERTIAN
SISTEM
Kata
sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema
yang berarti “cara, strategi”. Dalam Bahasa Inggris system berarti “Sistem,
susunan, jaringan, cara”. Sistem juga diartikan “sebagai suatu strategi, cara
berpikir atau model berpikir.”
Definisi
tradisional menyatakan bahwa sistem adalah seperangkat komponen atau
unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Misalnya
mobil adalah suatu sistem, yang meliputi komponen-komponen seperti roda, rem,
kemudi, rumah-rumah, mesin dan sebagainya. Dalam artian yang luas, mobil
sebenarnya adalah suatu subsistem atau komponen dalam sistem transportasi, di
samping alat-alat transport lainnya, seperti sepeda, motor, pesawat terbang dan
sebagainya. Dan dalam arti yang lebih luas lagi transportasi adalah sub-sistem
atau komponen dari sistem kehidupan manusia disamping sub-sistem ekonomi.
Definisi
modern juga tidak jauh berbeda dengan definisi tradisional seperti dikemukakan
oleh pakar, cuma agak lebih terinci.
Roger
A Kanfman mendefinisikan sistem, yaitu suatu totalitas yang tersusun dari
bagian-bagian yang bekerja secara sendiri-sendiri (independent) atau bekerja bersama-sama untuk mencapai hasil atau
tujuan yang diinginkan berdasarkan kebutuhan.
Mc
Ashan mendefinisikan sistem sebagai strategi yang menyeluruh atau rencana
diskomposisi oleh satu set elemen, yang harmonis, merepresentasikan kesatuan
unit, masing-masing elemen, yang mempunyai tujuan tersendiri yang semuanya
berkaitan terurut dalam bentuk yang logis.
Immegart
mendefinisikan esensi sistem adalah suatu keseluruhan yang memiliki
bagian-bagian yang tersusun secara sistematis, bagian-bagian itu terelasi
antara satu dengan yang lain, serta peduli terhadap konteks lingkungannya. Dari
pendapat di atas jelaslah bahwa sistem itu memiliki struktur yang teratur, yang
saling terkait dan saling bekerjasam dalam mencapai tujuan.
CIRI-CIRI
SUATU SISTEM DAN KOMPONENNYA
Suatu
teori sistem menurut Reja Mudyahardjo mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Keseluruhan
adalah hal yang utama dan bagian-bagian adalah hal yang kedua.
2) Integrasi
adalah kondisi saling hubungan antara bagian-bagian dalam satu sistem.
3) Bagian-bagian
membentuk sebuah keseluruhan yang tak dapat dipisahkan.
4) Bagian-bagian
memainkan peran mereka dalam kesatuannya untuk mencapai tujuan dari
keseluruhan.
5) Sifat
bagian dan fungsinya dalam keseluruhan dan tingkah lakunya diatur oleh
keseluruhan terhadap hubungan-hubungan bagiannya.
6) Keseluruhan
adalah sebuah sistem atau sebuah kompleks atau sebuah konfigurasi dari energi
dan berperilaku seperti sesuatu unsur tunggal yang tidak kompleks.
7) Segala
sesuatu haruslah dimulai dari keseluruhan sebagai suatu dasar, dan
bagian-bagian serta hubungan-hubungan; baru kemudian terjadi secara
berangsur-angsur.
Sedangkan
J.W. Getzel dan E.G. Guba menyatakan bahwa pada umumnya sistem sosial mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Terdiri
atas unsur-unsur yang saling berkaitan antara satu sama lain.
b. Berorientasi
kepada tujuan yang ditetapkan
c. Didalamnya
terdapat peraturan-peraturan dan tata tertib berbagai kegiatan dan sebagainya.
Sebuah
sistem terdiri atas beberapa sub-sistem, setiap sub-sistem mungkin terdiri dari
beberapa sub-subsistem, selanjutnya setiap sub-subsitem mungkin terdiri dari
sub-sub-subsistem begitu seterusnya sampai bagian itu tidak dapat dibagi lagi
yang disebut komponen. Setiap sub-sistem itu dalam kemandiriannya merupakan
satu sistem pula.
Bila
diaplikasikan dalam sistem pendidikan maka komponen-komponennya pendidikan
seperti yang dikemukakan para pakar sebagai berikut:
1. Noeng
Muhadjir membagi komponen sistem kepada tiga kategori yaitu :
a. Bertolak
dari lima unsur dasar pendidikan, meliputi: yang memberi, yang menerima,
tujuan, cara/jalan, dan konteks positif.
b. Bertolak
dari empat komponen pokok pendidikan, yaitu kurikulum, subjek didik,
personifikasi pendidik, dan konteks belajar mengajar.
c. Bertolak
dari tiga fungsi pendidikan, yaitu pendidikan kreativitas, pendidikan
moralitas, dan pendidikan produktivitas.
2. Selanjutnya
penulis membagi sistem pendidikan tersebut atas empat unsur yaitu:
a. Kegiatan
pendidikan yang meliputi: pendidikan diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, pendidikan
oleh seseorang terhadap orang lain.
b. Binaan
pendidikan, mencakup: jasmani, akal dan qalbu.
c. Tempat
pendidikan, mencakup: rumah tangga, sekolah, dan masyarkat.
d. Komponen
pendidikan, mencakup: dasar, tujuan, materi, metode, media, evaluasi, administrasi
biasa, dan sebagainya.
PENDEKATAN
SISTEM
Menurut
Reja Mudyahardja, pendekatan sistem adalah cara-cara berpikir dan bekerja yang
menggunakan konsep-konsep teori sistem yang relevan dalam memecahkan masalah.
Pada
awalnya pendekatan sistem digunakan dalam bidang teknik, tetapi pada akhir
tahun 1950 dan awal 1960-an, pendekatan sistem mulai diaplikasikan dalam bidang
pendidikan seperti merumuskan masalah, analisis kebutuhan, analisis masalah,
desain metode, dan materi instruksional pelaksanaan secara eksperimental,
menilai dan merivisi dan sebagainya.
Dengan
demikian pendekatan sistem merupakan proses pemecahan masalah yang logis untuk
mencapai hasil pendidikan secara efektif dan efisisen.
Menurut
Reja Mudyhardja, sistem tersebut ada yang tertutup dan ada yang terbuka.
1.
Sistem
tertutup
Sistem
yang struktur organisasi bagian-bagiannya tidak mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, sekurang-kurangnya dalam jangka waktu pendek. Struktur
bagian-bagian tersusun secara tetap dan bentuk operasinya berjalan otomatis.
2.
Sistem
Terbuka
Sistem
yang struktur bagian-depannya terus menyesuaikan diri dengan masukan dari
lingkungan yang terus-menerus berubah-ubah, dalam usaha dapat mencapai
kapasitas optimalnya. Struktur bagian-bagian bersifat lentur dan bentuknya
operasinya dinamis, karena bagian-bagian dalam sistem dapat berubah
karakterisitik dan posisinya.
Pendidikan
Islam dalam satu sisi bisa dikategorikan sebagai sistem tertutup karena ada
prinsip-prinsip dasar dalam sistem tersebut yang sudah baku (tidak berubah dan
tidak boleh diubah) yaitu al-Qur’an dan Hadis, tapi dalam sisi lain sistem
pendidikan Islam dikategorikan sebagai sistem terbuka karena dalam
perkembangannya selalu berkaitan erat dengan berbagai sistem dalam kehidupan
masyarakat, seperti sistem ekonomi, politik, sistem sosial budaya dari
masyarakat yang mempengaruhi sistem pendidikan Islam.
MODEL
PERUMUSAN SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
Sebagai
Sebuah Sistem, pendidikan Islam berbeda dengan sistem pendidikan lainnya,
bahkan lebih unggul daripada sistem pendidikan non-Islam, sebab pendidikan
Islam memiliki dua model, yaitu: (1) model idealisitis dan (2) model pragmatis.
1.
Model
Idealisitik
Model
Idealisitik adalah model yang lebih mengutamakan penggalian sistem pendidikan
Islam dari ajaran dasar Islam sendiri, yaitu al-Qur’an dan Hadis yang
mengandung prinsip-prinsip pokok berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek
pendidikan. Menurut Azyumardi Azra, dasar-dasar pembentukan dan pengembangan
pendidikan Islam yang pertama dan utama adalah al-Qur’an dan Sunnah. Model ini
menggunakan pola deduktif, dengan membangun premis mayor (sebagai postulat)
yang dikaji dari nash. Bangunan premis mayor ini dijadikan sebagai “kebenaran
universal dan mulak” untuk diterapkan pada premis minornya. Dari proses ini
akhirnya mendapatakan konklusi mengenai sistem pendidikan Islam.
Menurut
Abd Mujib prosedur penyusun model ini sebagai berikut:
1)
Digali pemecahan
persoalan kependidikan Islam berdasarkan nash secara langsung. Prosedur ini
biasanya menggunakan pendekatan maudhu’i
(tematik), yaitu mengklasifikasikan ayat atau hadits menurut kategorinya lalu
menyimpulkannya.
2)
Digali dari
hasil interpretasi nash para ahli
filosof Islam, seperti konsep jiwa manusia menurut al-Farabi, al-Kindi, Ibn
Sina, Ibn Maskawaih, Ibn Thufail dan sebagainya. Konsep ini berkaitan dengan
komponen peserta didik dan pendidik. Ciri utama interpretasi kelompok ini
adalah sangat mengutamakan pendidikan intelektual (al-‘aql).
3)
Digali dari
hasil interpretasi para Sufi muslim,
seperti konsep jiwa dan konsep ilmu menurut al-Ghazali dan lainnya. Konsep ini
berkaitan dengan komponen peserta didi, pendidik, kurikulum, metode, media,
alat pendidikan. Ciri utama interpretasi kelompok ini adalah sangat
mengutamakan pendidikan intuisi (al-qalb).
4)
Digali dari
hasil interpretasi para mufassir dan para ahli pendidikan modern, seperti
Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Iqbal dan sebagainya. Ciri utama kelompok ini
adalah hasil interpretasi nashnya didukung oleh data ilmiah, seperti yang
tertulis di dalam Tafsir al-Manar.
Model kebenarannya sehingga ia bercorak se Islam mungkin, namun untuk
merumuskannya memerlukan metodologi yang tepat dan benar Di Indonesia sebagai
pakar pendidikan Islam lemah dalam penguasaan metodologi.
2.
Model
pragmatis
Model
pragmatis adalah model yang lebih mengutamakan aspek praktis dan kegunaannya.
Artinya, formulasi sistem pendidikan Islam itu diambil dari sistem pendidikan
kontemporer yang telah mapan, apa saja yang terdapat pada pendidikan
kontemporer dapat dikembangkan dalam pendidikan Islam, selama tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang terdapat dalam al-Qur’an dan
Sunah.
Model
pragmatis dilakukan dengan cara: (1) adopsi, yaitu mengambil secara utuh sistem
pendidikan non-Islam, (2) asmilasi yaitu mengambil sistem pendidikan non-Islam
dengan menyesuaikannya disana sini dan (3) legitimasi yaitu mengambil sistem
pendidikan non Islam kemudian dicarikan Nash
untuk justifikasinya.
Menurut
Abd Mujib, sistem pendidikan Islam yang didasarkan model ini bersumber dari
pemikiran filsafat pendidikan, psikologi pendidikan kontemporer. Sistem pendidikan
yang terdapat di dalam aliran progresivisme, esensialisme, perenialisme, dan
rekonstruksinisme.
Model
pragmatis ini paling banyak diminati pakar pendidikan Islam. Di samping
efektivitas dan efisiensinya, model ini telah teruji keunggulannya. Sistem pendidikan
Islam yang dikembangkan melalui model ini memiliki posisi tersendiri bahkan
mampu menjadi alternatif bagi keberadaan sistem pendidikan kontemporer.
PERBEDAAN
SISTEM PENDIDIKAN ISLAM DENGAN SISTEM PENDIDIKAN NON ISLAM
Sesuai
dengan namanya (Islam dan Non-Islam), perbedaan keduanya terletak pada :
1.
Sistem
Ideologi
Islam
memiliki idiologi al-tauhid yang
bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Sedangkan non-Islam memiliki berbagai
macam ideologi yang bersumber dari isme-isme materialis, komunis, ateis, sosialis,
kapitalis dan sebagainya. Dengan begitu maka perbedaan kedua sistem tersebut
adalah muatan ideologi yang mendasarinya.
Apabila
ide pokok ideologi Islam berupa al-tauhid,
maka setiap komponen dan tindakan sistem pendidikan Islam harus berdasarkan al-tauhid pula makna tauhid bukan hanya
sekedar meng-Esakan Tuhan seperti yang di pahami oleh kaum monoteis, melainkan
juga meyakinkan kesatuan penciptaan (unity
of creation), kesatuan kemanusiaan (unity
of mankind), kesatuan tujuan hidup (unity
of purpose of life). Dengan kerangka dasar al-tauhid ini maka dalam pendidikan Islam tidak akan ditemui
tindakan yang dualisme, (dikotomis) dan sekuralis. Sistem pendidikan Islam
menghendaki adanya integralistik yang menyatukan kebutuhan dunia dan akhirat,
jasmani dan rohani, materil dan spiritual, individu dan sosial yang dijiwai dan
dinafasi oleh roh tauhid.
2.
Sistem
Nilai
Pendidikan
Islam bersumber dari nilai al-Qur’an dan Sunnah, sedang pendidikan non-Islam
bersumberkan dari nilai yang lain. Formulasi ini relevan dengan kesimpulan di
atas, sebab dalam ideologi Islam itu bermuatan nilai-nilai dasar al-Qur’an dan
Sunnah, sebagai sumber asal dan ijtihad sebagai sumber tambahan. Pendidikan
non-Islam sebenarnya ada juga sumber nilainya hanya dari hasil pemikiran, hasil
penelitian para ahli, dan adat kebiasaan masyarakat.
Dalam
pendidikan Islam nilai-nilai yang diambil dalam al-Qur’an dan sunah tersebut
diinternalisasikan kepada peserta didik melalui proses pendidikan.
3.
Orientasi
Pendidikan
Pendidikan
Islam berorientasi kepada duniawi dan ukhrawi, sedangkan pendidikan non-Islam,
orientasinya duniawi semata. Di dalam Islam kehidupan akhirat merupakan
kelanjutan dari kehidupan dunia, bahkan suatu mutu kehidupan akhirat
konsekuensi dari mutu kehidupan dunia. Segala perbuatan muslim dalam bidang
apapun memiliki kaitan dengan akhirat.
Islam
sebagai agama yang bersifat universal berisi ajaran-ajaran yang dapat
membimbing manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Firman
Allah SWT :
Artinya
:
“Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat dan janganlah kamu
melupakan kebahagiaan dan kenikmatan (dunia)…. “. (QS., al-Mukminum : 77)
Untuk
ini Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menjalin hubungan yang
erat dengan Allah dan sesama manusia. Dalam hubungan ini Muhammad Saltut
melihat bahwa ajaran Islam itu pada dasarnya dibagi dalam dua kelompok yaitu
aqidah dan syari’ah. Muslim sejati disisi Allah ialah orang yang beriman dan
melaksanakan syari’ah. Barang siapa beriman tanpa bersyari’ah atau sebaliknya
bersyariah’ tanpa beriman niscaya tidak akan berhasil.
Berdasarkan
hal tersebut pendidikan Islam berfungsi untuk menghasilkan manusia yang dapat
menempuh kehidupan yang indah di dunia dan kehidupan yang indah di akhirat
serta terhindar dari siksaan Allah yang maha pedih.
Berbeda
dengan pendidikan Barat yang bertitik tolak dari filsafat pragmatism, yaitu
yang mengukur kebenaran menurut kepentingan waktu, tempat dan situasi, dan
berakhir pada garis hayat. Filsafat ilmunya adalah kegunaan/utilities. Fungsi
pendidikan tidaklah sampai untuk menciptakan manusia yang dapat menempuh
kehidupan yang indah di akhirat, akan tetapi terbatas pada kehidupan duniawiyah
semata.
Sumber : Buku Ilmu Pendidikan Islam, Ramayulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar