Resiliensi pada
prinsipnya adalah sebuah konsep yang relatif baru dalam khasanah psikologi. Paradigma
resiliensi didasari oleh pandangan kontemporer yang muncul dari lapangan
psikiatri, psikologi, dan sosiologi tentang bagaimana anak, siswa dan orang
dewasa dapat bangkit kembali dan bertahan dari kondisi stres, trauma dan resiko
dalam kehidupan mereka. Sejumlah studi yang muncul dalam bidang resiliensi ini
menolak pandangan yang menganggap bahwa stres dan resiko (termasuk penyimpangan,
kerugian, kesalahan atau tekanan-tekanan hidup lainnya) merupakan petaka yang
tak mungkin dielakkan, yang menyebabkan berkembangnya psikopatologi atau hidup
abadi dalam lingkaran setan kemiskinan, penyimpangan, kekerasan atau kegagaln
dalam pendidikan.
Dewasa ini resiliensi
telah diterima secara luas sebagai konsep psikologi yang sangat berguna,
terutama bagi upaya membantu perkembangan anak dan siswa yang lebih baik serta
mengatasi stres sekolah yang banyak mereka alami. Apalagi disadari betapa
anak-anak dan siswa yang hidup dalam era modern sekarang ini semakin
membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi kehidupan
abad 21 yang penuh dengan perubahan-perubahan yang sangat cepat tersebut tidak
jarang menimbulkan dampak-dampak yang tidak menyenangkan bagi anak-anak dan
siswa. Untuk menghadapi kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan tersebut,
sejumlah ilmuwan, peneliti, dan praktisi di bidang sosial dan perilaku,
memandang perlu untuk membangun resiliensi. Resiliensi dianggap sebagai
kekuatan dasar yang menjadi fondasi dari semua karakter positif dalam membangun
kekuatan emosional dan psikologis seseorang. Tanpa adanya resiliensi, tidak
akan ada keberanian, ketekunan, tidak ada rasionalitas, tidak ada inight. Bahkan
resiliensi diakui sangat menentukan gaya berpikir dan keberhasilan peserta
didik dalam hidupnya, termasuk keberhasilan dalam belajar di sekolah.
Sumber : Psikologi
Perkembangan Peserta Didik, Desmita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar