“Nature” dan “nurture”
merupakan isu dasar yang menjadi perdebatan sengit dalam psikologi perkembangan.
“Nature” (alam, sifat dasar) dapat diartikan sebagai sifat khas seseorang yang
dibawa sejak kecil atau yang diwarisi sebagai sifat pembawaan. Sedangkan “nurture”
(pemeliharaan, pengasuhan)dapat diartikan sebagai faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi individu sejak dari masa pembuahan sampai selanjutnya (Chaplin,
2002).
Isu “nature” dan “nurture”
dalam psikologi perkembangan berkaitan dengan pertanyaan apakah perkembangan
individu berasal dari pembawaan genetik atau dari pengalaman yang diperoleh
dari lingkungan? Untuk mengungkapkan kedua faktor yang mempengaruhi
perkembangan ini, digunakan banyak istilah, seperti: nativisme-empirisme,
endogen-eksogen, kematangan-belajar, keturunan-lingkungan, biologi-kultur,
diperoleh-memperoleh, serta bakat-pengalaman.
Dalam sejarah psikologi
perkembangan, isu nature dan nurture ini telah menjadi perdebatan sejak lama. Namun
belakangan ini para ahli psikologi perkembangan, seperti D.O. Hebb (1949), D.
Lehrman (1953) dan T.C. Schneirla (1957), mulai memandang bahwa pembahasan
mengenai seberapa jauh pentingnya peranan nature (keturunan) dan nurture
(lingkungan) terhadap perkembangan sebagai sesuatu yang tidak penting lagi
untuk dilakukan. Pertanyaan seperti “yang mana yang lebih penting”, akan selalu
sampai pada jalan buntu. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Anne Anastasia. Anastasia
(dalam Lerner, 1976), bahkan menegaskan bahwa yang penting bukan mempersoalkan “yang
manakah” (keturunan atau lingkungan) yang merupakan penyebab tingkah laku,
melainkan “bagaimanakah” (dengan cara apakah) nature dan nurture berinteraksi
dan menghasilkan perkembangan. Menurut Anastasia pertanyaan “bagaimanakah” ini
menunjukkan adanya interaksi saling mempengaruhi antara nature dan nurture,
yang meliputi dasar-dasar bahwa:
1. Nature
dan nurture keduanya menjadi sumber timbulnya setiap perkembangan tingkah laku.
2. Nature
dan nurture tidak bisa berfungsi secara terpisah satu sama lain, tetapi harus
selalu saling berinteraksi dalam memberikan kontribusinya
3. Interaksi
dapat dikonseptualisasi sebagai suatu bentuk dari interelasi yang majemuk,
yaitu suatu hubungan yang terjadi mempengaruhi hubungan-hubungan lain yang akan
terjadi.
Sumber
: Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Desmita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar