Sabtu, 17 Mei 2014

Psikologi Perkembangan Peserta Didik I Perkembangan Resiliensi Peserta Didik I Ciri-Ciri dan Faktor-Faktor Resiliensi




Seperti halnya dalam memberikan definisi, para ahli juga berbeda pendapat dalam merumuskan ciri-ciri yang dapat menggambarkan karakteristik seorang yang resilien. Bernard (1991) misalnya, seorang yang resilien biasanya memiliki empat sifat-sifat umum, yaitu:

1.      Social competence (kompetensi sosial): kemampuan untuk memunculkan respon yang positif dari orang lain, dalam artian mengadakan hubungan-hubungan yang positif dengan orang dewasa dan teman sebaya.
2.      Problem-solving skills/metacognition (keterampilan pemecahan masalah/metakognitif): perencanaan yang memudahkan untuk mengendalikan sendiri dan memanfaatkan akal sehatnya untuk mencari bantuan dari orang lain.
3.      Autonomy (otonomi): suatu kesadaran tentang identitas diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara independen serta melakukan pengontrolan terhadap lingkungan.
4.      A sense of pupose and future (Kesadaran akan tujuan dan masa depan): kesadaran akan tujuan-tujuan, aspirasi pendidikan, ketekunan (persistence), pengharapan dan kesadaran akan suatu masa depan yang cemerlang (bright).

Sementara itu, Wolins (1993), mengajukan tujuh karakteristik internal sebagai tipe orang yang resilien, yaitu:
1.      Initiative (inisiatif), yang terlihat dari upaya mereka melakukan eksplorasi terhadap lingkungan mereka dan kemampuan individual untuk mengambil peran/bertindak.
2.      Independence (independen), yang terlihat dari kemampuan seseorang menghindar atau menjauhkan diri dari keadaan yang tidak menyenangkan dan otonomi dalam bertindak.
3.      Insight (berwawasan), yang terlihat dari kesadaran kritis seseorang terhadap kesalahan atau penyimpangan yang terjadi dalam lingkungannya atau bagi orang dewasa ditunjukkan dengan perkembangan persepsi tentang apa yang salah dan menganalisis mengapa ia salah.
4.      Relationship (hubungan), yang terlihat dari upaya seseorang menjalin hubungan dengan orang lain.
5.      Humor (humor), yang terlihat dari kemampuan seseorang mengungkapkan perasaan humor di tengah situasi yang menegangkan atau mencairkan suasana kebekuan.
6.      Creativitas (kreativitas), yang ditujukan melalui permainan-permainan kreatif dan pengungkapan diri.
7.      Morality (moralitas), yang ditunjukkan dengan pertimbangan seseorang tentang baik dan buruk, mendahulukan kepentingan orang lain dan bertindak dengan integritas.

Henderson dan Milstein (2003), menyebutkan 12 karakteristik internal resiliensi, yaitu:
1.      Kesedian diri untuk melayani orang lain.
2.      Menggunakan keterampilan-keterampilan hidup; mencakup keterampilan mengambilan keputusan dengan baik, tegas, keterampilan mengontrol impuls-impuls dan problem solving.
3.      Sosiabilitas; kemampuan untuk menjadi seorang teman, kemampuan utnuk membentuk hubungan-hubungan yang positif.
4.      Memiliki perasaan  humor.
5.      Lokus kontrol internal.
6.      Otonomi, independen.
7.      Memiliki pandangan yang positif terhadap masa depan.
8.      Fleksibilitas.
9.      Memiliki kapasitas untuk terus belajar.
10.  Motivasi diri.
11.  Kompetensi personal.
12.  Memiliki harga diri dan percaya diri.

Kemudian, berdasarkan konsensus dari sejumlah peneliti dan praktisi yang terlibat aktif dalam pengembangan resiliensi, The International Resilience Project merumuskan ciri-ciri atau sifat-sifat seorang yang resilien dalam tiga kategori, yaitu (1) external supports and resources, (2) internal, personal strenghths dan (3) social, interpersonal skills. Dalam perkembangan selanjutnya, ketiga kategori yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik dan sifat-sifat seorang yang resilien tersebut digunakan istilah-istilah pengganti. Sebagai pengganti istilah karakteristik external supports and resources, digunakan istilah I HAVE, pengganti istilah karakteristik internal, personal strenghts, digunakan istilah I AM, dan pengganti istilah karakteristik social, interpersonal skills, digunakan istilah I CAN (Groterberg, 1995, 1996, 1999). 

Dalam banyak literatur tentang resiliensi yang ditulis belakangan, ternyata istilah-istilah pengganti ini yang cenderung digunakan secara luas ketimbang istilah aslinya. Sejumlah ahli percaya bahwa pemberdayaan ketiga karakteristik (I HAVE, I AM, dan I CAN) inilah yang memungkinkan seseorang termasuk siswa, dapat bertahan dalam dan mengatasi kondisi-kondisi adversitas serta mengembangkan resiliensinya.

I HAVE (Aku punya) merupakan karakteristik resiliensi yang bersumber dari pemaknaan siswa terhadap besarnya dukungan dan sumber daya yang diberikan oleh lingkungan sosial (external Supports and resources) terhadap dirinya. Sumber I HAVE ini memiliki beberapa kualitas yang memberikan sumbangan bagi pembentukan resilien, yaitu:
·         Trusting relationships;
·         Access to health, education, welfare and security service;
·         Emotional support outside the family;
·         Structure and rules at home;
·         Parental encouragement of autonomy;
·         Stable home environment;
·         Role models;
·         Religious organizations (morality).   

I AM (Aku ini) merupakan karakteristik resiliensi yang bersumber dari kekuatan pribadi (personal strenghths) yang dimiliki oleh siswa. Sumber I AM ini memiliki beberapa kualitas yang memberikan sumbangan bagi pembentukan resiliensi, yaitu:
·         Sense of being lovable;
·         Autonomy;
·         Appealing temperament;
·         Achievment oriented;
·         Self-esteem;
·         Hope, faith, belief in God, morality, trust;
·         Empathy and altruism;
·         Locus of control.

I CAN (Aku dapat) adalah karakteristik resiliensi yang bersumber dari apa saja yang dapat dilakukan oleh siswa sehubungan dengan keterampilan-keterampilan sosial dan interpersonal (social, interpersonal skills). Keterampilan-keterampilan ini meliputi:
·         Creativity;
·         Persistence;
·         Humor;
·         Communication;
·         Problem solving;
·         Impulse control;
·         Seeking trusting relationships;
·         Social skills;
·         Intellectual skills.

Resiliensi merupakan hasil kombinasi dari faktor-faktor I HAVE, I AM, DAN I CAN tersebut. Untuk menjadi seorang yang resilien, tidak cukup hanya memiliki satu karakteristik/faktor saja, melainkan harus ditopang oleh karakteristik-karakteristik/faktor-faktor lain. Misalnya, seorang siswa mungkin dicintai (I HAVE), tetapi jika ia tidak mempunyai kekuatan dalam dirinya (I AM) atau tidak memiliki keterampilan-keterampilan interpersonal dan sosial (I CAN), maka ia tidak dapat menjadi seorang yang resilien. Demikian juga, seorang siswa mungkin mempunyai harga diri (I AM), tetapi jika ia tidak mengetahui bagaimana berkomunikasi dengan orang lain atau memecahkan masalah (I CAN) dan tidak ada orang yang membantunya (I HAVE), maka ia tidak menjadi resilien.

Oleh sebab itu, untuk menumbuhkan resiliensi siswa, ketiga karakteristik/faktor tersebut harus saling berinteraksi satu sama lain. Interaksi ketiga karakteristik/faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas sosial, termasuk rumah, sekolah dan masyarakat, dimana siswa hidup. Setidaknya terdapat lima faktor yang sangat menentukan kualitas interaksi dari I HAVE, I AM, dan I CAN tersebut (Grotberg, 199), yaitu:

1.      Trust
Trust (kepercayaan) merupakan faktor resiliensi yang berhubungan dengan bagaimana lingkungan mengembangkan rasa percaya siswa. Perasaan percaya ini akan sangat menentukan seberapa jauh siswa memiliki kepercayaan terhadap orang lain mengenai hidupnya, kebutuhan-kebutuhannya dan perasaan-perasaannya, serta kepercayaan terhadap diri sendiri, terhadap kemampuan, tindakan dan masa depannya. Kepercayaan akan menjadi sumber pertama bagi pembentukan resiliensi pada siswa. Oleh karena itu, bila siswa diasuh dan dididik dengan perasaan penuh kasih sayang dan kemudian mampu mengembangkan relasi yang berlandaskan kepercayaan (I HAVE), maka akan tumbuh pemahaman darinya bahwa ia dicintai dan dipercaya (I AM). Kondisi demikian pada gilirannya akan menjadi dasar bagi siswa ketika ia berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya secara bebas (I CAN).

2.      Autonomy
Autonomy (otonomi), yaitu faktor resiliensi yang berkaitan dengan seberapa jauh siswa menyadari bahwa dirinya terpisah dan berbeda dari lingkungan sekitar sebagai kesatuan diri-pribadi. Pemahaman bahwa dirinya juga merupakan sosok mandiri yang terpisah dan berbeda dari lingkungan sekitar, akan membentuk kekuatan-kekuatan tertentu pada siswa. Kekuatan tersebut akan sangat menentukan tindakan siswa ketika menghadapi masalah. Oleh sebab itu, apabila siswa berada di lingkungan yang memberikan kesempatan padanya untuk menumbuhkan otonomi dirinya (I HAVE), maka ia akan memiliki pemahaman bahwa dirinya adalah seorang yang mandiri, independen (I AM). Kondisi demikian pada gilirannya akan menjadi dasar bagi dirinya untuk mampu memecahkan masalah dengan kekuatan dirinya sendiri (I CAN).

3.      Initiative
Initiative (inisiatif), yaitu faktor ketiga pembentukan resiliensi yang berperan dalam penumbuhan minat siswa melakukan sesuatu yang baru. Inisiatif juga berperan dalam mempengaruhi siswa mengikuti berbagai macam aktivitas atau menjadi bagian dari suatu kelompok. Dengan inisiatif, siswa menghadapi kenyataan bahwa dunia adalah lingkungan dari berbagai macam aktivitas, di mana ia dapat mengambil bagian untuk berperan aktif dari setiap aktivias yang ada. Ketika siswa berada pada lingkungan yang memberikan kesempatan mengikuti aktivitas (I HAVE), maka siswa akan memiliki sikap optimis serta bertanggung jawab (I AM). Kondisi ini pada gilirannya juga akan menumbuhkan perasaan mampu siswa untuk mengemukakan ide-ide kreatif, menjadi pemimpin (I CAN).

4.      Industry
Industry (industri), yaitu faktor resiliensi yang berhubungan dengan pengembangan keterampilan-keterampilan berkaitan dengan aktivitas rumah, sekolah, dan sosialisasi. Melalui penguasaan keterampilan-keterampilan tersebut, siswa akan mampu mencapai prestasi, baik di rumah, sekolah, maupun di lingkungan sosial. Dengan prestasi tersebut, akan menentukan penerimaan siswa di lingkungannya. Bila siswa berada di lingkungan yang memberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan, baik di rumah, sekolah maupun di lingkungan sosial (I HAVE), maka siswa akan mengembangkan perasaan bangga terhadap prestasi-prestasi yang telah dan akan dicapainya (I AM). Kondisi demikan pada gilirannya akan menumbuhkan perasaan mampu serta berupaya untuk memecahkan setiap persoalan, atau mencapai prestasi sesuai dengan kebutuhannya (I CAN).

5.      Identity
Identity (identitas), yaitu faktor resiliensi yang berkaitan dengan pengembangan pemahaman siswa akan dirinya sendiri, baik kondisi fisik maupun psikologinya. Identitas membantu siswa mendefinisikan dirinya dan mempengaruhi self-image-nya. Identitas ini diperkuat melalui hubungan dengan faktor-faktor resiliensi lainnya. Apabila siswa memiliki lingkungan yang memberikan umpan balik berdasarkan kasih sayang, pengahargaan atas prestasi dan kemampuan yang dimilikinya (I HAVE), maka siswa akan menerima keadaan diri dan orang lain (I AM). Kondisi demikian pada gilirannya akan menumbuhkan perasaan mampu untuk mengendalikan, mengarahkan dan mengatur diri, serta menjadi dasar untuk menerima kritikan dari orang lain (I CAN).

Kelima faktor (kepercayaan, otonomi, inisiatif, industri, dan identitas) tersebut merupakan landasan utama bagi pengembangan resiliensi siswa, terutama dalam menghadapi situasi yang penuh stres.

Sumber : Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Desmita

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...