Mengajar merupakan
istilah kunci yang hampir tak pernah lupa dari pembahasan mengenai pendidikan
karena keeratan hubungan antara keduanya. Sebagaian orang menganggap mengajar
hanya sebagai salah satu alat atau cara dalam menyelenggarakan pendidikan,
bukan pendidikan itu sendiri. Konotasinya jelas, karena mengajar hanya salah
satu cara mendidik maka pendidikan pun dapat berlangsung tanpa pengajaran.
Anggapan ini muncul karena adanya asumsi tradisional yang menyatakan bahwa
mengajar itu merupakan kegiatan seorang guru yang hanya menumbuhkembangkan
ranah cipta murid-muridnya, sedangkan ranah rasa dan karsa mereka terlupakan.
Sebagian orang
menganggap bahwa mengajar tak berbeda dengan mendidik. Oleh karenanya, istilah
mengajar/pengajaran yang dalam bahasa Arab disebut taklim (baca: ta’lim) dan
dalam bahasa Inggris teaching itu
kurang lebih sama artinya dengan pendidikan yakni tarbiyah dalam bahasa Arab dan education
dalam bahasa Inggris. Implikasinya ialah, setiap kegiatan kependidikan yang
bersifat formal hendaknya dilakukan oleh pendidikan professional yang bertugas
antara lain melaksanakan pembelajaran (baca: proses membuat murid belajar)
sebgaimana yang diisyaratkan dalam UU No. 20/ 2003 Bab XI Pasal 39 ayat 2.
Meskipun hingga kini
masih banyak orang yang bersikeras mempertahankan ketidaksamaan antara mengajar
dengan mendidik, dalam kenyataan sehari-hari tidak terdapat perbedaan yang
tegas antara keduanya. Sebagai contoh, seorang guru yang pekerjaan sehari-harinya.
Mengajar di kelasa V misalnya, memang lazim juga disebut pendidik bahkan jarang
sekali orang menyebutnya sebagai pengajar. Namun, ketika ia sedang menjalankan
tugasnya di dalam kelas, orang tak akan pernah mengatakan, “Pak guru itu sedang
mendidik murid-murid kelas V.”
Ungkapan ini tentu
tidak salah, namun tidak lazim dan membawa kesan berlebihan. Ada ungkapan lain
yang lebih umum dipakai sebagai pengganti ungkapan tadi, yakni, “Pak guru
sedang mengajar murid-murid kelas V.” Sudah tentu, kata “mengajar” dalam
ungkapan terakhir itu tidak terlepas dari mendidik sebagaimana yang telah
disinggung di muka.
Dalam menjalankan
tugasnya sebagai penyaji pelajaran khususnya di kelas, guru tidak hanya
dituntut mentransfer pengetahuan atau isi pelajaran yang ia sajikan kepada para
siswanya melainkan lebih daripada itu. Sepanjang memungkinkan guru juga harus
mentransfer kecakapan karsa dan kecakapan rasa yang terkandung dalam materi
pelajaran yang disajikan. Dalam arti yang lebih ideal, mengajar bahkan mengandung
konotasi membimbing dan membantu untuk memudahkan siswa dalam menjalani proses
perubahnnya sendiri, yakni proses belajar untuk meraih kecakapan cipta, rasa,
dan karsa yang menyeluruh dan utuh. Sudah tentu kecakapan-kecakapan seluruh
ranah psikologis tersebut tak dapat dicapai sekaligus tetapi berproses, setahap
demi setahap.
Sumber : Buku
Psikologi Pendidkan, Muhibbin Syah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar