Pertumbuhan
jasmani dan perkembangan rohani yang disebutkan di atas, sebenarnya merupakan
satu kesatuan dalam diri manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain. Laju
perkembangan rohani dipengaruhi laju pertumbuhan jasmani, demikian pula
sebaliknya. Pertumbuhan dan perkembangan itu pada umumnya berjalan selaras dan
pada tahap-tahap tertentu menghasilkan suatu “kamatangan”, baik kematangan
jasmani maupun kematangan mental.
Istilah
“kematangan”, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan maturation, sering dilawankan dengan immaturation, yang artinya tidak matang. Seperti pertumbuhan,
kematangan juga berasal dari istilah yang sering digunakan dalam biologi, yang menunjuk
pada keranuman atau kemasakan. Kemudian istilah ini diambil untuk digunakan
dalam perkembangan individu karena dipandang terdapat beberapa persesuaian.
Chaplin
(2002) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembgnan, proses
mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal
dari keturunan, atau merupakan tingkah laku khusus spesies (jenis, rumpun).
Myers (1996), mendefinisikan kematangan (maturation) sebagai “biological growth processes that enable
orderly in behavior; relatively uninfluenced by experience. Menurut Zigler
dan Stevenson (1993), kematangan adalah “The
orderly physiological changes that occur in all species over time and that
appear to unfold according to a genetic blueprint.”
Davidolf
(1988), menggunakan istilah kematangan (maturation) untuk menunjuk pada
munculnya pola perilaku tertetnu yang bergantung pada pertumbuhan jasmani dan
kesiapan susunan saraf. Proses kematangan ini juga sangat bergantung pada gen,
karena pada saat terjadinya pembuahan, gen sudah memprogramkan potensi-potensi
tertentu untuk perkembangan makhluk tersebut di kemudian hari. Banyak dari
potensi tersebut yang sudah lengkap ketika ia dilahirkan, dan ini dapat
terlihat dari perjalanan perkembangan makhluk itu secara perlahan-lahan di
kemudian hari.
Jadi,
kematangan itu sebenarnya merupakan suatu potensi yang dibawa individu sejak
lahir; timbul dan bersatu dengan pembawaannya serta turut mengatur pola
perkembangan tingkah laku individu. Meskipun demikian, kematangan tidak dapat dikategorikan
sebagai faktor keturunan atau pembawaan karena kematangan ini merupakan suatu
sifat tersendiri yang umum dimiliki oleh setiap individu dalam bentuk dan masa
tertentu.
Kematangan mula-mula
merupakan suatu hasil daripada adanya perubahan-perubahan tertentu dan
penyesuaian struktur pada diri individu, seperti adanya kematangan
jaringan-jaringan tubuh, saraf, dan kelenjar-kelenjar yang disebut dengan
kematangan biologis. Kematangan terjadi pula pada aspek-aspek psikis yang
meliputi keadaan berpikir, rasa, kemauan, dan lain-lain, serta kematangan pada
aspek psikis ini yang memerlukan latihan-latihan. Misalnya, anak yang baru
berusia lima tahun dianggap masih belum matang untuk menangkap masalah-masalah
yang bersifat abstrak, oleh karena itu, anak yang bersangkutan belum bisa
diberikan matematika dan angk-angka. Pada usia sekitar empat bulan, seorang
anak belum matang didudukkan, karena berdasarkan penelitian bahwa kemampuan
leher dan kepalanya belum mampu untuk tegak. Usaha pemaksaan terhadap kecepatan
tibanya masa kematangan yang terlalu awal akan mengakibatkan kerusakan atau
kegagalan dalam perkembangan tingkah laku individu yang bersangkutan.
Sumber :
Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Desmita, Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar