Madinah merupakan jantung peradaban Islam ketika itu. Umat Islam relatif masih
mempertahankan gaya hidup sederhana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Namun jauh di luar kota Madinah, keadaannya sedikit berbeda. Banyak kota- kota yang telah mengenal kebudayaan imperium Romawi atau Persia memiliki kebiasaan menempatkan para pemimpin mereka di gedung-gedung megah, berpakaian mewah serta kebiasaan - kebiasaan aristokrat lainnya. Sebagai khalifah Umar merasa khawatir
para penguasa akan terjangkiti penyakit individualistik (tak perduli terhadap kondisi umat), materialistik (menumpuk
kekayaan pribadi) dan hedonisitik (memburu kesenangan sesaat) sebagaimana para penguasa Persia dan Romawi.
Ia khawatir kebudayaan asing yang negatif tersebut dapat menggerus nilai-nilai bersahaja agama Islam yang telah
dibangun oleh Rasulullah. Untuk itu Umar merasa perlu untuk mengirimkan sepucuk
surat kepada wali kota Azerbaijan, Uthbah bin Farqad.
Dalam hikayat Abu Utsman An Nahdi, Umar pernah mengirim surat kepada Uthbah, sang walikota Azerbaijan. Surat tersebut berisi peringatan Umar yang berbunyi:
”Wahai Utbah bin Farqad! Jabatan itu bukan hasil jerih payahmu dan bukan pula
jerih payah ayah dan ibumu. Karena itu kenyangkanlah kaum muslimin di negeri mereka dengan apa yang mengenyangkan di rumahmu, hindari bermewah-mewah, hindari memakai pakaian ahli syirik dan hindarilah memakai sutera.”
Teguran Umar ini berdasarkan hadis Rasulullah, "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum berarti dia bagian dari kaum
itu." Demikianlah umar memaknai peniruan
(tasyabuh) atas budaya yang negatif sebagai sesuatu yang berbahaya. Sikap meniru juga menunjukkan lemahnya kepribadian yang menciptakan generasi bunglon yang gampang terombang-ambing dan kerjanya cuma mengekor.
Sumber : https://www.facebook.com/KumpulanSejarahIslam?ref=stream
Tidak ada komentar:
Posting Komentar