Minggu, 20 April 2014

Madinah dan Indonesia



Nabi Muhammad SAW berada di Makkah selama 13 tahun untuk membangun komunitas yang militan. Beliau melakukan
proses kaderisasi yang ketat dengan menggelorakan ukhuwah islamiyah. Inilah generasi pertama Islam.

Setelah itu beliau pindah ke kota Yastrib (Madinah). Kota ini ternyata sangat majemuk. Penduduk Islam lokal namanya
Ansor, para pendatang dinamakan Muhajirin, dan orang Yahudi di sana terdiri
dari tiga suku besar. Masih ada juga golongan lainnya musyrik dalam jumlah kecil.

Setelah melihat masyarakat Yastrib yang majemuk, maka Nabi Muhammad tidak lagi
menggunakan istilah ukhuwah Islamiyah, tetapi ukhuwah madaniyah, persaudaraan
untuk seluruh penduduk.

Semua sama kedudukannya dalam hukum, siapapun dia. Siapapun yang salah, tidak melihat sukunya harus dihukum. Demikian sebaliknya. Inilah yang dinamakan
tamaddun. Maka Yastrib kemudian diubah namanya menjadi Madinah. Ini artinya kota yang sudah menggunakan
nilai-nilai universal. Dalam Piagam Madinah terdapat 47 pasal.

Nabi bertemu dengan
seluruh pimpinan suku dan kemudian sepakat mengelurakan kesepakatan
Madinah. (Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah: 120-122).

Dari 47 point, tidak ada kata Islam. Tidak satupun mengutip Al-Qur’an. Prinsip-prinsip universal saja yang digunakan.
Malah dalam poin 15 disebutkan semua agama diberi kebebasan menggunakan
agamanya masing-masing. Terakhir dalam Piagam Madinah ini disebutkan bahwa
kesepakatan ini untuk membela yang benar.

Ini bukan omong kosong, yang selanjutnya ditaruh di rak saja. Terbukti ketika ada orang Islam membunuh Yahudi, Nabi
marah besar dan bersabda: “Barangsiapa yang membunuh orang non Muslim, maka
ia berhadapan dengan saya. Saya pengacaranya,” begitulah kira-kira.

Luar biasa Akhirnya Nabi terpaksa mencari para donor untuk menyumbang ahli waris
Yahudi sebagai ganti ruginya. Ini bukan omong kosong.

Lagi, suatu saat ada janazah yang lewat, Nabi berdiri untuk menghormatinya. Sahabat mengingatkan, "ini jenazahnya
orang Yahudi." Nabi mengatakan, ”Ya saya tahu ini jenazahnya orang Yahudi”.

Nah, Indonesia ini kondisinya seperti Madinah, ada sekian agama, sekian etnis, sekian budaya.

Dulu ada KH Wahid Hasyim, salah satu dari anggota tim sembilan PPKI. Ia setuju
penghapusan 9 kata dalam Piagam Jakarta demi persatuan. Ia juga mengusulkan
adanya Departemen Agama yang fungsinya khusus untuk membangun keagamaan, agar hidup rukun antara agama dan menjalankan agama masing-
masing dengan baik.


 Sumber : https://www.facebook.com/KumpulanSejarahIslam?ref=stream

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...