Belajar
adalah key term (istilah kunci) yang
paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya
tidak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu
mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan
upaya kependidikan, misalnya psikologi pendidikan. Karena demikian pentingnya
arti belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi
pendidikan pun diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan
mendalam mengenai proses perubahan manusia itu.
Perubahan
dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam
belajar. Karena kemampuan berubahlah, manusia terbebas dari kemandegan
fungsinya sebagai khalifah di bumi. Selain itu, dengan kemampuan berubah melalu
belajar itu, manusia secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih, dan menetapkan
keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya.
Banyak
sekali kalau bukan seluruhnya bentuk-bentuk perubahan yang terdapat dalam diri
manusia yang bergantung pada belajar, sehingga kualitas peradaban manusia juga
terpulang pada materi dan cara ia belajar. E.L. Thorndike meramalkan, jika
kemampuan belajar umat manusia dikurangi setengahnya saja maka perdaban yang
ada sekarang tak akan berguna bagi generasi mendatang. Bahkan, mungkin peradaban
itu sendiri akan lenyap ditelan zaman (Howe, 1980).
Belajar
juga memainkan peran penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat
manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara
bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu maju karena belajar. Akibat persaingan
tersebut, kenyataan tragis juga bisa terjadi karena belajar. Contoh, tidak
sedikit orang pintar yang menggunakan kepintarannya untuk mengintimidasi bahkan
menghancurkan kehidupan orang lain.
Kenyataan
tragis lainnya yang lebih parah juga muncul karena hasil belajar. Hasil belajar
pengetahuan dan teknologi tinggi, misalnya, tak jarang digunakan untuk membuat
senjata pemusnah sesama umat manusia. Alhasil, kinerja akademik (academic performance) yang merupakan
hasil belajar itu, di samping membawa manfaat, terkadang juga membawa madarat.
Akan hilangkah arti penting upaya belajar karena timbulnya tragedi-tragedi
tadi?
Meskipun
ada dampak negatif dari hasil belajar sekelompok manusia tertentu, kegiatan
belajar tetap memiliki arti penting. Alasannya, seperti yang telah dikemukakan
di atas, belajar itu berfungsi sebagi alat mempertahankan kehidupan manusia.
Artinya, dengan ilmu dan teknologi, hasil belajar kelompok manusia tertindas
itu juga dapat digunakan untuk membangun benteng pertahanan. Iptek juga dapat
dipakai untuk membuat senjata penangkis agresi sekelompok manusia tertentu yang
mungkin hanya dikendalikan oleh segelintir oknum, yakni manusia yang mungkin
mengalami gangguan psychopathy yang
berwatak merusak dan antisosial (Reber, 1988).
Selanjutnya,
dalam perspektif keagamaan pun (dalam hal ini Islam), belajar merupakan
kewajiban bagi setiap muslim dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga
derajat kehidupannya meningkat. Hal ini dinyatakan dalam surah Mujadalah: 11
yang artinya: … niscaya Allah akan
meninggalkan beberapa derajat kepada orang-orang beriman dan “berilmu”.
Ilmu dalam hal ini tentu saja harus berupa pengetahuan yang relevan dengan
tuntutan zaman dan bermanfaat bagi kehidupan orang banyak.
Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tadi, Anda selaku calon guru atau guru yang
professional seyogianya melihat hasil belajar siswa dari berbagai sudut kinerja
psikologis yang utuh dan menyeluruh. Sehubungan dengan ini, seorang siswa yang
menempuh proses belajar, idealnya ditandai oleh munculny pengalaman-pengalaman
psikologis baru yang positif. Pengalaman-pengalaman yang bersifat kejiwaan
tersebut diharapkan dapat mengembangkan aneka ragam sifat, sikap, dan kecakapan
yang konstruktif, bukan kecakapan yang destruktif (merusak).
Untuk
mencapai hasil belajar yang ideal seperti di atas, kemampuan para pendidik
teristimewa guru dalam membimbing belajar murid-muridnya amat dituntut. Jika
guru dalam keadaan siap dan memiliki profesiensi (berkemampuan tinggi) dalam
menunaikan kewajibannya, harapan terciptanya sumber daya manusia yang
berkualitas sudah tentu akan tercapai.
Sumber : Buku
Psikologi Pendidikan, Muhibbin Syah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar