Jumat, 01 Agustus 2014

Filsafat I Tema-Tema Filsafat I Penyelidikan kosmologis I Alam Semesta, ruang dan waktu



Tema-Tema Filsafat

Dalam urutan seperti apa kita akan melanjutkan penyelidikan filsafat? Dengan persoalan yang mana dulu kita akan mulai? Akankah penyelidikan filsafat mengelompokkan diri ke dalam beberapa rencana yang pasti? Lalu, dari sejak awal, bisakah kita, menerima begitu saja pandangan yang sudah jadi (a bird’s-eye view) atas berbagai penyelidikan filsafat? Ketika sang gadis kecil mengintip ke arah luar jendela dan bertanya kepada ibunya bagaimana semua yang ada di (luar) sana menjadi dunia, saya pikir dia mengajari kita dari mana kita harus mulai berfilsafat.

Apa itu dunia? Bagaimana asal-muasal terjadinya dunia? Bagaimana dunia berkembang sebagaimana adanya seperti sekarang ini? Orang Yunani kuno, yang pertama kali mempelajari filsafat secara sistematis, juga mulai dengan pertanyaan ini. Mereka menyebut penyelidikannya dengan kosmologi.

Penyelidikan kosmologis

Sekarang, kita bisa mengadopsi rencana di atas dan mulai dengan studi tentang kosmologi, menyelidiki, pertama, tentang cosmos atau alam semesta dan tentang hakekat ruang dan waktu. Kedua, kita barangkali menanyakan tentang bumi dan asal mula adanya kehidupan di permukaan bumi. Berikutnya kita akan dengan mudah mempelajari Evolusi dalam kehidupan dan ini akan mengantarkan kepada persoalan tentang tujuannya jika evolusi itu memang ada. Teleologi adalah nama yang diberikan untuk mempelajari maksud, tujuan dan rancangan (design) dari alam. Di bawah ini adalah kelompok pertama persoalan-persoalan filsafat yang kita susun ke dalam sebuah bagan.

Alam semesta, ruang dan waktu
Asal usul dan hakekat kehidupan
Filsafat Evolusi
Adakah maksud, tujuan, guna serta rancangan/ design dalam alam? (teleology)

Penyelidikan Kosmologis-> 





Alam Semesta, ruang dan waktu
Alam semesta adalah totalitas ruang dan semua yang ada di dalamnya. Lebih tepatnya alam semesta dapat didefinisikan sebagai totalitas ruang, waktu dan materi atau bermacam-macam ruang dan waktu.
Pada zaman paling mutakhir ini, pengetahuan kita tentang semesta fisik telah begitu luas dengan berbagai prestasi. Hal ini atas kerja sama antara astronomi, fisika matematis dan astrofisika dibantu dengan seni fotografi dan spectroscopy dan dengan teleskop paling modern, sempurna dan paling mengagumkan kita semua. Sebagaimana kita harapkan, Teleskop terbesar di pegunungan Wilson California dengan reflektor 200 inci. Teleskop baru akan memperluas sekitar seribu kali lipat area ruang angkasa yang bisa diamati  dan jarak yang diamati atas objek sekitar 10 kali lipat melampaui kekuatan alat kita sekarang; dan teleskop terbesar kita sekarang memungkinkan kita mengamati secara fotografis berbagai objek yang sangat jauh yang membutuhkan 500.000.000 tahun cahaya untuk menjangkau kita. Sementara kecepatan cahaya satu detik sama dengan 186.000 mil.
Akumulasi pengetahuan yang dalam atas alam semesta fisik ini, pasti memuaskan tuntutan atas keingintahuan filsafat. Banyak hal yang kita kagumi sekarang ini berada dalam proses penjelasan. Walaupun berbagai jawaban kadang-kadang tentatif, sementara dan ragu-ragu dan walaupun tanpa suatu penyelesaian akhir, perkembangan kita atas pemahaman dunia fisik pun terus di dalami baik dalam aspek mikroskopis maupun makroskopis tetapi sepertinya hasilnya masih saja membingungkan. Namun demikian beberapa teka-teki alam semesta telah terjawab.
Dalam pembahasan ini kita akan menunjukkan beberapa jawaban atas pertanyaan yang paling membingungkan kita tentang alam semesta sebagai satu kesatuan. Apa yang paling mengesankan kita ketika berada di bawah naungan astronomi adalah bahwa kita mulai berpikir tentang alam semesta beserta dengan keluasannya yang luar biasa itu; namun pada saat yang sama kita mengatakan bahwa semesta itu sebagai sesuatu yang abadi; dengan demikian barangkali kita akan mengucapkan kembali argumen kuno untuk membuktikan bahwa alam semesta itu dalam arti luas, abadi. Argumen ini menyatakan bahwa jika alam semesta itu terbatas dan kita bisa berada di luar jangkaunnya lalu melemparkan sebuah lembing ke arah luar maka lembing tersebut harus terus bergerak atau terlempar kembali karena beberapa rintangan. Dalam salah satu kasus, harus ada yang melewati batas luar tadi, betapapun jauhnya kita menduga bahwa itu akan terjadi.
Tetapi para ahli matematika sekarang tidak terkesan dengan alasan ini. Lembing mungkin saja bergerak terus tetapi lembing akan berputar dan berkeliling. Alam semesta mungkin terbatas tetapi sekaligus tak terbatas. Sinar cahaya yang terpancar dari matahari mungkin terus memancar tidak terbatas tetapi suatu saat akan kembali ke titik dekat tempat asalnya. Misalnya, bumi merupakan bentuk yang terbatas akan tetapi jika sebuah benda berangkat dari satu titik ekuator atau pusat bumi dan bergerak mengelilingi dalam bentuk spiral maka benda tersebut bisa selamanya berputar mengelilingi bentuk tersebut. Selanjutnya jika benda tersebut bergerak dalam bentuk spiral dengan ruang pergerakan yang sangat kecil (infinitesimal). Maka benda tersebut bisa bergerak terus tanpa pernah kembali ke titik asalnya. Verifikasi atas teori bahwa alam semesta itu terbatas namun tidak terbatas miliki masa depan. Einstein percaya bahwa pengujiannya berangkat dari teori relativitas bahwa ruang itu terbatas dan kembali lagi pada dirinya sendiri. Bagaimanapun juga lengkungannya bergantung pada materi yang mengisinya dan ada materi yang lebih besar dari lengkungannya tersebut. Di sekitar masa materi terbesar seperti matahari atau beberapa bintang lainnya lengkungannya mesti lebih besar.
Tetapi jika alam semesta ini terbatas, pada akhirnya kita yakin akan mengetahui ukuran yang sebenarnya. Tentu saja berbagai perkiraan telah dibuat. Salah satu yang paling besar telah diajukan oleh Hubble dari observatori pegunungan Wilson, yang berpikir bahwa alam semesta ini mungkin memiliki diameter enam ribu juta tahun kecepatan cahaya. Ini berarti bahwa sinar cahaya yang bergerak pada kecepatan 186.000 mil perdetik akan membutuhkan sedikitnya dua puluh juta tahun untuk mengelilingi alam semesta. Memang alam semesta akan nampak jika semua perasaan yang dimiliki seseorang terkadang dengan pemikiran tentang hidup dalam alam semesta yang terbatas maka dia untuk sementara perlu khawatir. Alam semesta yang terbatas adalah “tidak terbatas”, yaitu lebih luas daripada ketidakterbatasan alam semesta dalam imajinasi kita sebelumnya.
Asal-usul dan hakekat kehidupan
Asal-usul kehidupan
Asal-usul kehidupan dipermukaan bumi ini menjadi sebuah pertanyaan serius dan menarik sejak ada penemuan yang mengatakan bahwa semua kehidupan berasal dari kuman atau basil. Penyair Roma, Lucretius, dalam bukunya, De Rerum Natura, memecahkan kesulitan ini dengan sangat mudah, sebagaimana telah dilakukan oleh orang-orang kuna lain, yaitu dengan teori spontanitas keturunan. Gumpalan tanah, ketika hangat dan basah, segera membawa bentuk-bentuk kehidupan berikutnya. Pada zaman modern, mulai terpikirkan bahwa spontanitas keturunan dapat didemonstrasikan dengan suatu tes cepuk. Jika kamu mengambil sedikit air dari kolam dan mengarahkannya kepada cahaya dan menghangatkannya, air akan segera dikerumuni dengan berbagai makhluk hidup. Jika, sekarang kamu pertama-pertama mensterilkannya dengan memanaskannya dan kemudian mengarahkannya pada cahaya dan mengahangatkannya, setelah beberapa saat, air masih akan menunjukkan adanya kehidupan. Jika kamu mengulangi percobaan ini, lalu untuk mengakhiri tes, tutup cepuk kamu dengan sedikit katun wol, maka dengan mencegah masuknya jasad renik yang mungkin terbang melalui udara, maka tidak akan ada kehidupan yang bisa muncul. Dengan demikian kontroversi pada abad sembilan belas atas spontanitas keturunan diakhiri; dan di bawah kepemimpinan Pasteur telah lahir sebuah sains baru dan berhasil, yaitu ilmu bakteriologi. Sumbangan luar biasa pada ilmu adalah melahirkan pengetahuan tentang kuman dan penyakit, muncul seni sanitasi proses operasi menjadi terbebas dari kuman (aseptic), dan juga pada bidang pertanian. 

Tiba-tiba, kembali kita melihat hasil berikutnya yang sangat besar manfaatnya secara praktis, dari sebuah investigasi teoretis murni semacam ini. Para peneliti ini sebenarnya tidak bekerja dalam kepentingan sains terapan tetapi untuk semata-mata mencari pengetahuan baru tentang kuman dan penyakit beserta penawarnya. Mereka disebut sebagai ilmuwan yang memandang pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri.

Tetapi kini dalam suasana rasa ingin tahu yang sama dan hasrat yang sama untuk mengetahui, kita menanyakan, dari mana, kuman pertama kali datang ke planet kita? Karena mungkin saja, ada suatu masa ketika kondisi di bumi ini tidak ada kehidupan, sementara kini seluruh permukaannya penuh dengan makhluk hidup, di sini kita merasa heran bagaimana sel makhluk hidup pertama kali muncul. Omne vivum ex ovo, kata seorang ahli biologi—semua kehidupan berasal dari telur. Begitulah, barangkali, satu sel penyakit, melalui evolusi kita manusia tidak mengalami kepunahan di bumi.
Memperhatikan kemunculan pertama kali makhluk hidup di bumi, ada tiga pandangan tradisional atasnya: (1) Kuman atau basil pertama yang hidup di bumi mungkin datang dari beberapa planet lain, melintas melalui ruang angkasa . (2) Kehidupan datang ke bumi karena tindakan kreatif Kehendak Ilahiah. Artinya, Tuhan menciptakan kehidupan di bumi. (3) Kehidupan muncul di bumi melalui proses alamiah, makhluk hidup berkembang secara lambat, pelan-pelan, setahap demi setahap dari materi inorganik.

Berkenaan dengan yang pertama dari tiga teori ini—secara teoretis tidak berarti tidak mungkin bahwa kehidupan telah diangkat melalui ruang angkasa dari beberapa planet atau bintang lain. Sebab basil yang kini hidup seperti ultra-mikroskopik ternyata digerakkan oleh radiasi cahaya, sebagaimana diusulkan oleh Arrhenius. Seorang ilmuwan, Eminent, telah mengusulkan pemecahan lain atas persoalan tersebut. Menurutnya bisa saja, basil yang tersembunyi dalam pecahan beberapa meteorit ikut jatuh ke permukaan bumi. Tetapi teori ini tidak betul-betul memecahkan persoalan; ia semata-mata sebagai teori mentransfer basil ke dunia lain. Dengan demikian pandangan ini nampak tidak begitu penting.

Usulan kedua, bahwa kehidupan merupakan hasil tindakan kreatif Ilahiah. Penilaian terhadapnya bergantung pada cara teori ini ditafsirkan. Hati kita akan tergerak untuk berpikir tentang Tuhan pada suatu waktu dan ruang untuk mempersoalkan sabda atau firman, yakni penciptaan kehidupan. Dengan demikian selama ditafsirkan, solusi atas persoalan ini tidak akan menarik para ilmuwan yang terbiasa mencari aturan tidak akan menarik para ilmuwan yang terbiasa mencari aturan atau kontinuitas atas semua cara kerja alam. Jika kita berpikir tentang Tuhan sebagai agen yang penuh dengan daya cipta (the creative agency) atau Kehendak Kreatif yang terus-menerus bekerja bagi seluruh alam, maka pandangan ini mungkin mengharuskan dirinya sendiri sebagai yang terbaik dari ketiga teori ini.

Teori ketiga, bahwa evolusi yang berangsur-angsur (gradual) atas makhluk organik, berasa dari benda inorganik, merupakan teori yang umum diterima oleh para biolog sekarang ini. Walaupun kejelasannya masih tidak ada yang tidak diperselisihkan atas adanya keturunan makhluk organik berasal dari benda inorganik, dan walaupun percobaan laboratorium kita nampaknya menunjukkan dengan jelas bahwa semua kehidupan berproses dari kehidupan sebelumnya, namun tidak berarti bahwa keadaan ini tidak mungkin terjadi pada suatu saat, atau kadang-kadang bahwa kehidupan bisa muncul dari non-kehidupan. Seseorang tidak bisa mengatakan bahwa dalam air di bawah bumi yang hangat, berjuta-juta tahun yang lampau makhluk organik tidak bisa berkembang menurut proses alamiah dari benda-benda inorganik. Kita hampir dipaksa untuk percaya bahwa hanya ini yang terjadi. Padahal mungkin saja pernah terjadi; Bahkan, kini, setiap hari mungkin tengah berada di suatu tempat.  

Nampaklah bahwa kita tidak bisa mencari begitu saja asal-usul kehidupan baik dalam teori migrasi antar bintang, tindakan kreatif Ilahiah, maupun dalam keturunan spontan. Ini erat hubungannya dengan pemikiran tentang suatu zaman untuk percaya bahwa kehidupan dimulai dalam beberapa proses evolusi, yang lambat, teratur, berubah secara progresif. Tetapi selama berevolusi beberapa hal baru nampak unik, dan berbeda secara meyakinkan, merepresentasikan level tertinggi, menunjukkan kualitas yang kini tidak diketahui dan baru, bahkan barangkali melarikan diri dari kerja membosankan mekanistik atas zaman, hal ini berpeluang mengesahkan penggunaan kata tercipta. Melalui beberapa macam proses kreatif, bagaimanapun juga kehidupan telah sampai di bumi—katakanlah, dengan evolusi kreatif. Kita berterima kasih kepada M. Bergson atas ungkapan yang mencerahkan ini. Semua mahasiswa mestinya membaca bukunya yang bagus ini, yakni, Creative Evolution.

Hakekat Kehidupan

Jika, kita harus percaya, semua bentuk kehidupan—tumbuhan, binatang, manusia, dengan tetek bengek semua istilahnya yang secara tidak langsung menunjuk kepada pikiran manusia, sejarah manusia, lembaga-lembaga manusia, juga seni dan sains—dimunculkan oleh suatu proses yang kita sebut dengan evolusi dari bentuk kehidupan yanga sangat awal dan sederhana—katakanlah dari organisme satu sl—namun demikian menjadi penting bagi mahasiswa filsafat untuk memahami tidak hanya asal-usul kehidupan tetapi juga makna dari hidup dan kehidupan itu sendiri.

Kunci bagi persoalan kehidupan ditemukan dalam kata yang penuh magis yaitu organisasi. Benda yang hidup adalah organisme, dan ciri khas organisme hidup adalah memiliki beberapa ciri unik, di mana dua yang paling menonjol adalah iritabilitas (sifat marah) dan reproduksi. Organisme hidup responsif terhadap rangsangan dan mereka memiliki kekuatan untuk melestarikan dirinya sendiri (self-perpetuation). Benda-benda organis juga memiliki ciri-ciri berbeda lainnya, seperti tumbuh dan berkembang dengan meramu makanan, beradaptasi dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan, pemeliharaan diri. Dan perlindungan diri.

Ciri-ciri di atas dimiliki oleh semua organisme hidup, tetapi ketika organisasi berjalan lebih lanjut dan kita tiba pada makhluk hidup yang telah berintegrasi secara tinggi dan sangat kompleks, masih ada ciri-ciri lain, seperti sensibilitas, insting, pilihan yang selektif, memori, kecerdasan dan kesadaran. Untuk meringkas sekelompok ciri-ciri pertama ini kita mungkin menamai kehidupan; untuk meringkas semua ciri-ciri tanpa kecuali kita menyebutnya hidup dan pikiran.

Para biolog dan psikolog, kini, akan terpuaskan dengan mempelajari tingkah laku berbagai organisme ini dan untuk mendeskripsikan, mengklasifikasikan, dan menghubungkan semua ciri khas mereka. Tetapi tidak bagi mahasiswa filsafat. Dia harus menyelidiki lebih, tentang hakekat sebenarnya dari kehidupan dan pikiran, bagaimana dan mengapa mereka muncul, dan apakah mereka itu semacam realitas baru atau apakah mereka itu semata-mata kombinasi dari bentuk paling sederhana yang ditemukan dalam dunia inorganik. Untuk yang terakhir kita punya atom dan molekul, dan molekul tergabung ke dalam sejumlah senyawa kimia menurut persamaan khas tertentu. Tetapi bagaimana dan mengapa senyawa kimia diorganisasikan ke dalam makhluk hidup, dan bagaimana ciri-ciri yang menakjubkan lain, seperti reproduksi dan pemeliharaan diri, muncul? Apakah ini karena beberapa prinsip vital yang telah ditambahkan ke dalam senyawa inorganik? Apakah kehidupan itu semacam satu kesatuan yang eksis disamping atom dan molekul, atau apakah ini hanya sekedar salah satu fungsi atom dan molekul, atau apakah ini sebuah fungsi bentuk atau struktur tertentu yang atom dan molekul lakukan?

Keadaan ini bertahan cukup lama dalam sejarah filsafat yakni bahwa kehidupan terjadi karena sebuah prinsip vital, faktor khusus, yang dibedakan dengan tajam dari semua bentuk yang semata-mata materi dan kekuatan mekanis. Nama vitalisme telah diberikan untuk pandangan ini. Sesuatu yang mirip dengan pandangan ini telah dikemukakan oleh Aristoteles dan dipertahankan oleh seorang biolog ulung sekarang ini. Tetapi pada sisi lain banyak pemikir dalam sepanjang zaman dan banyak biologi baik di masa lalu maupun sekarang, dengan sepakat menolak keberadaan benda-benda apa pun karena sebuah prinsip vital, atau daya hidup khusus, dan percaya bahwa kehidupan adalah karena tindakan biasa dari kimia dan fisika. Pandangan semacam ini biasanya kita sebut mekanisme. Pandangan ini berhubungan erat dengan teori tentang dunia yang telah kita pelajari sebagai naturalisme, dan sering dihubungkan dengan materialisme.

 
Sumber : Buku Filsafat

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...