Minggu, 10 Agustus 2014

Filsafat I Evolusi I Teleologi



Evolusi 

Apa yang dimaksud dengan evolusi? Kata evolusi yang dalam bahasa Jerman disebut dengan Enwickelung adalah bunyi merdu (euphomic) gerak luwes dari lidah dengan kenikmatan yang menyelinap. Kata evolusi sebenarnya kata yang sangat mudah diterapkan ke dalam berbagai hal. Masyarakat yang berubah, perubahan kebudayaan, perubahan lingkungan kita, perubahan spesies binatang dan ras, perubahan permukaan bumi, perubahan rasi bintang dsb. Seperti yang Heraclitus katakana pada filsafat Yunani awal, segala sesuatu itu berubah dan bergerak. Dengan demikian doktrin evolusi adalah perubahan secara gradual (tahap demi tahap) dan dengan cara yang biasa-biasa saja.

Ketika kita menggunakan kata evolusi, dalam pikiran kita biasanya tertanam konsep evolusi organis atau teori bahwa spesies makhluk hidup diturunkan dari spesies makhluk hidup lain, dan bahwa semua spesies tumbuhan dan binatang memiliki keturunan dan leluhur bersama; dan biasanya kita menghubungkan teori ini kepada Darwin. Ada beberapa kesalahan konsep namun tentang teori evolusi ini. Istilah Evolusi sebenarnya lebih luas dari gagasan evolusi organic, dan mengacu kepada teori umum tentang perkembangan yang sifatnya biasa saja yaitu berbagai perubahan progresif, kita biasanya mengartikannya menuju kea rah organisasi yang kompleksitasnya lebih besar dan tingkatannya lebih tinggi. Dalam perluasan makna ini kita bias mengatakan evolusi itu berkenaan dengan sistem bintang, evolusi permukaan bumi atau evolusi kemasyarakatan. Maka kita pun percaya bahwa elemen kimia manusia berkembang dari sesuatu yang paling sederhana. 

Ketika evolusi didefinisikan sebagai perubahan progresif yang biasa-biasa saja, sebenarnya definisi tersebut jauh dari akurat jikalau kita ingin memasukkan semua konsep perubahan yang sifatnya sedikit demi sedikit atau berangsur-angsur yang terjadi di bumi yang mengarah ke masa depan. Definisi tersebut semata-mata meliputi konsep perubahan dalam arti umum dan paling nampak terjadi dalam berbagai fase kehidupan organis. Seperti perubahan yang nampak mengarah pada struktur yang lebih kompleks dan fungsi yang lebih spesifik. Tentang penggunaan kata “progresif”, hal ini masih bermasalah. Kata ini secara tidak langsung menuju ke arah konsep di mana segala sesuatu atau seseorang sedang berjuang. Sangat menarik untuk memikirkan alam sebagai perjuangan yang bertujuan menghasilkan kehidupan beserta bentuk-bentuknya yang benar juga, jika kita mengira hal ini merupakan satu-satunya definisi evolusi. Kita hanya mungkin memperlakukannya sebagai filsafat atau hipotesis ilmiah.

Banyak usaha yang telah dilakukan untuk sampai pada definisi evolusi yang sifatnya sempurna ilmiah. Terkadang kata evolusi digambarkan secara sederhana sebagai “sebuah system perubahan yang berjalan terus dan tidak bias diubah kembali”, atau sebagai “kontinuitas genetik”. Conger mengatakan bahwa evolusi biasanya menyiratkan secara tidak langsung tiga gagasan fundamental: I. Perubahan berkenaan dengan waktu. 2. Urutan cerita. 3. Alasan yang melekat. Kemudian dia menambahkan yang keempat, yaitu sintesa kreatif, jika berbagai alasan yang melekat itu telah diuraikan.

Di sisi lain, evolusi organik, mengacu kepada perkembangan bentuk kehidupan yang lebih kompleks dari bentuk kehidupan yang lebih dan berasal dari mikro organisme yang paling sederhana. Hal ini mengandaikan bahwa semua bentuk kehidupan material, tumbuhan dan spesies bintang, dan semua ras umat manusia diturunkan melalui perubahan yang gradual, setahap demi setahap dari sel hidup pertama yang paling primordial. Teori evolusi organis diusulkan jauh sebelum zaman Darwin dan tidak bersinonim dengan Darwinisme. Darwinisme adalah sebuah teori atau sekelompok teori yang terbatas untuk doktrin umum tentang evolusi organis dan membantu menjelaskan metode evolusi. Sementara kepastian adanya evolusi itu lengkap sedangkan kepastian teori Darwin sangat tidak lengkap.  

Bilamana doktrin evolusi organik itu nyata-nyata dibawa sebelum ada dunia oleh Darwin pada pertengahan akhir abada ke sembilan belas, maka dua miskonsepsi muncul, yang pada zaman sekarang secara luas telah dikoreksi. Pertama, ada semacam konflik antara evolusi dengan agama, dan kedua bahwa evolusi telah menjelaskan dunia. Berkenaan dengan yang pertama, kita sampai mempelajari bahwa sikap religious telah diperkuat oleh visi luas di mana evolusi telah membawa kita. Kini, kita telah terbiasa dengan gagasan perkembangan dan kita memahami superioritasnya yang tidak terkira di atas teori penciptaan tua yang hebat. Di mana-mana kita melihat evolusi, di alam, di dalam masyarakat, dalam seni dst. Pada tahun-tahun terakhir ini kita menyaksikan evolusi kendaraan mobil dari yang dalam beberapa tahun kebelakangan pada awalnya sangat bersahaja. Kebanggaan kita di akhir abad dengan cantik menghasilkan kesempurnaan yang tidak terkurangi oleh fakta perkembangan lambatnya; kebanggaan kita sebagai manusia tidak terkurangi pula oleh sejarah pertumbuhan dan perjuangan, karena dia telah memperjuangkan caranya naik ke atas dari bentuk kehidupan (animate) yang lebih rendah dengan mengatasi semua rintangan. 

Barangkali banyak bermunculnya antagonism yang sebenarnya tidak tepat dan tidak berguna terhadap teori evolusi pada akhir abad ini, dapat dihindari, jika Darwin berkata, tidak ada manusia yang “turun”, manusia selalu “naik”. Ini semua nampak cukup berbeda ketika kita berpikir tentang manusia sebagai puncak karya besar metode evolusioner alam. Teori evolusi pada suatu saat memberi pesona baru bagi alam. Teori evolusi pada suatu saat member pesona baru bagi alam, jika kita berpikir tentangnya sebagai sebuah baru bagi alam, jika kita berpikir tentangnya sebagai sebuah proses realisasi, sebagai penciptaan progresif yang lebih tinggi dan berbagai nilai yang lebih tinggi pula.

Evolusi member kita metode baru, metode genentik di mana kita belajar untuk memahami berbagai hal dengan mempelajari perkembangan dan pertumbuhannya. Setiap sains kini dipelajari secara genetik, dan kita sampai untuk memahami bahwa tidak ada cabang pengetahuan kemanusiaan yang sebagian besar bias dipahami dari pengetahuan tentang cara persoalan sains tersebut dan diperoleh. Aman-aman saja jika kita katakana bahwa baik etika maupun agama telah berpartisipasi besar dalam metode baru ini dan kini, kedua persoalan ini telah cukup jelas.

Kesalahpahaman lain yang muncul mengenai evolusi, hampir berlawanan dengan yang pertama. Bahwa evolusi telah menjelaskan dunia, termasuk manusia dan pikirannya, dan bahwa tidak ada filsafat lain atau agama yang lebih penting dari evolusi. Kesalahan yang mengherankan ini mungkin muncul karena ada hal yang membingungkan antara evolusi sebagai metode atau hokum perubahan dengan evolusi sebagai kekuatan atau kekuasaan. Ada suatu kepercayaan umum bahwa evolusi itu semacam daya kreatif, yaitu sesuatu yang bisa mengerjakan berbagai hal. Sebaliknya, ada juga yang mengatakan bahwa evolusi itu semata-mata gambaran tentang metode alam. Para mahasiswa filsafat yang telah belajar bahwa hokum alam bukanlah kekuatan atau kekuasaan, tetapi semata-mata keseragaman hasil observasi, sepertinya tidak jauh kepada kesalahan atas menjadikan Tuhan sebagai evolusi.

Sebuah kejutan bagi kita dalam mempelajari evolusi adalah adanya penemuan betapa kecilnya dunia yang telah dijelaskan kepada kita. Hal ini memberikan kepada kita betapa berarti metode untuk mempelajarinya, di mana kita memungkinkan untuk memahami makna berbagai bentuk dan fungsinya dalam hubungannya dengan latar belakang sejarah dunia; tetapi persoalan lebih dalam tentang kehidupan dan pemikirannya telah menyinarkan sedikit cahaya. Kita segera menemukan jurang yang amat lebar dalam sejarah hidup dunia, yang kita usulkan, tentu, telah lama sejak ditemukan oleh sain, tetapi yang kini kita temukan tidak ditemukan semuanya. Kita menemukan bahwa evolusi itu tidak menjelaskan apakah kehidupan itu ada, atau bagaimana awal-mulanya, atau bagaiman hidup menghasilkan kehidupan itu sendiri, atau bagaimana asimilasi dan pertumbuhan itu berperan, atau mengapa ada sebuah perjuangan untuk hidup, atau mengapa dan bagaimana berbagai peristiwa ini terjadi, dan bagaimana spesies berubah antara satu dengan lainnya; juga evolusi tidak menjelaskan bahwa mana yang paling penting di antara kedua hal ini, asal ususl atau hakekat kesadaran.

Kekecewaan ini, kita yakini merupakan kegagalan evolusi untuk menjelaskan persoalan terbesar filsafat, pasti tidak dengan mengesampingkan kesalahan pintu sains. Ini lebih karena sebuah kesalahpahaman umum atas maksud dan berbagai pernyataan tentang evolusi. Ilmuwan evolusioner seperti seorang ilmuwan lainnya sangat terlambat untuk membuat sejumlah pernyataan tentang pemecahan masalah dunia. Dia berperan lebih sebagai pekerja yang sabar, berusaha memunculkan, jika dia bisa, beberapa tahap dalam suatu metode bagaimana alam bekerja. 

Teleologi

Teleologi adalah studi yang mempertanyakan adakah tujuan atau desain dalam alam? Atau apakah dunia itu memiliki maksud dan tujuan akhir? Teleologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai studi atas berbagai tujuan. 

Jelaslah bahwa manusia sedang bergerak menuju ke suatu tujuan akhir. Secara teoretis, apa pun yang kita lakukan, kita melakukan demi sebuah tujuan. Anda punya tujuan ketika membaca buku ini, barangkali untuk menambah pengetahuan filsafat, barangkali juga untuk persiapan menghadapi ujian. Jika anda melakukan apa pun, pasti ingin mencapai tujuan; dan masing-masing bagiannya juga memiliki tujuannya sendiri-sendiri. Mesin mobil memiliki tujuan tertentu. Setiap bagiannya, setiap baut, per, gas, sayap, balok, paking, ring, peleg roda, atau pelor memiliki tujuannya sendiri-sendiri. Dengan demikian alamiah bagi kita untuk berpikir secara teleologis, artinya, selama semua hal mempunyai tujuan, sepertinya berurusan dengan manusia. Wajar saja bagi kita jika berpikir bahwa semua bagian organ-tubuh manusia itu memiliki tujuan juga. Anak-anak nampaknya secara instingtif menjadi seorang teleologis, karena dia selalu mengajukan pertanyaan. Untuk apa ini? Untuk apa itu? Dia nampaknya sudah terbiasa menerima bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini memiliki tujuan, sebagaimana dia mengira bahwa segala sesuatu yang diperbuat manusia mempunyai suatu tujuan pula.

Tetapi ketika seorang anak mulai tumbuh remaja dan dewasa serta mulai berpikir, dia melihat bahwa setiap hal menimbulkan berbagai persoalan dan kesulitan. Dia melihat cukup jelas bahwa umat manusialah, yang bisa berpikir dan melihat ke depan serta membuat berbagai rencana, bertindak secara disengaja dan penuh dengan tujuan. Tetapi apakah yakin juga bahwa ada satu tujuan di luar pikiran manusia? Sains nampaknya telah mengajarkan bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta itu terjadi tidak secara disengaja dan tidak penuh dengan tujuan, tetapi secara mekanis. Apa pun yang terjadi di alam, jatuhnya batu, erosi atas benua, pembentukkan kepingan salju, terjadi secara mekanis; oleh karena itu, kejadiannya dengan solid ditentukan oleh kondisi fisik yang mendahuluinya. Semua fenomena alam sepenuhnya disebabkan oleh keseluruhan kondisi fisik yang mendahuluinya. Seorang ahli fisika segera menghentikan penyelidikan jika dihadapkan dengan pertanyaan apa tujuan benda-benda? Kemudian ia meninggalkan cara pandang ilmiahnya; sebab bagaimanapun juga seorang ilmuwan selalu mengandaikan bahwa penjelasan yang lengkap atas benda-benda ditemukan dalam rangkaian peristiwa fisika yang mengkondisikannya, bukan karena tujuan tertentu.

Ambilah kembali contoh mesin mobil. Bagian-bagiannya bekerja secara tidak disengaja—mereka bekerja secara mekanis, mengikuti hukum-hukum mekanis tertentu. Bunyi klakson, pada mulanya tidak untuk menghangatkan jalannya mesin, tetapi karena arus elektrik diubah ke dalam sirkuit tertentu maka secara mekanis akan menimbulkan getaran atas diafragma tertentu dengan demikian terjadi pemanasan. Roda berputar, tidak untuk menggerakkan mobil, tetapi karena sejumlah energy fisika tertentu telah dihubungkan dengan as maka pada akhirnya  mobil bergerak; dan jika ada kekeliruan dengan mekanisme, atau ada bagian mobil yang tidak bisa menyesuaikan dirinya sendiri secara adaptif terhadap situasi baru, tetap saja ia dikatakan berjalan dan bergerak menurut hukum mekanis yang sudah pasti. Begitu juga pada pohon atau tubuh manusia. Getah pada pohon ke luar dan bergerak, tidak untuk satu tujuan tertentu yang sudah pasti, tetapi karena pengaruh mekanis cahaya matahari. Otot tubuh yang mengkerut, tidak untuk menimbulkan pukulan, tetapi karena adanya perpindahan otot dan energy syaraf.

Mengikuti alur berpikir seperti di atas pembaca mungkin mengatakan: Saya pikir, saya mengamati melalui sebuah teka-teki. Bagian mesin mobil, tentu saja semuanya bergerak secara mekanis mengikuti hukum fisika yang pasti; tetapi masih benar juga bahwa semua roda, katup atau klep, dan pembersih memiliki fungsi dan perannya masing-masing, dan fungsi ini mungkin dipandang sebagai tujuan, jika kita berpikir keseluruhan mesin sebagai sesuatu yang direncanakan dan didesain oleh penemu atau seorang mekanik. Tujuan berada di luar mesin tetapi berada di dalam pikiran manusia yang mendesainnya.      

Mengungkap maksud dan tujuan alam

Kini, kita lanjutkan pembahasan kita, dan mari kita berpikir tentang pohon dan tubuh manusia. Semua bagian harus beraksi secara mekanis, dan nampaknya memiliki sebuah tujuan di dalamnya, sebagaimana bagian-bagian mesin mobil. Tentu saja tujuan mata untuk melihat, ibu jari untuk menggemgam, gigi untuk menggigit dan mengunyah; tetapi karena mereka, objek-objek fisik maka dibangun oleh hukum alam, sedangkan tujuan harus berada di luar tubuh pencipta dunia, atau Tuhan. Dengan kata lain, pohon dan tubuh manusia pasti didesain oleh seseorang yang memiliki kekuatan mental atas visi untuk melihat sebuah tujuan menjadi sempurna, dan demi menyesuaikan, antara instrument dengan tujuan tadi; karena itu cukup jelas—menempatkan kasus pohon—bahwa ada sebuah rencana atau tujuan dalam semua bagian-bagiannya—daun bertindak sebagai paru-paru pohon yang menghisap embun dari tanah, batang pohon yang kuat menahan angin, kulit kayu yang kasar melindungi bagian vital di bawah pohon. Demikian juga bulu menghangatkan lembu jantan dan tajamnya kuku macan punya fungsi tersendiri.

Dengan kata lain, berbagai bagian tubuh atau pohon atau bunga atau sebilah rumput merupakan alat (instrument) untuk mencapai tujuan tertentu, seperti halnya suku cadang sebuah mesin mobil merupakan alat, yang masing-masing memiliki tujuan tertentu; tetapi sebagaimana suku cadang mesin mobil, tak satu pun alat ini bekerja disengaja. Mereka begitu saja mengikuti hukum-hukum mekanis.

Semua ini kedengarannya masuk akal, dan nampaknya secara tidak langsung menyiratkan bahwa tubuh binatang, tumbuhan serta pepohonan dalam beberapa cara merupakan hasil dari kecerdasan dan desain; dan karena mereka bukan hasil kecerdasan manusia maka mereka pasti hasil karya kecerdasan kosmik, atau Tuhan.

Seraya kita berpikir tentang materi dengan lebih hati-hati, kita mulai melihat bahwa pemikiran kita itu tak lain dan tak bukan hanya sebuah analogi. Bagian tubuh binatang dan tumbuhan memiliki persamaan yang menonjol dengan suku cadang mobil dalam hal ini hanya, bahwa mereka menampilkan fungsi tertentu dalam suatu cara tertentu memberikan kontribusi kepada tujuan akhir, perseneleng merupakan bagian mesin mobil yang berfungsi menghidupkan atau menggerakkan pada seekor binatang. Dengan analogi kita menyimpulkan bahwa, karena mesin mobil merupakan hasil kecerdasan dari luar, tumbuhan dan tubuh binatang pasti juga demikian. Apa yang sebenarnya kita lihat pada tumbuhan dan tubuh binatang adalah sebuah adaptasi yang sangat mengagumkan. Ada suatu adaptasi antara bagian-bagian pohon dengan lingkungan, misalnya terhadap matahari, tanah dan udara. Ada sebuah adaptasi antara bulu beruang kutub dengan iklim.

Kini, seperti apa itu adaptasi dan menunjukkan ada rahasia apa di balik adaptasi? Apakah adaptasi itu menyiratkan sebuah pikiran lain yang berpikir tentang adaptasi dan desainnnya; atau apakah adaptasi itu tidak lebih daripada sebuah relasi pencocokan atau penyesuaian terhadap kondisi di bawah sebuah organisms kehidupan? Apakah adaptasi menyiratkan secara tidak langsung sebuah tujuan? Tidak bisakah adaptasi dicapai oleh organisme melalui metode percobaan (trial and error)? Sudahkah Darwin menjelaskan adaptasi dengan menjalankan aksi seleksi alam pada berbagai perubahan kecil? Jika memang demikian, tidakkah keliru analogi kita antara mesin mobil dengan pohon. Kemudian, apakah kita, di ala mini, memiliki kekuatan beradaptasi yang sempurna sebagaimana yang terjadi pada organigram manusia. Apakah tidak kurang kasus-kasus ketidakmampuan beradaptasi (maladaptasi), seperti halnya sebuah kota dengan gempa bumi, atau naluri berpindah burung-burung dan badai akhir musim semi yang membunuh ribuan ekor dari mereka?  

Tetapi, jika kita menolak tujuan sebagai sebuah penjelasan tentang adaptasi, apa alternatifnya? Apakah “perubahan” merupakan sebuah alternatif? Haruskah kita mengandaikan bahwa semua dunia keindahan dan keteraturan yang dialami makhluk hidup itu terjadi secara kebetulan saja? Apakah keteraturan yang kita lihat dalam penambahan berat badan hanya sekedar peristiwa? Apakah hanya sekedar peristiwa bahwa ada sebuah bulan yang menyinari kita di malam hari? Apakah pergantian musim yang membahagiakan kita antara kemarau dan hujan hanya sekedar peristiwa? Apakah ini juga hanya sekedar peristiwa, bahwa udara cocok untuk bernafas dan bahwa bumi memberikan berlimpah-limpah buah-buahn dan padi yang cocok untuk dikonsumsi? Sebagaimana seseorang telah katakan, lebih sulit untuk percaya, bahwa keteraturan dunia semacam terjadi karena tubrukan atom-atom materi, daripada drama Shakesphare terjadi karena sebuah ledakan di kantor percetakan.

Lalu apa yang mesti kita lakukan? Bahwa dunia terjadi karena perubahan nampaknya tidak mungkin dipercaya; bagaimanpun juga, kita tidak akan mempercayainya hingga kita menghabiskan semua hipotesis. Di sisi lain, bahwa dunia merupakan mesin yang besar, didesain dan diciptakan oleh pencipta dunia yang transenden karena beberapa tujuan tertentu, sebagaimana ahli mekanik menciptakan mesin mobil, nampaknya seperti analogi kekanakan yang memiliki sedikit saja nilai ilmiah.

Tetapi tidak adakah kemungkinan lain? Apakah hanya perubahan dan tujuan saja yang dijadikan sebagai alternatifnya? Dan jika tidak ada alternatif lain, mungkin kita akan mengatakan bahwa dunia itu bertujuan tanpa bergerak lebih jauh untuk berpikir tentangnya seperti semacam barang yang dipabrikan, direncanakan dan dibuat oleh beberapa dewa antropomorfis? Jelaslah, persoalan ini memerlukan banyak sekali upaya berpikir secara reflektif. 

 
Sumber : Buku Filsafat

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...