Evolusi
Apa yang dimaksud
dengan evolusi? Kata evolusi yang dalam bahasa Jerman disebut dengan Enwickelung
adalah bunyi merdu (euphomic) gerak luwes dari lidah dengan kenikmatan yang
menyelinap. Kata evolusi sebenarnya kata yang sangat mudah diterapkan ke dalam
berbagai hal. Masyarakat yang berubah, perubahan kebudayaan, perubahan
lingkungan kita, perubahan spesies binatang dan ras, perubahan permukaan bumi,
perubahan rasi bintang dsb. Seperti yang Heraclitus katakana pada filsafat
Yunani awal, segala sesuatu itu berubah dan bergerak. Dengan demikian doktrin
evolusi adalah perubahan secara gradual (tahap demi tahap) dan dengan cara yang
biasa-biasa saja.
Ketika kita menggunakan
kata evolusi, dalam pikiran kita biasanya tertanam konsep evolusi organis atau
teori bahwa spesies makhluk hidup diturunkan dari spesies makhluk hidup lain,
dan bahwa semua spesies tumbuhan dan binatang memiliki keturunan dan leluhur
bersama; dan biasanya kita menghubungkan teori ini kepada Darwin. Ada beberapa
kesalahan konsep namun tentang teori evolusi ini. Istilah Evolusi sebenarnya
lebih luas dari gagasan evolusi organic, dan mengacu kepada teori umum tentang
perkembangan yang sifatnya biasa saja yaitu berbagai perubahan progresif, kita
biasanya mengartikannya menuju kea rah organisasi yang kompleksitasnya lebih
besar dan tingkatannya lebih tinggi. Dalam perluasan makna ini kita bias
mengatakan evolusi itu berkenaan dengan sistem bintang, evolusi permukaan bumi
atau evolusi kemasyarakatan. Maka kita pun percaya bahwa elemen kimia manusia
berkembang dari sesuatu yang paling sederhana.
Ketika evolusi
didefinisikan sebagai perubahan progresif yang biasa-biasa saja, sebenarnya
definisi tersebut jauh dari akurat jikalau kita ingin memasukkan semua konsep
perubahan yang sifatnya sedikit demi sedikit atau berangsur-angsur yang terjadi
di bumi yang mengarah ke masa depan. Definisi tersebut semata-mata meliputi
konsep perubahan dalam arti umum dan paling nampak terjadi dalam berbagai fase
kehidupan organis. Seperti perubahan yang nampak mengarah pada struktur yang
lebih kompleks dan fungsi yang lebih spesifik. Tentang penggunaan kata
“progresif”, hal ini masih bermasalah. Kata ini secara tidak langsung menuju ke
arah konsep di mana segala sesuatu atau seseorang sedang berjuang. Sangat
menarik untuk memikirkan alam sebagai perjuangan yang bertujuan menghasilkan
kehidupan beserta bentuk-bentuknya yang benar juga, jika kita mengira hal ini
merupakan satu-satunya definisi evolusi. Kita hanya mungkin memperlakukannya
sebagai filsafat atau hipotesis ilmiah.
Banyak usaha yang telah
dilakukan untuk sampai pada definisi evolusi yang sifatnya sempurna ilmiah.
Terkadang kata evolusi digambarkan secara sederhana sebagai “sebuah system
perubahan yang berjalan terus dan tidak bias diubah kembali”, atau sebagai
“kontinuitas genetik”. Conger mengatakan bahwa evolusi biasanya menyiratkan
secara tidak langsung tiga gagasan fundamental: I. Perubahan berkenaan dengan
waktu. 2. Urutan cerita. 3. Alasan yang melekat. Kemudian dia menambahkan yang
keempat, yaitu sintesa kreatif, jika berbagai alasan yang melekat itu telah
diuraikan.
Di sisi lain, evolusi
organik, mengacu kepada perkembangan bentuk kehidupan yang lebih kompleks dari
bentuk kehidupan yang lebih dan berasal dari mikro organisme yang paling
sederhana. Hal ini mengandaikan bahwa semua bentuk kehidupan material, tumbuhan
dan spesies bintang, dan semua ras umat manusia diturunkan melalui perubahan
yang gradual, setahap demi setahap dari sel hidup pertama yang paling
primordial. Teori evolusi organis diusulkan jauh sebelum zaman Darwin dan tidak
bersinonim dengan Darwinisme. Darwinisme adalah sebuah teori atau sekelompok
teori yang terbatas untuk doktrin umum tentang evolusi organis dan membantu
menjelaskan metode evolusi. Sementara kepastian adanya evolusi itu lengkap
sedangkan kepastian teori Darwin sangat tidak lengkap.
Bilamana doktrin
evolusi organik itu nyata-nyata dibawa sebelum ada dunia oleh Darwin pada
pertengahan akhir abada ke sembilan belas, maka dua miskonsepsi muncul, yang
pada zaman sekarang secara luas telah dikoreksi. Pertama, ada semacam konflik antara
evolusi dengan agama, dan kedua bahwa evolusi telah menjelaskan dunia.
Berkenaan dengan yang pertama, kita sampai mempelajari bahwa sikap religious
telah diperkuat oleh visi luas di mana evolusi telah membawa kita. Kini, kita
telah terbiasa dengan gagasan perkembangan dan kita memahami superioritasnya
yang tidak terkira di atas teori penciptaan tua yang hebat. Di mana-mana kita
melihat evolusi, di alam, di dalam masyarakat, dalam seni dst. Pada tahun-tahun
terakhir ini kita menyaksikan evolusi kendaraan mobil dari yang dalam beberapa
tahun kebelakangan pada awalnya sangat bersahaja. Kebanggaan kita di akhir abad
dengan cantik menghasilkan kesempurnaan yang tidak terkurangi oleh fakta
perkembangan lambatnya; kebanggaan kita sebagai manusia tidak terkurangi pula
oleh sejarah pertumbuhan dan perjuangan, karena dia telah memperjuangkan
caranya naik ke atas dari bentuk kehidupan (animate)
yang lebih rendah dengan mengatasi semua rintangan.
Barangkali banyak
bermunculnya antagonism yang sebenarnya tidak tepat dan tidak berguna terhadap
teori evolusi pada akhir abad ini, dapat dihindari, jika Darwin berkata, tidak
ada manusia yang “turun”, manusia selalu “naik”. Ini semua nampak cukup berbeda
ketika kita berpikir tentang manusia sebagai puncak karya besar metode
evolusioner alam. Teori evolusi pada suatu saat memberi pesona baru bagi alam.
Teori evolusi pada suatu saat member pesona baru bagi alam, jika kita berpikir
tentangnya sebagai sebuah baru bagi alam, jika kita berpikir tentangnya sebagai
sebuah proses realisasi, sebagai penciptaan progresif yang lebih tinggi dan
berbagai nilai yang lebih tinggi pula.
Evolusi member kita
metode baru, metode genentik di mana kita belajar untuk memahami berbagai hal
dengan mempelajari perkembangan dan pertumbuhannya. Setiap sains kini
dipelajari secara genetik, dan kita sampai untuk memahami bahwa tidak ada
cabang pengetahuan kemanusiaan yang sebagian besar bias dipahami dari
pengetahuan tentang cara persoalan sains tersebut dan diperoleh. Aman-aman saja
jika kita katakana bahwa baik etika maupun agama telah berpartisipasi besar
dalam metode baru ini dan kini, kedua persoalan ini telah cukup jelas.
Kesalahpahaman lain
yang muncul mengenai evolusi, hampir berlawanan dengan yang pertama. Bahwa
evolusi telah menjelaskan dunia, termasuk manusia dan pikirannya, dan bahwa
tidak ada filsafat lain atau agama yang lebih penting dari evolusi. Kesalahan
yang mengherankan ini mungkin muncul karena ada hal yang membingungkan antara
evolusi sebagai metode atau hokum perubahan dengan evolusi sebagai kekuatan
atau kekuasaan. Ada suatu kepercayaan umum bahwa evolusi itu semacam daya
kreatif, yaitu sesuatu yang bisa mengerjakan berbagai hal. Sebaliknya, ada juga
yang mengatakan bahwa evolusi itu semata-mata gambaran tentang metode alam.
Para mahasiswa filsafat yang telah belajar bahwa hokum alam bukanlah kekuatan
atau kekuasaan, tetapi semata-mata keseragaman hasil observasi, sepertinya
tidak jauh kepada kesalahan atas menjadikan Tuhan sebagai evolusi.
Sebuah kejutan bagi
kita dalam mempelajari evolusi adalah adanya penemuan betapa kecilnya dunia
yang telah dijelaskan kepada kita. Hal ini memberikan kepada kita betapa
berarti metode untuk mempelajarinya, di mana kita memungkinkan untuk memahami
makna berbagai bentuk dan fungsinya dalam hubungannya dengan latar belakang
sejarah dunia; tetapi persoalan lebih dalam tentang kehidupan dan pemikirannya
telah menyinarkan sedikit cahaya. Kita segera menemukan jurang yang amat lebar
dalam sejarah hidup dunia, yang kita usulkan, tentu, telah lama sejak ditemukan
oleh sain, tetapi yang kini kita temukan tidak ditemukan semuanya. Kita
menemukan bahwa evolusi itu tidak menjelaskan apakah kehidupan itu ada, atau
bagaimana awal-mulanya, atau bagaiman hidup menghasilkan kehidupan itu sendiri,
atau bagaimana asimilasi dan pertumbuhan itu berperan, atau mengapa ada sebuah
perjuangan untuk hidup, atau mengapa dan bagaimana berbagai peristiwa ini
terjadi, dan bagaimana spesies berubah antara satu dengan lainnya; juga evolusi
tidak menjelaskan bahwa mana yang paling penting di antara kedua hal ini, asal
ususl atau hakekat kesadaran.
Kekecewaan ini, kita
yakini merupakan kegagalan evolusi untuk menjelaskan persoalan terbesar
filsafat, pasti tidak dengan mengesampingkan kesalahan pintu sains. Ini lebih
karena sebuah kesalahpahaman umum atas maksud dan berbagai pernyataan tentang
evolusi. Ilmuwan evolusioner seperti seorang ilmuwan lainnya sangat terlambat
untuk membuat sejumlah pernyataan tentang pemecahan masalah dunia. Dia berperan
lebih sebagai pekerja yang sabar, berusaha memunculkan, jika dia bisa, beberapa
tahap dalam suatu metode bagaimana alam bekerja.
Teleologi
Teleologi adalah studi
yang mempertanyakan adakah tujuan atau desain dalam alam? Atau apakah dunia itu
memiliki maksud dan tujuan akhir? Teleologi berasal dari dua kata dalam bahasa
Yunani yang diartikan sebagai studi atas berbagai tujuan.
Jelaslah bahwa manusia
sedang bergerak menuju ke suatu tujuan akhir. Secara teoretis, apa pun yang
kita lakukan, kita melakukan demi sebuah tujuan. Anda punya tujuan ketika
membaca buku ini, barangkali untuk menambah pengetahuan filsafat, barangkali
juga untuk persiapan menghadapi ujian. Jika anda melakukan apa pun, pasti ingin
mencapai tujuan; dan masing-masing bagiannya juga memiliki tujuannya
sendiri-sendiri. Mesin mobil memiliki tujuan tertentu. Setiap bagiannya, setiap
baut, per, gas, sayap, balok, paking, ring, peleg roda, atau pelor memiliki
tujuannya sendiri-sendiri. Dengan demikian alamiah bagi kita untuk berpikir
secara teleologis, artinya, selama semua hal mempunyai tujuan, sepertinya
berurusan dengan manusia. Wajar saja bagi kita jika berpikir bahwa semua bagian
organ-tubuh manusia itu memiliki tujuan juga. Anak-anak nampaknya secara
instingtif menjadi seorang teleologis, karena dia selalu mengajukan pertanyaan.
Untuk apa ini? Untuk apa itu? Dia nampaknya sudah terbiasa menerima bahwa
segala sesuatu yang ada di dunia ini memiliki tujuan, sebagaimana dia mengira
bahwa segala sesuatu yang diperbuat manusia mempunyai suatu tujuan pula.
Tetapi ketika seorang
anak mulai tumbuh remaja dan dewasa serta mulai berpikir, dia melihat bahwa
setiap hal menimbulkan berbagai persoalan dan kesulitan. Dia melihat cukup
jelas bahwa umat manusialah, yang bisa berpikir dan melihat ke depan serta
membuat berbagai rencana, bertindak secara disengaja dan penuh dengan tujuan.
Tetapi apakah yakin juga bahwa ada satu tujuan di luar pikiran manusia? Sains
nampaknya telah mengajarkan bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta itu
terjadi tidak secara disengaja dan tidak penuh dengan tujuan, tetapi secara
mekanis. Apa pun yang terjadi di alam, jatuhnya batu, erosi atas benua,
pembentukkan kepingan salju, terjadi secara mekanis; oleh karena itu,
kejadiannya dengan solid ditentukan oleh kondisi fisik yang mendahuluinya.
Semua fenomena alam sepenuhnya disebabkan oleh keseluruhan kondisi fisik yang
mendahuluinya. Seorang ahli fisika segera menghentikan penyelidikan jika
dihadapkan dengan pertanyaan apa tujuan benda-benda? Kemudian ia meninggalkan
cara pandang ilmiahnya; sebab bagaimanapun juga seorang ilmuwan selalu
mengandaikan bahwa penjelasan yang lengkap atas benda-benda ditemukan dalam
rangkaian peristiwa fisika yang mengkondisikannya, bukan karena tujuan
tertentu.
Ambilah kembali contoh
mesin mobil. Bagian-bagiannya bekerja secara tidak disengaja—mereka bekerja
secara mekanis, mengikuti hukum-hukum mekanis tertentu. Bunyi klakson, pada
mulanya tidak untuk menghangatkan jalannya mesin, tetapi karena arus elektrik
diubah ke dalam sirkuit tertentu maka secara mekanis akan menimbulkan getaran
atas diafragma tertentu dengan demikian terjadi pemanasan. Roda berputar, tidak
untuk menggerakkan mobil, tetapi karena sejumlah energy fisika tertentu telah
dihubungkan dengan as maka pada akhirnya
mobil bergerak; dan jika ada kekeliruan dengan mekanisme, atau ada
bagian mobil yang tidak bisa menyesuaikan dirinya sendiri secara adaptif
terhadap situasi baru, tetap saja ia dikatakan berjalan dan bergerak menurut
hukum mekanis yang sudah pasti. Begitu juga pada pohon atau tubuh manusia.
Getah pada pohon ke luar dan bergerak, tidak untuk satu tujuan tertentu yang
sudah pasti, tetapi karena pengaruh mekanis cahaya matahari. Otot tubuh yang
mengkerut, tidak untuk menimbulkan pukulan, tetapi karena adanya perpindahan
otot dan energy syaraf.
Mengikuti alur berpikir
seperti di atas pembaca mungkin mengatakan: Saya pikir, saya mengamati melalui
sebuah teka-teki. Bagian mesin mobil, tentu saja semuanya bergerak secara
mekanis mengikuti hukum fisika yang pasti; tetapi masih benar juga bahwa semua
roda, katup atau klep, dan pembersih memiliki fungsi dan perannya
masing-masing, dan fungsi ini mungkin dipandang sebagai tujuan, jika kita
berpikir keseluruhan mesin sebagai sesuatu yang direncanakan dan didesain oleh
penemu atau seorang mekanik. Tujuan berada di luar mesin tetapi berada di dalam
pikiran manusia yang mendesainnya.
Mengungkap maksud dan
tujuan alam
Kini, kita lanjutkan
pembahasan kita, dan mari kita berpikir tentang pohon dan tubuh manusia. Semua
bagian harus beraksi secara mekanis, dan nampaknya memiliki sebuah tujuan di
dalamnya, sebagaimana bagian-bagian mesin mobil. Tentu saja tujuan mata untuk
melihat, ibu jari untuk menggemgam, gigi untuk menggigit dan mengunyah; tetapi
karena mereka, objek-objek fisik maka dibangun oleh hukum alam, sedangkan
tujuan harus berada di luar tubuh pencipta dunia, atau Tuhan. Dengan kata lain,
pohon dan tubuh manusia pasti didesain oleh seseorang yang memiliki kekuatan
mental atas visi untuk melihat sebuah tujuan menjadi sempurna, dan demi
menyesuaikan, antara instrument dengan tujuan tadi; karena itu cukup
jelas—menempatkan kasus pohon—bahwa ada sebuah rencana atau tujuan dalam semua
bagian-bagiannya—daun bertindak sebagai paru-paru pohon yang menghisap embun
dari tanah, batang pohon yang kuat menahan angin, kulit kayu yang kasar
melindungi bagian vital di bawah pohon. Demikian juga bulu menghangatkan lembu
jantan dan tajamnya kuku macan punya fungsi tersendiri.
Dengan kata lain,
berbagai bagian tubuh atau pohon atau bunga atau sebilah rumput merupakan alat
(instrument) untuk mencapai tujuan tertentu, seperti halnya suku cadang sebuah
mesin mobil merupakan alat, yang masing-masing memiliki tujuan tertentu; tetapi
sebagaimana suku cadang mesin mobil, tak satu pun alat ini bekerja disengaja.
Mereka begitu saja mengikuti hukum-hukum mekanis.
Semua ini kedengarannya
masuk akal, dan nampaknya secara tidak langsung menyiratkan bahwa tubuh
binatang, tumbuhan serta pepohonan dalam beberapa cara merupakan hasil dari
kecerdasan dan desain; dan karena mereka bukan hasil kecerdasan manusia maka
mereka pasti hasil karya kecerdasan kosmik, atau Tuhan.
Seraya kita berpikir
tentang materi dengan lebih hati-hati, kita mulai melihat bahwa pemikiran kita
itu tak lain dan tak bukan hanya sebuah analogi. Bagian tubuh binatang dan
tumbuhan memiliki persamaan yang menonjol dengan suku cadang mobil dalam hal
ini hanya, bahwa mereka menampilkan fungsi tertentu dalam suatu cara tertentu
memberikan kontribusi kepada tujuan akhir, perseneleng merupakan bagian mesin
mobil yang berfungsi menghidupkan atau menggerakkan pada seekor binatang.
Dengan analogi kita menyimpulkan bahwa, karena mesin mobil merupakan hasil
kecerdasan dari luar, tumbuhan dan tubuh binatang pasti juga demikian. Apa yang
sebenarnya kita lihat pada tumbuhan dan tubuh binatang adalah sebuah adaptasi
yang sangat mengagumkan. Ada suatu adaptasi antara bagian-bagian pohon dengan
lingkungan, misalnya terhadap matahari, tanah dan udara. Ada sebuah adaptasi
antara bulu beruang kutub dengan iklim.
Kini, seperti apa itu
adaptasi dan menunjukkan ada rahasia apa di balik adaptasi? Apakah adaptasi itu
menyiratkan sebuah pikiran lain yang berpikir tentang adaptasi dan desainnnya;
atau apakah adaptasi itu tidak lebih daripada sebuah relasi pencocokan atau
penyesuaian terhadap kondisi di bawah sebuah organisms kehidupan? Apakah
adaptasi menyiratkan secara tidak langsung sebuah tujuan? Tidak bisakah
adaptasi dicapai oleh organisme melalui metode percobaan (trial and error)?
Sudahkah Darwin menjelaskan adaptasi dengan menjalankan aksi seleksi alam pada
berbagai perubahan kecil? Jika memang demikian, tidakkah keliru analogi kita
antara mesin mobil dengan pohon. Kemudian, apakah kita, di ala mini, memiliki
kekuatan beradaptasi yang sempurna sebagaimana yang terjadi pada organigram
manusia. Apakah tidak kurang kasus-kasus ketidakmampuan beradaptasi
(maladaptasi), seperti halnya sebuah kota dengan gempa bumi, atau naluri
berpindah burung-burung dan badai akhir musim semi yang membunuh ribuan ekor
dari mereka?
Tetapi, jika kita
menolak tujuan sebagai sebuah penjelasan tentang adaptasi, apa alternatifnya? Apakah
“perubahan” merupakan sebuah alternatif? Haruskah kita mengandaikan bahwa semua
dunia keindahan dan keteraturan yang dialami makhluk hidup itu terjadi secara
kebetulan saja? Apakah keteraturan yang kita lihat dalam penambahan berat badan
hanya sekedar peristiwa? Apakah hanya sekedar peristiwa bahwa ada sebuah bulan
yang menyinari kita di malam hari? Apakah pergantian musim yang membahagiakan
kita antara kemarau dan hujan hanya sekedar peristiwa? Apakah ini juga hanya
sekedar peristiwa, bahwa udara cocok untuk bernafas dan bahwa bumi memberikan
berlimpah-limpah buah-buahn dan padi yang cocok untuk dikonsumsi? Sebagaimana seseorang
telah katakan, lebih sulit untuk percaya, bahwa keteraturan dunia semacam
terjadi karena tubrukan atom-atom materi, daripada drama Shakesphare terjadi
karena sebuah ledakan di kantor percetakan.
Lalu apa yang mesti
kita lakukan? Bahwa dunia terjadi karena perubahan nampaknya tidak mungkin
dipercaya; bagaimanpun juga, kita tidak akan mempercayainya hingga kita
menghabiskan semua hipotesis. Di sisi lain, bahwa dunia merupakan mesin yang
besar, didesain dan diciptakan oleh pencipta dunia yang transenden karena beberapa
tujuan tertentu, sebagaimana ahli mekanik menciptakan mesin mobil, nampaknya
seperti analogi kekanakan yang memiliki sedikit saja nilai ilmiah.
Tetapi tidak adakah
kemungkinan lain? Apakah hanya perubahan dan tujuan saja yang dijadikan sebagai
alternatifnya? Dan jika tidak ada alternatif lain, mungkin kita akan mengatakan
bahwa dunia itu bertujuan tanpa bergerak lebih jauh untuk berpikir tentangnya
seperti semacam barang yang dipabrikan, direncanakan dan dibuat oleh beberapa
dewa antropomorfis? Jelaslah, persoalan ini memerlukan banyak sekali upaya
berpikir secara reflektif.
Sumber : Buku
Filsafat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar