Minggu, 01 Mei 2011

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEPRIBADIAN

A. Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerjasama.

Pada dasarnya anak dilahirkan belum bersifat sosial. Dalam arti, dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orang tua, saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya.

Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orang tua itulazim disebut sosialisasi.

Sueann Robinson Ambron (1981, dikutip dari buku Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, 2010) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.

Sosialisasi dari orangtua ini sangatlah penting bagi anak, karena dia masih terlalu muda dan belum memiliki pengalaman untuk membimbing perkembangannya sendiri kearah kematangan. J.Clausen (Ambron, 1981: 221) mendeskripsikan tentang upaya yang dilakukan orangtua dalam rangka sosialisasi dan perkembangan sosial yang dicapai anak, yaitu sebagai berikut :

Sosialisasi dan Perkembangan anak

KEGIATAN ORANGTUA

PENCAPAIAN PERKEMBANGAN PERILAKU ANAK

1. Memberi makan dan memelihara kesehatan fisik anak

2. Melatih dan menyalurkan kebutuhan fisiologis (melatih buang air besar/ kecil), menyapih dan memberikan makanan padat

3. Mengajar dan melatih keterampilan berbahasa, persepsi, fisik, merawat diri dan keamanan diri

4. Mengenalkan lingkungan kepada anak: keluarga, sanak keluarga, tetangga dan masyarakat sekitar

5. Mengajarkan tentang budaya, nilai-nilai agama dan mendorong anak untuk menerimanya sebagai bagian dirinya

6. Mengembangkan keterampilan interpersonal, motif, perasaan, dan perilaku dalam berhubungan dengan oranglain

7. Membimbing, mengkoreksi, dan membantu anak untuk merumuskan tujuan dan merencanakan aktivitasnya.

1. Mengembangkan sikap percaya terhadap orang lain (development of trust)

2. Mampu mengendalikan dorongan biologis dan belajar untuk menyalurkannya pada tempat yang diterima masyarakat

3. Belajar mengenal objek-objek, belajar bahasa, berjalan, mengatasi hambatan, berpakaian, dan makan

4. Mengembangkan pemahaman tentang tingkah laku sosial, belajar menyesuaikan perilaku dengan tuntutan lingkungan

5. Mengembangkan pemahaman tentang baik-buruk, merumuskan tujuan dan kriteria pilihan dan berperilaku yang baik

6. Belajar memahami perspektif (pandangan) orang lain dan merespons harapan/ pendapat mereka secara selektif

7. Memiliki pemahaman untuk mengatur diri dan memahami kriteria untuk menilai penampilan/ perilaku sendiri.

Melalui pergulan atau hubungan sosial, baik dengan orangtua, anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu adalah sebgai berikut :

a. Pembangkangan (Negativisme), yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atas tuntutan orangtua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada kira-kira usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun. Berkembangnya tingkah laku negativisme pada usia ini dipandang sebagai hal yang wajar. Setelah usia empat tahun, biasanya tingkah laku ini mulai menurun. Antara usia empat dan enam tahun, sikap membangkang/ melawan secara fisik beralih menjadi sikap melawan secara verbal (menggunakan kata-kata). Sikap orangtua terhadap tingkah laku melawan pada usia ini, seyogianya tidak memandang sebagai pertanda bahwa anak itu nakal, keras kepala, tolol atau sebutan lainnya yang negatif. Dalam hal ini, sebaiknya orangtua mau memahami tentang proses perkembangan anak, yaitu bahwa secara naluriah anak itu mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi “dependent” (ketergantungan) ke posisi “independent” (bersikap mandiri). Tingkah laku melawan merupakan salah satu bentuk dari proses perkembangan tersebut.

b. Agresi (agression), yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan/ keinginan) yang dialaminya. Agresi ini mewujud dalam perilaku menyerang, seperti : mencaci maki. Orangtua yang menghukum anak yang agresif, menyebabkan meningkatnya agresivitas anak. Oleh karena itu, sebaiknya orangtua berusaha untuk mereduksi, mengurangi agresivitas anak tersebut dengan cara mengalihkan perhatian/ keinginan anak, memberikan mainan atau sesuatu yang diinginkannya (sepanjang tidak membahayakan keselamatannya), atau upaya lain yang bisa meredam agresivitas anak tersebut.

c. Berselisih/ bertengkar (quarreling), terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap dan perilaku anak lain, seperti diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau mainannya.

d. Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif. Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan), sehingga menimbulkan reaksi marah pada orang yang diserangnya.

e. Persaingan (rivaly), yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong (distimulasi) oleh orang lain. Sikap persaingan ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan untuk prestise dan pada usia enam tahun, semangat bersaing ini berkembang dengan lebih baik.

f. Kerja sama (cooperation), yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok. Anak yang berusia dua atau tiga tahun belum berkembang sikap bekerja samanya, mereka masih kuat sikap “self-centered”-nya. Mulai tiga tahun akhir atau empat tahun, anak sudah mulai menampakan sikap kerja samanya dengan anak lain. Pada usia enam atau tujuh tahun, sikap kerja sama ini sudah berkembang dengan lebih baik lagi. Pada usia ini anak mau bekerja kelompok dengan teman-temannya.

g. Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior), yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap “bossiness”. Wujud dari tingkah laku ini, seperti: meminta, menyuruh, dan mengancam atau memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhan dirinya.

h. Mementingkan diri sendiri (selfishness), yaitu sikap ego sentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. Anak ingin selalu dipenuhi keinginannya dan apabila ditolak, maka dia protes dengan menangis, menjerit atau marah-marah.

i. Simpati (sympaty), yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerja sama dengannya. Seiring dengan bertambahnya usia, anak mulai dapat mengurangi sikap “selfish”-nya dan dia mulai mengembangkan sikap sosialnya, dalam hal ini rasa simpati terhadap orang lain.

Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik orangtua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Apabila lingkungan sosial tesebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang. Namun, apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orangtua yang kasar: sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan, pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun tatakrama/ budi pekerti: cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti: (1) bersifat minder, (2) senang mendominasi orang lain, (3) bersifat egois/ selfish, (4) senang mengisolasi diri/ menyendiri, (5) kurang memiliki perasaan tenggang rasa dan (6) kurang mempedulikan norma dalam berperilaku.

Tidak ada komentar:

Kisah Mata Air Keabadian

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dari Imam Ali ra. Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada d...